"Maafkan saya, tapi kami sudah resmi bercerai."
Hidangan di meja makan sama sekali tidak menggugah seleranya. Makanan yang tersaji seolah hanyalah formalitas karena mereka telah menempati salah satu meja disini. Jus manis yang baru saja disesapnya pun mendadak terasa hambar ketika dia mencobanya lagi.
"Padahal saya sudah meminta tolong pada Anda," ia meletakkan gelas jus sedikit kasar. "Setidaknya sampai anak kalian lahir, apa itu sulit?" jika dilihat, tidak lah sepantasnya ia bersikap seperti ini pada orang yang lebih tua darinya.
"Tapi itu bukan anak saya." dahinya berkerut mendengar fakta ini. "Wanita itu mengaku sendiri, kalau anak yang dikandungnya bukan anak saya."
Jemarinya mengetuk meja beraturan, raut dinginnya terlihat berpikir sekarang. Perempuan bertampang polos itu, tidak seperti yang terlihat. Dibalik wajah polosnya ada wajah penuh kelicikan yang tersembunyi. "Kamu tahu anak siapa itu?"
"Saya tidak tahu, dia dekat dengan banyak orang. Bisa saja itu anak suami An--"
"Tutup mulut-mu jika masih ingin terus bernafas!" kecamnya menghunuskan tatapan begitu tajam. Kemungkinan ini... Tidak mungkin. "Kontrak kita telah selesai," ujarnya seraya mengendurkan raut tegangnya. Senyum sinis tercipta melihat gelagat tidak terima dari lawan bicaranya.
"Anda tidak bisa memutuskannya begitu saja Nona. Anda--"
"Kamu tidak lagi membantunya saya, untuk apa kita masih menjalin hubungan." Mengeluarkan beberapa lembar uang dengan nominal paling besar, ia meletakkannya di atas meja. "Padahal saya hanya meminta kamu untuk menyingkirkan istri-- maksud saya mantan istri-mu dari pandanganku. Ternyata kamu tidak sehebat itu." lanjutnya mencemooh kemudian beranjak dari duduknya.
"Tunggu, Nona Lena, saya masih bisa membantu. Kali ini saya akan melakukan dengan cara kasar agar--"
"Agar kamu berhadapan dengan suami saya?" potongnya sinis. "Selamat tinggal." kaki berbalut stiletto-nya melangkah keluar dari restoran mewah tersebut.
"Waktu bermain-mu sudah habis, Tiffany." gumamnya terdengar seperti desisan.
🍁🍁🍁
Rumah penuh kenangan milik orangtuanya sudah lebih dari sebulan ia tinggali bersama suaminya. Rumah yang sudah di renovasi habis-habisan, bahkan rumah di belakang rumahnya pun dibeli untuk diratakan. Taman belakang yang baru diberi beberapa tumbuhan juga kolam renang ada disana. Memang gaya Reza menghambur-hamburkan uang seperti ini bukan? Bahkan pria itu masih menawarkan untuk membangun ulang rumah ini.
Kedatangannya disambut oleh seorang pelayan wanita. Menanyakan apa yang ia butuhkan juga menawarkan untuk membawakan handbag miliknya.
"Di dalam ada tamu, Nyonya. Tuan juga sudah pulang." informasi dari pelayan tersebut membuat kerutan samar tercipta di keningnya. Tumben sekali Reza pulang cepat seperti ini. Memang siapa tamu yang membuat Reza pulang cepat?
Tak disangka sosok yang dilihatnya berada diruang tamu adalah orang yang paling malas ia lihat. Tiffany, perempuan yang sudah merecoki kehidupan rumah tangganya sejak sebulan terakhir. Alasannya tetap sama, berlagak lemah dan meminta bantuan pada Reza. Bodohnya, Reza tetap saja mau membantu mantan sekretarisnya ini. Rasanya Elena ingin menentang keputusan Reza, namun dia malas bertengkar.
"Apa lama-lama kamu lupa dengan tempat tinggal-mu?" kalimat sarkas itu ia gunakan sebagai bentuk 'sapaan' untuk tamu tak diundangnya ini. Kehadiran Reza pun tidak menjadi masalah baginya, toh ia yakin suaminya ini akan memihak padanya. Kehamilannya benar-benar menguntungkan baginya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Not A Wrong Bride (#4 Wiratama's)
Romance[End] Gagal menikah, kehilangan kedua orangtuanya. Sebenarnya kesalahan apa yang telah ia perbuat sampai mendapat ujian bertubi-tubi? Tiba-tiba saja Reza datang, menawarkan sebuah pernikahan seolah hal itu hanyalah mainan. Saat ia berusaha menolak...