18. Truth

125 9 0
                                    

Jam sudah menujukkan pukul tiga pagi.

Namun seorang gadis masih betah berdiam diri di kursi taman. Mengabaikan sepinya taman dan angin yang menusuk. Dia tetap pada posisinya.

Menatap lampu taman. Dia sesekali menghela nafas pelan.

Dia menunduk melihat kedua telapak tangannya. Merenung. Tidak terbayang jika tangan ini tidak bergerak cepat. Maka mungkin saja dia akan menyesal seumur hidupnya.

Dia merenung dengan terus menatap telapak tangannya hingga sebuah tangan tanpa permisi mengengam telapak tangannya yang terbuka.

Dia mendongak ingin tahu siapa pemilik tangan putih itu yang tanpa permisi mengengam tangannya.

Hingga dia menemukan sosok yang tidak asing duduk di sebelahnya.

"Jisoo."

Jisoo melirik sekilas mengeratkan telapak tangannya.

"Sedang apa ka—"

"Tanganku sedikit panas, kebetulan sekali aku bertemu denganku. Jadi pinjam sebentar oke." Jisoo berucap pelan dia menarik pemilik tangan itu tanpa meminta izin. Membuatnya berdecak sebal.

"Alasan yang sangat logis. Kim Jisoo." Ucapnya namun tidak menolak. Dia bergeser sedikit lebih dekat dengan pemilik bibir hati itu.

Jisoo juga tidak bicara dia hanya menyandarkan kepalanya di bahu gadis itu. Memejamkan matanya sejenak saat semilir angin membuatnya sedikit mengigil.

"Jisoo..."

"Hum..." Jisoo bergumam tanpa niat membuka matanya.

"Bagaimana?"

"Bagaimana keadaannya?" Mendengar itu Jisoo membuka matanya sejenak. Tersenyum amat tipis. Kembali memejamkan matanya. Memeluk lengan gadis itu tanpa melepas gengaman tangannya.

Sadar tidak mendapat jawaban gadis itu berdecak sebal.

"Jisoo!"

"Semuanya baik Lalisa. Semuanya baik." Jisoo bergumam. Membuat gadis yang sedari terdiam di bangku taman yang nyatanya adalah Lalisa pun menghela nafas lega. Bahunya yang kaku berangsur turun.

Dia menyadarkan punggungnya yang lelah ke kursi. Jisoo pun segara menyesuaikan pergerakan Lalisa agar semakin nyaman menyandar pada gadis itu.

Menyadari Jisoo yang bertingkah seperti bekicot sawah Lalisa pun menatap Jisoo dengan aneh.

"Ada apa denganmu? Kenapa kau terus menempel padaku?" Jisoo tidak menjawab. Dia hanya memejamkan matanya.

Tidak mendapat jawaban Lalisa pun menghela nafas pelan.

"Aku mengantuk. Aku pinjam dulu bahumu dulu oke." Lalisa mendengus tapi tidak menolak. Dia balik menyadarkan kepalanya ke sisi pucuk kepala Jisoo. Tanpa sadar dia tersenyum tipis.

"Kenapa tidak masuk ke dalam. Di sana hangat." Jisoo mengeleng.

"Aku ingin bersama mu saja."

"Dasar manja."

Jisoo tidak perduli dia hanya diam menikmati keheningan bersama Lalisa.

Tidak buruk juga. Pikirnya.

Lalisa pun mencoba bersantai seperti yang Jisoo lakukan. Dia juga gelisah seperti yang lain. Namun tidak berani menampilkan lebih dari yang bisa dia ungkapkan.

Jadi setelah Jisoo menyuruhnya keluar untuk menenangkan diri. Dia tidak berniat kembali ke ruang inap baby boy.

Dia takut.

We Are Her MotherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang