WAJIB VOTE SAMA KOMEN!
.
.
.Perang dingin. Tidak ada sapaan, tidak ada obrolan sama sekali. Ia sendiri tidak yakin kalau Reza kembali ke kamar, mungkin lebih memilih tidur di kamar sebelah atau ruang kerja. Elena tidak peduli. Rasanya malah lebih bagus, ia tidak perlu menjadi babu Reza untuk menyiapkan ini itu. Lagipula pekerjaannya sudah cukup menyita waktu istirahatnya.
Weekend kali ini, Elena bersama Ratna -sekretaris juga temannya- pergi ke cafe baru. Ratna yang memberi ide, berhubung Elena bosan makanya ia mau-mau saja.
Dipangkuan Elena ada balita yang tengah sibuk memakan cake. Namanya Calvin, anak dari Ratna. Katanya ayah Calvin hari ini masih di luar kota makanya ibu dari satu anak ini merasa bosan.
"Kamu udah cocok jadi ibu,"
Bukan pertama kali Elena mendengar Ratna berkata seperti itu. Keduanya terpaut usia satu tahun -lebih tua Ratna- namun sekarang anaknya sudah berusia tiga tahun. Bukan Ratna yang nikah muda, tapi Elena yang lama tidak menikah-menikah.
"Udah tahu," jawab Elena tanpa melepas pandangannya dari balita lucu ini. Masih wangi, biasanya kalau sudah beberapa jam setelah mandi wanginya sudah hilang. Sesekali ia mencuri kecup di pipi gembul Calvin. Membuat balita itu protes karena diganggu.
"Kamu nggak nunda kan?"
"Enggak, emang belum dikasih aja."
Dikasih orang kali. Sel telur Elena saja tidak pernah mendapat pembuahan, bagaimana bisa ia mendapat bayi mungil nan lucu seperti ini. Sekalipun ingin memiliki anak, Reza bukanlah sosok ayah untuk anaknya yang ia inginkan.
"Rajin usaha aja,"
Elena tersenyum menanggapi. Ratna tidak tahu kondisi rumah tangga Elena yang sebenarnya. Publik mengetahui jika mereka -Elena dan Reza- menikah karena saling mencintai. Yang menjadi tong sampahnya selama ini hanya Nadya.
"Kak Lena,"
Suara ini, kenapa ia mendengarnya disini. Mendongakkan kepala, merasa terkejut melihat keberadaan adik iparnya disini.
"Boleh Vika gabung?"
"Nggak." cepat Elena menjawab pertanyaan Revika. Kursi di cafe ini masih banyak kenapa ia minta duduk disini? Lagipula dimana para bodyguard perempuan ini sampai berkeliaran disini sendirian.
"Vika... Pengin ngobrol sama Kakak." adik iparnya mengusap perut buncitnya. Jangan bilang Revika tengah ngidam?
"Ngobrol apa sih? Mau bilang kalau lo udah bahagia sama Galih?" Atau mau banggain anak haram lo itu? Beruntung Elena bisa mengontrol mulutnya. Dia masih punya hati walaupun sangat ingin memaki orang ini.
"Enggak...." Elena menatap datar adik iparnya. Bisa tidak sih ngomongnya biasa saja? Tidak perlu dibuat manja-manja seperti itu? Menggelikan. "Gue nggak mau, pergi atau gue yang pergi dari sini?" ia memberi ancaman.
"Jangan, Vika cuma pengin-"
"Yuk, Rat, gue udah nggak mood disini." tanpa peduli pada Revika ia beranjak darisana. Menggendong Calvin yang tidak terganggu oleh sekitar. Masih ada sedikit cake di tangan mungil balita itu.
"Kak Le-"
"Stop bersikap seolah kita kenal apalagi deket. Bagi gue lo itu cuma orang asing. Nggak usah muncul lagi dihadapan gue, gue muak!"
🍁🍁🍁
Pertengkaran kecil antara Revika dan Elena tadi jelas membuat Ratna melontarkan banyak pertanyaan. Menanyakan ini itu yang membuat kepala Elena panas. "Bukan urusan lo dan berhenti kepo sama hidup gue!" sentaknya meninggikan suara.
KAMU SEDANG MEMBACA
Not A Wrong Bride (#4 Wiratama's)
Romance[End] Gagal menikah, kehilangan kedua orangtuanya. Sebenarnya kesalahan apa yang telah ia perbuat sampai mendapat ujian bertubi-tubi? Tiba-tiba saja Reza datang, menawarkan sebuah pernikahan seolah hal itu hanyalah mainan. Saat ia berusaha menolak...