10. Night Party

165 14 0
                                    

Tengah malam di pinggiran kota, jauh dari kesibukan kota.

Disini adalah tempat padat penduduk yang di kelilingi rumah-rumah bedeng yang di bangun seadanya. Bau sampah yang menyengat dan bau selokan yang menguar. Jalanan rusak dan genangan becek dimana-mana.

Satu dua kucing berkelahi mengerjap tikus dua tiga orang yang pingsan di pinggir jalan akibat mabuk. Dan tiga dua orang yang berjaga bermain kartu di pos pinggir jalan.

Gambaran yang sangat realistis dari kawasan kumuh di pinggir ibu kota. Dan ini adalah tempat yang sempurna untuk menjadi sebuah tempat persembunyian.

Berbaur dengan keadaan yang memang sudah tidak ada aturannya dari sananya. Memudahkan mereka bersembunyi dalam kegelapan.

Di sebuah gudang terbengkalai yang di sulap menjadi markas dadakan kelima orang itu tampak frustasi melihat seorang bayi yang sedari tadi tampak tidak hentinya menangis.

Beruntung gudang ini sedikit jauh dari permukiman kalau tidak maka warga di sini akan curiga mendengar suara tangis bayi di tengah malam begini.

"Dia terus menangis bagaimana ini?" Tanya seseorang sambil menjambak rambut.

"Mungkin dia lapar kau buatkan susu untuknya." Jelas seseorang memerintah. Ia juga tak tahan dengan suara tangisan bayi itu.

"Haruskan aku yang melakukannya?" Tanyanya menujuk dirinya sendiri. Yang lain pun berdecak sebal.

"Baiklah." Akhirnya pria itu pun pergi ke belakang memanaskan air.

"Bagaimana uangnya sudah di transfer?" Tanya pada seorang pria yang sedari tadi duduk diam di hadapan monitor. Matanya dan tangannya terus bergerak melihat tiap angka dan digit yang ada di hadapannya.

"Belum." Jelasnya pelan membenarkan kacamatanya. Ia tidak terganggu sama sekali dengan suara bayi yang sedari dari menangis.

"Bocah sialan kenapa dia menangis terus! Kepala sakit mendengarnya! Yah—Juan cepat sedikit kau ini lama sekali!" Teriaknya lelaki melihat pemuda yang bernama Juan tidak kunjung datang membawa susu untuk bayi tersebut.

"Sebentar bos, airnya belum panas." Jelasnya sedikit sebal kenapa dia yang menjadi babu di sini.

Merasa semakin terganggu dengna suara bayi itu dia pun melirik dua anak buahnya yan sedang sibuk bermain game di handphone.

"Buat diri kalian berguna! Aku memperkerjakan kalian untuk bekerja bukannya bermain game!" Jelasnya. Membuat keduanya menoleh.

"Tapi bos kami tidak ada pengalaman dengan sandera anak kecil seperti ini." Jelas salah satu dari mereka.

"Kau pikir aku ada pengalaman! Cepat urus dia kepalaku pusing mendengarnya menangis." Jelas sang pemimpin.

Keduanya mendengus tapi tidak menolak. "Lagi pula kenapa bos besar menculik bayi. Tumben sekali." Jelasnya mengendong bayi itu dan menimangnya dengan gerakan kaku.

"Kau hanya babu kenapa banyak omong sekali." Jelas sang bos mendengus kesal.

"Menculik bayi sangat merepotkan, aku tidak akan mau jika di suruh menjalankan misi seperti ini lagi." Jelasnya. Temannya yang di sebelahnya pun menganguk sambil membunyikan mainan bayi.

Juan pun datang dengan sebotol susu. Bayi itu mendadak berhenti menangis dan merentangkan tangannya ke arah Juan.

"Bayi ini hanya menurut kepada Juan." Jelasnya sambil menyerahkan bayi itu ke Juan.

Temannya yang di sebelahnya hanya mengeleng. "Itu karena kau jelek makanya bayi itu tidak suka denganmu." Jelasnya. Juan hanya tersenyum tipis lalu memberinya bayi itu susu.

We Are Her MotherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang