Pip!
"Kalian berdua cepatlah sedikit!" Perintah seorang gadis pemilik mata kucing kepada dua orang temannya yang sedang bertengkar saling dorong dan saling ejek. Membuatnya sakit kepala melihat tingkah dua temannya itu.
Mendengar nada perintah dari gadis itu membuat keduanya berhenti "Kau yang mengemudi?" Tanya salah seorang dari mereka setelah berhasil mendorong si gadis berpipi cubby yang sedang lengah. Membuatnya tersungkur di aspal parkiran.
Mengabaikan pertanyaan temannya ia langsung masuk ke dalam mobil untuk mengemudikan si 'merah' kesayangannya.
Si gadis berpipi cubby pun membalas perbuatan temannya yang membuatnya tersungkur di aspal.
"Sialan kau Lisa." Teriak gadis itu setelah berhasil menyikut Lalisa tepat di pinggangnya. Membuat gadis itu meringis. Lutut dan lengannya perih saat gadis itu dengan tanpa belas kasihan mendorongnya hingga terjatuh.
Melihat keduanya kembali bertengkar membuat gadis di balik kemudi itu memberikan klakson hingga keduanya menoleh. "Cepat kita sudah terlambat aku harus kembali ke rumah untuk mengambil beberapa perlengkapan!" Jelasnya. Membuat keduanya mengganguk. Berebut dan saling sikut untuk duduk di kursi depan.
Membuat gadis pemilik mata kucing itu membenturkan kepalanya di setir mobil saat mereka kembali bertengkar. "Bisa gila aku jika harus terus bersama mereka!" Batinnya menjerit.
Frustasi di belakang kemudi gadis itu hanya menatap datar saat Lalisa dan Rosie kembali berebut mencoba meraih pintu penumpang bagian depan.
Apa bedanya duduk di depan dan belakang! Kenapa mereka selalu meributkan hal yang tidak penting, apa di kehidupan sebelumnya mereka itu bermusuhan. Ia tidak habis pikir.
Dengan wajah yang sudah tertutup es gadis itu langsung menginjak gas tanpa memperdulikan kedua kucing liar itu yang menatapnya dengan wajah bingung.
Lalisa yang terbengong pun sadar bahwa mereka di tinggal begitu saja. Oleh gadis berhati dingin itu. "Yaaa ... Jennie kami belum naik!!" Teriaknya. Berlari menyusul mobil Jennie yang sudah jauh meninggalkan mereka berdua.
Rosie pun ikut lari mengejar mobil merah itu. Yang terus berputar-putar di parkiran basement apartemen mereka. Tidak sadar bahwa mereka berdua sedang di kerjain oleh Jennie yang sekarang tengah tersenyum puas saat melihat dua temannya itu mengejar mobilnya di belakang.
Menggenakan kacamata hitam yang selalu ada didalam mobilnya Jennie pun menurunkan kaca mobilnya memberikan jari tengahnya kepada dua gadis di belakangnya yang sudah mandi keringat.
Membuat keduanya melongo dengan tampang dungu. "Yaa ... Ap-apa dia lakukan, dia memberikan jari tengah." Jerit Rosie tertahan sambil menumpu kedua tangannya di lutut sedangkan Lalisa sudah terduduk merana meratapi nasib mereka yang di kerjai oleh Jennie.
"Rosie! In-ini semua salah kamu!" Jelas Lalisa membuat Rosie yang di tuduh melotot tidak terima.
"Kau yang memulainya!" Jerit Rosie mengema membuat Jennie pun menghentikan mobilnya dan menatap keduanya dari balik spion.
"Mereka mulai bertengkar lagi." Gumamnya saat Rosie mulai menyerang Lalisa. "Dasar tidak tahu tempat!" Jelasnya membuatnya menghela nafas saat mereka berguling lagi bagaikan tidak ada hari esok untuk bertengkar.
Mengabaikan bahwa ini adalah parkiran dan lihat saja baju mereka yang sudah kotor dengan debu membuat Jennie harus turun tangan.
Menekan klakson dengan tidak santai Jennie pun mengeluarkan kepalanya. "Lalisa! Rosie hentikan kalian berdua! Atau aku tinggal kalian!" Teriak Jennie marah saat melihat keduanya mulai adu tinju membuatnya melotot marah.
KAMU SEDANG MEMBACA
We Are Her Mother
Humor18+ Bagaimana ceritanya saat empat orang gadis yang terkenal dingin, konyol, tomboy dan tidak perduli harus mengurus seorang bayi. Bagaimana kehidupan mereka yang tenang, tidak suka di atur, bebas. Tiba-tiba harus berubah karena kehadirannya bayi m...