BONUS UP!
YOK BISA YOK SPAM KOMEN
JANGAN LUPA VOTE!
HAPPY READING!
.
.
.Setelah insiden pingsan diruang tamu, Elena dinyatakan harus bedrest total selama beberapa hari. Seharusnya hanya beberapa hari, namun karena paksaan Reza, dia harus bedrest satu minggu atau terus dirawat dirumah sakit.
Mengingat jika dia tidak boleh terlalu banyak pikiran, akhirnya Elena mengalah saja. Kata dokter kondisinya memburuk karena dipengaruhi oleh stress. Ia sendiri tidak menyangka jika ruwetnya pikirannya selama ini akan berpengaruh besar pada calon anaknya.
"Gava, kayaknya rujak enak deh." Elena mengode pada adik iparnya. Tidak peduli dengan suaminya yang duduk di kursi dekat dengannya. Jika saja bisa, dia lebih baik menghindar dari Reza sampai pikirannya benar-benar tenang.
"Emang boleh?" Gava yang tadinya bermain ponsel pun mendongak. Melihat wajah memelas kakak iparnya, ia hanya mampu menghela nafas. Padahal dia tengah bermain game online sekarang. "Gue tanya dokter dulu, Kak."
"Tadi Bunda bawain brownies, mau?"
Makanan empuk nan manis itu sedang tidak membuatnya selera. Yang diinginkannya sekarang adalah makanan masam campur pedas. Untung saja yang menawarkan bukan ibu mertuanya langsung.
"Lena..."
Dapat ia rasakan usapan hangat di lengannya. Alih-alih menjawab, dia memilih memiringkan tubuhnya membelakangi sang suami. Memendam emosi bukanlah ahlinya. Dia mungkin bisa bersandiwara namun tidak sepandai Reza dalam pengendalian emosi.
Namun jika diingat, Reza sudah beberapa kali meluapkan amarah padanya. Padahal setahu Elena, ketika dia masih menjadi kekasih Galih, Reza selalu bisa menekan emosi. Sikapnya sangat dewasa. Sedangkan padanya, mengangkat tangan saja sudah pernah.
Mengingat hal itu, mood-nya semakin turun. Lihat saja, dia juga bisa bersikap tidak biasa. Jika biasanya dia akan marah-marah, sekarang dia akan diam.
"Kamu mau tidur?" usapan Reza berpindah ke kepala. Usapan lembut yang lambat laun membuatnya mengantuk. "Makan siang dulu ya?"
"Kalau kamu malas makan, besok batal pulang ya?"
Ancaman Reza selalu sama. Sayangnya Elena selalu kalah, memang ada yang bisa membantunya? Mengerucutkan bibir, ia beranjak duduk. Reza membantunya mengatur posisi ranjang agar sandarannya naik.
Pria itu berperan menjadi suami siaga. Mengatur makanan yang dibawakan oleh Gava --atas permintaan Elena. "Buka mulutnya,"
Satu suapan masuk kedalam mulut Elena, masih aman. Dua suapan, Elena merasa baik-baik saja. Tiga suapan ia sudah merasa aneh. Belum suapan keempat masuk, rasa mual datang. Ia merasa makanannya naik kembali dan minta dikeluarkan.
"Muntahkan saja dilantai," Reza menahan tubuh Elena agar tidak pergi. Setelah meletakkan piring diatas nakas, ia memijat tengkuk istrinya yang sibuk memuntahkan isi perutnya ke lantai. Rambut Elena yang diikat ia belakangkan. "Sudah?"
Elena hanya mengangguk. Disandarkan tubuh lemahnya ke kepala ranjang. Matanya terpejam ketika usapan lembut hinggap dipelipisnya.
"Minum dulu," Reza mengusap pelan pipi istrinya. Tetapi ketika mata Elena terbuka, ia merasa terkejut. "Kok nangis?" tangan kanannya yang sudah memegang gelas kembali ia letakkan. Pelan, ia menarik tubuh istrinya kedalam pelukan. "Ssstth, kalau capek tidur aja ya? Besok kita pulang."
![](https://img.wattpad.com/cover/271238432-288-k333673.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Not A Wrong Bride (#4 Wiratama's)
Romance[End] Gagal menikah, kehilangan kedua orangtuanya. Sebenarnya kesalahan apa yang telah ia perbuat sampai mendapat ujian bertubi-tubi? Tiba-tiba saja Reza datang, menawarkan sebuah pernikahan seolah hal itu hanyalah mainan. Saat ia berusaha menolak...