Lo dimana bang? Istri lo dalam bahaya.
Pesan dari Gibran masih dia ingat dengan jelas. Begitupun dengan makian dari adiknya ketika dia bertanya kondisi Elena. Tubuhnya lemas mendengar informasi dari Gibran, meski begitu dia memaksa untuk pergi ke lokasi yang diberitahu oleh Gibran.
Hanya ada ketegangan di wajahnya, berlari dari lobi rumah sakit tanpa peduli dengan mobilnya yang ia tinggalkan, bahkan pintunya tidak ia tutup. Jantungnya semakin berdegup kencang mendengar dimana istrinya berada. Ruang operasi.
Tiba disana, dia melihat Gibran. Adiknya yang baru saja keluar kota pagi tadi, kini sudah kembali malah lebih dulu tahu kondisi Elena. Semakin ia mendekat, semakin jelas wajah Gibran yang terlihat emosi.
Bug!
"Kemana aja lo?" Gibran yang tadinya duduk tiba-tiba saja berdiri dan membogem rahang kakaknya. "Istri lo dalam bahaya, dua saudara lo koma, dan lo lebih milih nemenin perempuan lain?! Emang brengsek lo, Bang!"
Hembusan nafas kasar terdengar dari Gibran. Pria itu memutar tubuhnya, memunggungi sang Kakak kemudian meraup wajahnya kasar. Ini rumah sakit, ada tiga saudaranya yang dirawat disini. Sebisa mungkin dia harus menjaga emosinya.
"Mau lo apa sih?" Gibran kembali berbalik, menatap Reza yang masih terdiam walau ada luka disudut bibirnya. "Lo nikahin Lena buat apa? Kalau emang lo mau balik sama mantan lo itu, sana! Tapi lepasin Elena, jangan lo jerat dia dalam penderitaan."
"Lo tahu?" Gibran menelan salivanya dengan berat. Tenggorokannya tercekat mengingat penjelasan dokter tadi. "Anak lo, dia udah nggak ada. Dia bahkan nggak diizinin buat lihat dunia ini."
Tubuh Reza limbung, pria itu mundur satu langkah. Wajahnya tampak pias, tidak percaya dengan informasi baru yang ia dapatkan. Anaknya? Bayi dalam kandungan Elena yang sangat ia nanti, sudah tiada?
"Kalau aja lo bisa cepet Bang, mungkin anak lo masih ada. Mungkin Gava sama Bang Galih gabakal koma sekarang."
Gibran kembali duduk, berkali-kali ia menarik nafas agar tidak lebih meledak dari ini. Mengabaikan Kakaknya yang masih shock dan terlihat seperti orang bodoh sekarang. Keluarganya belum tahu, orangtuanya belum tahu jika putra bungsu mereka tengah koma dengan kondisi mengenaskan. Ada beberapa luka tusuk yang didapat oleh Gava. Adik kecilnya, Angelnya belum tahu jika suaminya tengah koma pasca operasi.
Hanya dalam waktu satu hari, keadaan menjadi carut marut seperti ini. Sebenarnya siapa yang menyerang keluarganya ini?
"Lena... Apa kondisinya sangat buruk?" itu adalah kalimat pertama yang meluncur dari mulut Reza. Tak ada niatan untuk membalas semua ucapan Gibran yang menusuk ulu hatinya. Dia kacau, sangat kacau sampai dia sendiri bingung untuk mendeskripsikan perasaannya.
"Ibu mana yang bakal baik setelah kehilangan anaknya?" pandangan Gibran melemah, tidak berapi-api seperti sebelumnya. "Lena akan sangat terpukul setelah sadar nanti."
Benar. Ucapan Gibran tiga hari yang lalu tidaklah salah. Tiga hari dia menunggu istrinya. Menjaga sang istri tanpa peduli dengan apapun lagi. Jika bukan karena paksaan dari orangtuanya, mungkin dia tidak akan makan. Melihat kondisi istrinya, nafsu makannya menurun. Gairah hidupnya seolah hilang dalam sekejap.
Ketika istrinya bangun, wanita itu terlihat sangat terpukul. Tak hanya itu, Elena pun enggan melihatnya. Lebih memilih bersandar pada Gibran ketimbang pada Reza, suaminya sendiri.
Di rooftop rumah sakit, Reza menyandarkan tubuhnya pada pagar pembatas. Menyesap zat nikotin yang sudah lama tak ia rasakan. Hembusan asapnya menguar diudara. Matanya menatap lalu lintas di sekitar rumah sakit dari ketinggian 12 lantai ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Not A Wrong Bride (#4 Wiratama's)
Romance[End] Gagal menikah, kehilangan kedua orangtuanya. Sebenarnya kesalahan apa yang telah ia perbuat sampai mendapat ujian bertubi-tubi? Tiba-tiba saja Reza datang, menawarkan sebuah pernikahan seolah hal itu hanyalah mainan. Saat ia berusaha menolak...