Not A Wrong Bride || 40. Cerita

21.6K 1.3K 1.1K
                                    

Sejak Galih masuk rumah sakit, dia baru melihatnya satu kali itupun ketika saudara iparnya itu belum sadar. Permintaan Elena yang sangat sulit ia kabulkan, ia butuh pengalihan sekarang. Sejak Elena masuk rumah sakit, dia sudah seperti perokok aktif yang bisa menghabiskan satu bungkus rokok perhari bahkan lebih.

Kebiasaan buruk ini tidak boleh terus ia lakukan, ia tidak mau mengidap penyakit mematikan kelak. Lebih baik dia mencari teman mengobrol ketimbang berdiam diri di rooftop dan kembali menyesap zat nikotin. Jika saja dia tidak ingat ini rumah sakit, pasti dia sudah mabuk-mabukan agar pikirannya sedikit teralihkan.

"Kakak yakin Vika tinggal?" pertanyaan penuh perhatian ini bukan diperuntukkan untuknya. Melainkan pada pasien yang tengah duduk bersandar di ranjang.

"Nggak pa-pa, ada Reza yang bisa disuruh-suruh."

Perkataan kurang ajar itu ingin sekali Reza tegur, hanya saja dia tidak mau makin terlihat salah dimata adiknya. Punya satu adik ipar laki-laki, akhlaknya minus sekali.

"Yakin cuma sama Kak Reza? Vika kurang percaya."

Menghela nafas kesal, Reza memilih menghempaskan tubuhnya di sofa rumah sakit. Mengabaikan adiknya yang masih saja sinis padanya. Adik manisnya itu, sekalinya marah sulit sekali dibujuk. Barang mewah pun tidak bisa untuk menjadi sogokan, Galih memiliki banyak harta yang lebih dari cukup untuk memenuhi semua keinginan istrinya.

"Awas aja kalau Kak Galih kenapa-napa!" bahkan sebelum pergi, Revika masih sempat mengancamnya. Seolah Galih sedang diancam bahaya padahal ada dua bodyguard yang berjaga di depan kamar juga puluhan bodyguard yang berjaga di sekitar rumah sakit. Jangan heran kenapa bisa sebanyak itu, karena ada tiga Wiratama yang dirawat disini.

"Stress amat muka lo, udah mulai depresi?" pertanyaan menyebalkan itu dilontarkan oleh Galih. Memang siapa lagi, hanya ada mereka berdua disana.

"Stress beneran gue kalau Elena minta pisah." jawab Reza begitu jujur. Tangan pria itu meraih buah apel kemudian memakannya.

"Oh, udah minta pisah?"

Matanya menyorot tajam pada Galih yang tengah menahan tawa saat ini. Luka dibahu kiri pria itu akan sakit jika tertawa.

"Lagian lo goblok, segala nemenin mantan lahiran." ini bukan pertama kalinya ia mendengar hujatan seperti ini. Bahkan Gava pun sudah mengatakan hal serupa. Diantara saudara memang tidak ada rahasia yang bisa disimpan. "Lo curiga nggak sih kalau Fany terlibat?"

"Terlibat?"

"Kejadiannya tuh pas banget sama lo yang lagi nemenin dia, kayak udah diatur." jelas Galih. Sejak sadar, dia sudah memikirkan ini hanya saja belum bertukar pendapat dengan siapapun. Jika dia berbicara pada istrinya, bisa-bisa istri kecilnya itu bertindak anarkis pada Tiffany. Entah karena apa, terkadang Revika bisa bersikap sadis.

"Kecurigaan terbesar gue sama Lesmana, mana mungkin mereka kenal Fany?"

Galih berdecak mendengar jawaban dari saudara iparnya ini. "Apa sih yang nggak mungkin buat Lesmana?" dalam dunia bisnis, Lesmana memang terkenal kejam. Si Pak Tua yang belum juga turun dari tahtanya itu sangat minim belas kasih. Anak-anaknya saja bisa dijadikan tumbal olehnya.

"Gue mau kepo," Galih menatap Reza dengan serius. "Hubungan lo sama Fany, itu sebenernya apa? Setelah dia nolak lo dulu terus nikah, hubungan kalian berakhir kan?"

"Ya,"

"Terus kenapa lo masih berhubungan sama dia?"

Helaan nafas terdengar dari Reza. Wajah pria itu terlihat seolah tengah memikul banyak beban. "Lo ingat Dimas?"

Not A Wrong Bride (#4 Wiratama's)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang