24. The Plan

103 8 0
                                    

Waktu sudah melewati tengah malam saat mobil sedan hitam dengan penumpang empat orang memasuki sebuah Mansion megah yang terselip di tengah kota.

Jika di lihat dari luar itu hanya kawasan komplek biasa, yang terdapat rumah-rumah warga. Namun jika di teliti lebih dalam ada sebuah kawasan elit yang hanya sebagai orang yang bisa masuk.

Perumahan di depannya hanya kedok atau bayangan untuk menutupi sesuatu yang sangat penting.

Di depan kawasan Mansion itu di huni oleh orang-orang dari organisasi.

Rumah-rumah itu huni oleh elit dan penjaga yang memiliki kemampuan di atas pasukan elit negara.

Itu seperti benteng pertahan terakhir dalam sebuah game.

Yang memiliki ide untuk membangun benteng ini pasti memiliki otak di atas rata-rata.

Tidak seperti orang lain yang memiliki kekuasaan di dunia gelap saat mereka biasa membangun markas di tempat yang tidak mencolok.

Orang yang membuat ini segaja membangun istana di tempat yang paling strategis di ibu kota dengan penyamaran yang sempurna seperti bunglon.

Orang lain pasti tidak mengira bahwa komplek perumahan itu adalah komplek hunian biasa yang di tempati oleh masyarakat biasa. Namun di balik itu semua ternyata adalah markas besar sebuah organisasi mafia terbesar yang ada di wilayah itu.

Saat mobil sedan itu akan memasuki area lebih dekat dengan Mansion, seseorang pria dengan celana kamuflase dan kaos hitam menghampiri mobil itu. Dia berjalan santai dengan bibirnya yang mengapit sebuah rokok dengan kualitas buruk yang akan membunuh orang hanya karena berdekatan dengannya saking pekatnya asap yang di hasilkan.

Dia terlihat santai dan tidak berbahaya. Saat dia mengetuk. Sebuah bintik merah sudah melayang di dahi pengendara.

Tidak terlihat. Namun orang biasa pun bisa memastikan pasti ada sniper yang segaja mengarahkan bidikan pada targetnya. Tidak ingin kepalanya berlubang. Dia pun segara menurunkan kaca jendelanya.

"Hei ini kami!" Ucapnya sedikit kasar. Pria dengan rokok itu pun menyipit dan akhirnya menyeringai.

"Oh ... Kau Juan." Juan menatap datar. Sebelum akhirnya bertanya.

"Master ada?" Pria itu memasang wajah tidak enak. "Ada, sejak kapan dia memiliki hobi meninggalkan istananya." Juan tahu tentang itu.

"Tapi kau harus berhati-hati." Alis Juan terangkat saat mendengarnya. "Kenapa?" Pria itu berdecak sebelum akhirnya membuka mulut. "Saat kau menjadi artis, Master benar-benar tidak senang." Juan mengerti arti kata artis itu.

Mereka berempat sudah menjadi buronan, dan berita seperti amat buruk untuk mereka.

Juan mencoba santai saat dia melabai. "Aku akan membereskan masalah itu, segara buka gerbangnya. Ada paket yang harus aku berikan pada Master." Pria itu menjulurkan lehernya seperti jerapah saat dia melihat ke dalam. Sedikit penasaran karena sudah ada gosip yang berkeliaran bahwa Juan sedang menjalankan misi tingkat S.

Namun saat di dalam sangat gelap dia mengurungkan niatnya. Menghela nafas sekilas sebelum akhirnya dia berteriak pada orang lain yang berjaga bahwa itu adalah Juan. Dan segara menyuruh rekannya untuk membuka gerbang untuk Juan.

Gerbang besi yang tingginya empat meter pun terbuka dan menimbulkan suara keras.

Juan segara membawa mobil yang dia tumpangi masuk ke dalam halaman.

Tidak perlu di jelaskan, untuk sampai ke bangunan utama.

Untuk sampai kesana di butuhkan waktu tiga puluh menit dengan berjalan kaki.

We Are Her MotherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang