Hancur. Satu kata itu yang mewakili perasaan Elena saat ini. Kenapa Tuhan memberinya ujian begitu berat? Apa salahnya? Pernikahan yang sudah di depan mata gagal begitu saja. Kedua orangtuanya direnggut darinya tanpa peringatan sedikitpun. Apa dia tidak pantas untuk bahagia?
Seingat Elena, dia sudah melakukan hal-hal baik seperti memberikan sumbangan pada panti-panti asuhan ataupun yayasan amal. Apa itu belum cukup?
Rasa kesal, marah, sedih, bercampur menjadi satu ia lampiaskan pada barang-barang di sekitarnya. Kondisi kamarnya seperti habis terserang badai besar. Sangat berantakan. Tebaran bulu angsa dimana-mana. Pecahan vas, gelas, cermin, hingga make-upnya berserakan di lantai.
Elena tidak peduli dengan semua itu. Dia hanya duduk bersandar pada ranjangnya. Memeluk lututnya sendiri lalu menenggelamkan kepalanya disana. Merenung cukup lama, larut dalam kesedihan hingga tanpa sadar hari mulai petang. Sinar matahari yang tadi masuk lewat cela ventilasi sudah menghilang. Membuat kamarnya hanya mendapat sedikit cahaya dari sorot lampu diluar.
Cklek
Elena mengabaikan seseorang yang baru saja membuka pintu kamarnya. Mungkin Tante atau pamannya. Elena hanya punya satu Tante dan Paman saja. Ibunya pun anak tunggal, sedangkan ayahnya hanya punya satu adik. Adik perempuan yang memilih ikut bersama suaminya tinggal di Singapura. Jadilah Elena hanya sendirian disini. Terlebih sahabatnya tengah berada di Negeri Paman Sam karena sebuah pekerjaan.
Hening. Elena hanya mendengar langkah kaki mendekat tadi. Tiba-tiba saja, ia merasa ada kain yang menutupi tubuhnya. Menghalau rasa dingin yang memang ia rasakan namun ia hiraukan. Perlahan ia mengangkat kepalanya, melihat siapa orang yang memberinya selimut.
Reza.
Sekilas Elena bisa melihat tersenyum kecil, mungkin hanya untuk sebuah sapaan. Ia sendiri merasa bingung, untuk apa Reza kesini? Sejak dirumah sakit memang pria ini yang selalu menemaninya, tapi sekarang ada keluarga Elena. Namun sedetik kemudian, ia merasa begitu terkejut mendengar penuturan Reza.
"Menikahlah denganku Elena,"
Nyawa yang sedari tadi terasa melayang-layang entah dimana seketika kembali karena terkejut. "Ada apa denganmu?" tanyanya bingung.
"Menikah dengan ku, Lena." tatapan Reza berubah tajam, "Jangan berpikir untuk menolak." lanjutnya penuh penekanan.
"Kenapa?"
"Tidak ada penolakan Lena,"
"Kenapa kamu ingin menikahiku?!" suara Elena meninggi. Merasa dipermainkan oleh Reza. Apa pria ini tidak bisa melihat dirinya begitu kacau?
"Agar kamu tidak bisa merusak hubungan adikku."
Jawaban macam apa itu? Elena berdecih. Memalingkan wajah kemudian tertawa kecil, merasa tidak percaya dengan alasan gila sulung Wiratama ini. Agar tidak merusak hubungan adiknya. Apa dia tengah berlagak menjadi Kakak super hero? Dalam hati Elena tertawa sinis.
"Kamu pikir kamu bisa memaksaku?"
"Kamu pikir tidak bisa?" keseriusan diwajah serta suara Reza membuat bulu kuduk Elena meremang. "Keluargamu tinggal satu, kamu pikir aku tidak bisa berbuat apapun pada mereka?" tanyanya penuh ancaman.
"Keluargaku tidak selemah itu sampai bisa kamu usik dengan mudah!"
Seringai tercetak di paras tampan Reza. Elena bergidik melihatnya. Sudah lama dia tidak melihat sisi menakutkan dari sulung Wiratama ini. Terakhir kali ia menyaksikannya saat Reza menghukum Helena juga Rahel dengan kejam. Bahkan tidak menutupi kebahagiannya saat kabar Helena meninggal datang.
![](https://img.wattpad.com/cover/271238432-288-k333673.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Not A Wrong Bride (#4 Wiratama's)
Romance[End] Gagal menikah, kehilangan kedua orangtuanya. Sebenarnya kesalahan apa yang telah ia perbuat sampai mendapat ujian bertubi-tubi? Tiba-tiba saja Reza datang, menawarkan sebuah pernikahan seolah hal itu hanyalah mainan. Saat ia berusaha menolak...