Reza Davillio Wiratama, calon ipar yang sekarang menjadi suaminya. Kesan pertamanya saat pertama kali bertemu Reza, menurutnya Reza adalah pria gila kerja yang kaku. Akan tetapi ketika melihat interaksi Reza dengan Revika, dia melihat bagaimana sosok lain dari Reza. Reza yang perhatian, Reza yang penyayang, berbanding terbalik dengan Reza sang businessman muda.
Bagi kebanyakan orang, Reza adalah tipe impian yang dikejar banyak perempuan. Terlebih harta yang menyilaukan mata, hanya saja Reza bukanlah orang yang mudah untuk didekati. Baginya, Galih lebih menarik perhatian. Pria ramah penuh perhatian, tipe goodboy yang ternyata hanya terpaku pada satu orang. Menurutnya, kesetiaan Galih patut diacungi jempol. Memendam rasa pada adiknya sendiri, tidak tergoda dengan wanita lain.
Tak disangka, dia malah berakhir dengan Reza. Pria kaku dengan tempramen buruk, namun memiliki sisi lembut dibaliknya. Menurutnya sikap semua orang hampir sama, perbedaannya terletak pada siapa orang itu menunjukkan sikap aslinya. Seperti Galih yang tidak pernah bersikap manja padanya, tapi Reza melakukan hal tersebut.
"Kenapa kamu nggak libur aja?"
Menghembuskan nafas pelan, Elena yang baru saja selesai memoles bibirnya menoleh pada sang suami. "Gibran lagi nggak bisa, sayang... Aku harus gantiin dia, dan itu nggak lama, okay?"
"Aku anter ya?"
"Katanya kamu lagi males keluar." merasa selesai dengan wajahnya, ia pun melangkah menuju nakas dimana terdapat berkas-berkas yang harus dibawanya.
"Sekarang enggak, aku anter ya?"
Kegiatan Elena terhenti. Kepalanya bergerak menoleh pada sang suami. "Kamu bahkan belum mandi," ujarnya kemudian menggelengkan kepala, memasang raut wajah tidak percaya. Lagipula setan apa yang hinggap di tubuh suaminya sampai bermalas-malasan seperti ini, padahal sekarang bukan hari libur.
"Aku mandi dulu ben--"
"Nggak usah, aku berangkat sendiri." ia mendekat ke ranjang, mencondongkan tubuhnya kemudian mengecup sekilas bibir suaminya. Dengan gerakan cepat ia mengelak ketika Reza akan menahannya. Ia tahu apa keinginan pria itu. "Cuma sebentar, dahhh, sayang!"
Ia terkekeh pelan melihat wajah cemberut suaminya. Benar-benar berbeda dari biasanya. Jika saja Gibran tidak berhalangan hadir, tentu dia akan memilih menuruti keinginan suaminya. Bolos kerja bersama, menikmati waktu dirumah seolah pengangguran. Ia rasa itu bukan hal buruk. Sayang sekali dia harus bekerja hari ini.
🍁🍁🍁
Pulang kerja, Elena dilanda kecemasan ketika mendapati suaminya tengah muntah-muntah di kamar mandi. Padahal pagi tadi wajah Reza masih terlihat segar walau sedang dalam mode malas. Berbanding terbalik dengan sekarang, wajah tampan suaminya pucat. Ketika ditanya, suaminya hanya menggeleng pelan kemudian memeluknya.
"Aku panggilin dokter ya?" tawarnya setelah membantu suaminya duduk di ranjang. "Bajunya buka, kamu mau pakai sweater?" kedua tangannya pun membantu sang suami untuk melepaskan baju.
"Kaus aja," jawab Reza yang berniat berbaring lagi namun cepat-cepat Elena tahan. "Bentar," secara asal dia mengambil kaus suaminya, sedikit merutuk karena jarak walk in closet dengan ranjang.
"Kamu udah makan siang?"
Usai memakai baju, Reza kembali berbaring. Pria itu menggeleng pelan sembari memejamkan mata.
"Gak enak? Apa males? Kamu makan ya? Sedikit aja nggak pa-pa."
"Mual." gumam Reza pelan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Not A Wrong Bride (#4 Wiratama's)
Romance[End] Gagal menikah, kehilangan kedua orangtuanya. Sebenarnya kesalahan apa yang telah ia perbuat sampai mendapat ujian bertubi-tubi? Tiba-tiba saja Reza datang, menawarkan sebuah pernikahan seolah hal itu hanyalah mainan. Saat ia berusaha menolak...