Hari ketiga Reza keluar negeri, Elena memutuskan untuk mengungsi ke rumah Nadya sementara. Padahal sebelumnya dia biasa tinggal dirumah seorang diri dan merasa biasa saja. Sekarang, tanpa kehadiran Reza membuatnya merasa sepi. Padahal Reza bukanlah pria periang yang akan meramaikan keadaan, hanya saja kehadiran pria itu saja cukup untuk membuatnya merasa tidak kesepian.
Cara Reza mendengarkan semua cerita Elena tentang kesehariannya membuat Elena nyaman. Lalu pria itu akan melakukan hal yang sama, sedikit bercerita jika mendapati kejadian berbeda dari biasanya.
"Waktu itu kami sedang rapat di ruang bawah tanah rumah Renald, sebenarnya aku sedikit keberatan karena dia memaksa untuk rapat di rumahnya dengan alasan istrinya hamil."
"Renald hanya terlalu menyayangi istrinya sampai enggan meninggalkan rumah saat istrinya hamil. Lalu? Apa yang terjadi?"
"Bukankah itu terlalu berlebihan? Lagipula dirumah itu ada beberapa pengawal juga banyak pelayan." Reza menjeda ucapannya sebelum kembali bercerita. "Ditengah rapat tiba-tiba saja istri Renald menerobos masuk sambil menangis. Kamu tahu? Wanita itu berkata bermimpi buruk dan tidak mau berjauhan dari suaminya. Alhasil rapat tidak diselesaikan, ck! Sangat tidak profesional."
"Suatu hari kamu akan merasakan apa yang Renald rasakan, jangan menilainya seperti itu."
"Benarkah? Apa kamu juga akan bersikap manja saat hamil nanti? Kalau begitu kapan kapan kamu hamil?"
Sekelebat ingatan tentang percakapan randomnya dengan Reza melintas di kepalanya. Tanpa sadar ia terkekeh sendiri. Pria kaku nan dingin itu benar-benar berubah -meski tidak kesemua orang. Reza terasa semakin hangat setiap harinya. Pria itu bersikap dewasa meski masih saja buruk jika menyangkut emosi. Usahanya dalam membuat Elena merasa bahagia membuat wanita itu sering merasa geli sendiri. Masih tidak menyangka jika yang melakukan itu adalah Reza.
Pernikahannya terasa begitu normal, tidak seperti ada unsur paksaan di dalamnya. Reza pun jarang mengungkit masalah adiknya -Revika- ditengah percakapan mereka. Keluarga besar Reza juga baik padanya walau terkadang dia masih merasa kesal dengan kejadian masalalu.
Meski begitu dia harus berpikir rasional bukan? Dia tidak mau bertindak bodoh dan membuat hidupnya hancur. Jika memang kebahagiaannya dengan Reza, kenapa dia harus menolak?
"Apa ditinggal Reza bikin lo rada gila?" tiba-tiba saja suara Nadya menyeruak di pendengarannya. Sahabatnya itu terlihat baru selesai mandi dan masih mengenakan jubah mandinya. Sama seperti dirinya yang tidak suka ketika tubuhnya terasa lengket. Meski sudah berkali-kali dia tidak mandi setelah berhubungan dengan Reza karena merasa lelah.
"Gue nggak se-alay itu." Elena melirik sinis pada Nadya. Memilih membuka laptopnya, ada beberapa pekerjaan yang harus ia kerjakan agar lebih meringankan bebannya. Dia memang tidak maniac kerja seperti Reza, namun ketika merasa bosan seperti ini kadang dia akan bekerja.
"Besok laki lo nemenin lo fashion week? Emang balik kapan dia?"
"Emh, dia bilang langsung ketemu disana aja."
"Hem... Gue jadi pengin bawa gandengan juga."
"Pilihan lo banyak," jawab Elena acuh. Wanita itu tenggelam pada pekerjaannya, mengabaikan cibiran Nadya padanya. Merasa sedikit tidak sabar untuk menyambut hari esok. Reza akan pulang dan mereka akan pergi bersama ke fashion week Jakarta.
Sial! Kenapa juga dia harus merasa gugup?
🍁🍁🍁
Mengenakan celana kain yang dipadukan dengan blazer, dilengkapi dengan stiletto membuat tampilannya terlihat modis, seperti biasanya. Meski ia akan menghadiri acara fashion week bukan berarti dia akan berdandan heboh. Mungkin akan berbeda jika acaranya adalah berkencan, mungkin dia akan membutuhkan waktu berjam-jam hanya untuk memilih baju.
KAMU SEDANG MEMBACA
Not A Wrong Bride (#4 Wiratama's)
Romans[End] Gagal menikah, kehilangan kedua orangtuanya. Sebenarnya kesalahan apa yang telah ia perbuat sampai mendapat ujian bertubi-tubi? Tiba-tiba saja Reza datang, menawarkan sebuah pernikahan seolah hal itu hanyalah mainan. Saat ia berusaha menolak...