Kendra Gavian Sanjaya, putra sulung dari Galih dan Revika. Terlahir sempurna dengan wajah mirip ibunya. Cucu laki-laki pertama di keluarga Wiratama, terlebih anak dari si bungsu, wajar jika menjadi kesayangan bukan? Semua orang memanjakannya tanpa menengok kembali pada masa lalu.
Elena tidak merasa iri dengan kebahagiaan ini, malah tanpa sadar ia ikut tersenyum ketika melihat Reza mencoba berkomunikasi dengan baby Ken. Pria kaku itu mencoba terlihat ekspresif agar bayi mungil itu mau tertawa. Tanpa sadar khayalan menghampiri dirinya, memandang seolah Reza tengah bermain dengan anak mereka. Ia rasa kebahagiaannya akan lebih dari ini.
"Elena, sayang?"
Suara lembut keibuan menyapanya. Alina, ibu kandung Reza yang tak lain adalah mertuanya. Bahkan ingatannya samar tentang terakhir kali bertemu dengan ibu mertuanya ini, kapan terakhir kali ia bertemu dengan Alina?
"Apa kabar, Nak?" Alina tersenyum hangat. Ibu dari tiga anak ini mempunyai aura yang membuat nyaman. Pantas saja baby Krystal sangat lengket dengan Neneknya ini jika bertemu. "Kamu merasa bahagia?" Alina bertanya setelah menggiringnya ke ruangan lain.
Banyak ruangan di rumah ini hingga ia lupa untuk apa saja fungsinya. Menjadi tunangan Galih pun tidak membuatnya sering ke rumah ini hingga tahu seluk beluk rumah besar ini.
"Anak Mamah memperlakukan kamu dengan baik bukan?" Alina kembali bertanya. Harus menjawab apa Elena sekarang? Reza baik, pria itu bersikap baik padanya walau tidak dari awal. Anggukan lah yang ia berikan sebagai jawaban. Lidahnya terlalu kelu untuk sekedar mengeluarkan suara saat ini. "Maaf baru menanyakan sekarang. Juga... Meminta maaf atas kejadian lalu. Pertunangan-mu dengan Galih-- maafkan putri Tante."
Raut wajah Alina dipenuhi dengan penyesalan. Mertuanya ini terlihat tulus, membuatnya ingin sekali memeluk beliau. Ia jadi merindukan ibunya.
"Putri Mamah memang merusak kebahagiaan-ku." Elena berkata jujur. Seulas senyum terpatri di paras cantiknya. "Tapi putra Mamah membawa kebahagiaan lain untukku, bagaimana bisa aku marah sama Mamah?"
Senyuman Alina melebar, wanita itu semakin mengikis jarak keduanya kemudian memeluk Elena. Diusapnya belakang kepala Elena penuh kasih, sesekali memberikan kecupan dipipi menantunya ini. Rasanya dia mempunyai begitu banyak dosa pada perempuan ini. Seharusnya ia meminta maaf dari dulu, hanya saja dirinya pun perlu waktu untuk menghadap pada menantunya. Karena dia sendiri belum tentu siap jika Elena menolaknya.
"Mamah nggak pernah lupa sama jasa kamu dimasa lalu, seharusnya kamu mendapat kebahagiaan setelah itu. Mungkin kalau tanpa kamu, Helena masih berulah saat ini. Terimakasih sayang..."
Bantuan dari Elena dimasa lalu jelas tidak akan Alina lupakan. Elena hanyalah orang luar saat itu. Namun karena menyukai salah satu putranya, Elena sampai masuk kedalam konflik keluarganya. Nyawanya dipertaruhkan, karena jika Helena menyadari pengkhianatan Elena saat itu, mungkin Elena tidak ada dalam dekapannya sekarang.
"Mamah juga minta maaf atas kematian orangtua kamu, Mamah merasa jika hal itu adalah kesalahan keluarga ini. Maafkan kami, Elena..."
Hati Elena bergetar. Nafasnya mulai tidak beraturan dibarengi dengan air matanya yang berlomba-lomba keluar. Inikah yang ia butuhkan sejak dulu? Sebuah pengakuan, sebuah permintaan maaf. Dulu, ia menyalahkan keluarga ini atas kematian orangtuanya. Namun mendengar kalimat Alina barusan, ia merasa berbeda. Tidak ada lagi dendam, mungkin yang diinginkan olehnya sejak dulu adalah kesadaran keluarga ini.
"Pasti berat buat kamu, maafkan kami sayang...." Alina semakin mengeratkan pelukannya ketika isakan Elena terdengar. Tubuh menantunya bergetar hebat sekarang. "Tumpahkan semuanya, sayang. Mulai sekarang kamu harus berbagi beban-mu dengan Mamah ya?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Not A Wrong Bride (#4 Wiratama's)
Romansa[End] Gagal menikah, kehilangan kedua orangtuanya. Sebenarnya kesalahan apa yang telah ia perbuat sampai mendapat ujian bertubi-tubi? Tiba-tiba saja Reza datang, menawarkan sebuah pernikahan seolah hal itu hanyalah mainan. Saat ia berusaha menolak...