Jennie menyelesaikan sarapan dengan cepat saat Irene datang untuk melakukan pemantauan berkala.
Mendapati apa yang di ceritakan oleh Rosie, Jennie sedikit berhati-hati dengan dokter cantik itu.
Terlebih lagi catatan terakhir Jennie tidak terlalu baik dengan Irene. Dimana dengan ceroboh dia melampiaskan amarahnya pada dokter itu.
Bahkan suster yang menemani Irene hari ini sudah melakukan antisipasi, dia menjauh sejauhnya yang dia bisa. Menghindari dari kontak ibu singa itu.
Dia masih trauma dengan tindakan ganas Jennie kemarin.
Namun Irene tidak mempermasalahkan itu dia tersenyum seperti tidak terjadi apa-apa.
"Selamat pagi Jennie, selamat pagi Sean!" Irene menyapa dengan ceria menghampiri Sean yang tengah meminum susu. Seakan-akan tidak terjadi apa-apa.
Sean yang mendapati wanita cantik lainnya pun segara melepaskan botol susunya. Dan mulai merentangkan tangannya. Irene tersenyum. Dia sedang memasang sarung tangan.
Seperti yang di harapkan baby boy tidak pernah menolak kecantikan.
"Bagaimana hari ini. Sepertinya kau pulih lebih cepat dari prediksi ku." Irene berucap dia mengambil mainan yang dia beli kemarin untuk di berikan kepada Sean. Itu adalah mobil yang terbuat dari karet dan bisa berbunyi jika di tekan. Sean langsung senang dan segara mengambil tanpa ragu. Jennie di sisi lain ikut senang saat Sean mulai kembali ceria.
"Selagi kau main biar aku periksa ya." Irene membiarkan Sean mengigit mobil karet itu. Dia segara meminta stestoskop pada suster dan memeriksa Sean dengan teliti.
Dia tersenyum selama pemeriksaan. Dan mengambil papan data. "Aku harus mengambil darahnya lagi. Untuk memastikan. Suster pastikan Sean puasa untuk delapan jam ke depan." San suster menganguk. Jennie menyimak di ujung ranjang tidak berniat menganggu.
Setelah selesai mencatat apa yang perlu di catat Irene menghela nafas lega. "Semuanya baik lebih cepat dari yang aku prediksikan. Kau hebat Sean." Irene berucap lalu mengelus pucuk kepala Sean yang sedang sibuk dengan mainannya. Jennie di ujung sana senang saat tahu Sean pulih lebih cepat.
Jadi dengan hati-hati dia berbicara. "Kapan Sean bisa keluar Irene?" Irene menoleh mendapati Jennie bertanya.
"Mungkin besok atau lusa. Aku harus melihat hasil pemeriksaan darahnya. Untuk memastikan bahwa tidak ada masalah yang serius lainnya. Jadi Jennie selama delapan jam kedepan tolong bantu Sean puasa." Jennie menganguk dengan cepat. Irene bermain sebentar sebelum akhirnya dia menoleh. Mendapati ada yang kurang.
"Oh ... Yah Jennie, dimana Rosie dan yang lain. Aku tidak melihat mereka di sini. Apa kau sendirian?" Jennie yang di tanya pun ikut menghela nafas pelan.
"Begitulah."
"Apakah ada masalah?" Jennie murung entah harus bercerita atau tidak.
"Hum, Jisoo sakit dan dia harus tinggal di rumah, Lalisa memiliki urusan dan belum kembali. Dan Rosie izin untuk menerima telepon tapi sampai detik ini belum kembali." Jelasnya.
Mendengar itu Irene tampak terdiam.
Apalagi saat mendengar bahwa Jisoo sakit.
Raut wajah cerianya tiba-tiba hilang.
Jennie tidak menyadari itu karena Irene langsung merubah ekspesi wajahnya.
"Baiklah. Saat tes darah Jennie bisa kau temui aku, jika Rosie belum kembali juga?" Jennie berkedip sebelum akhirnya dia menganguk. Tidak berpikir jika itu adalah tindakan aneh.
Irene tersenyum dan berbalik ke arah Sean. "Baiklah pangeran tampan aku harus kembali bekerja. Baik-baik dengan aunty Jennie selama ibumu belum kembali. Oke! Kau sangat mengemaskan aku tidak ingin meninggalkanmu. Tapi jika begitu Mike akan marah jika uang untuk membeli mainannya berkurang." Jennie mengeleng mendengar keluh dokter itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
We Are Her Mother
Comédie18+ Bagaimana ceritanya saat empat orang gadis yang terkenal dingin, konyol, tomboy dan tidak perduli harus mengurus seorang bayi. Bagaimana kehidupan mereka yang tenang, tidak suka di atur, bebas. Tiba-tiba harus berubah karena kehadirannya bayi m...