¤ 10 - Need You Here

2.5K 198 63
                                    

Nate duduk menghadap kanal sambil menikmati semilir angin sejuk. Hanya saja rasanya lebih dingin dari biasanya. Sudah dua hari ini Nate tidak bertemu Julian, rasanya Nate merindukannya lebih dari yang pernah ia rasakan. Namun, sejak ucapan Julian saat terakhir mereka bertemu, Nate merasa takut. Ia takut Julian menolaknya lagi.

"Jadi di sini tempat persembunyianmu?"

Nate mendongak dan melihat Julian menghampiri dengan setelan jas abu-abu. Rambutnya disisir ke belakang hingga memperlihatkan dahinya—dan tentu saja ketampanannya. Pria itu duduk di samping Nate dengan santai lalu ikut memandang ke arah kanal.

"Aku juga sering ke sini sendirian. Aku sering membayangkan duduk di sini bersamamu suatu hari nanti." Julian menoleh ke arah Nate dan menatapnya dengan lembut. "Sekarang hal itu benar-benar terjadi. Kau ada di sini, bersamaku, duduk di sisiku. Apa lagi yang lebih membahagiakan dari itu?"

Bibir Nate bergetar. "Lalu bagaimana dengan Sophie dan Rachel?"

"Aku tidak membutuhkan siapa-siapa lagi karena kehadiranmu sudah lebih dari cukup," kata Julian sambil mengusap wajah Nate dengan kedua tangannya. "Sepertinya kau kedinginan. Apa kau sedang kurang sehat?"

"Aku rindu," gumam Nate.

Julian melepas jas yang dikenakannya lalu menyampirkannya di bahu Nate. "Aku juga rindu."

Julian menggenggam tangan Nate lalu membiarkan Nate bersandar di bahunya.

"Apa sekarang kau percaya bahwa aku mencintaimu?" tanya Nate.

"Aku percaya tidak ada yang lebih mencintaiku selain kau," jawab Julian. "Kau juga tahu, selama ini hanya kau yang ada di hatiku. Tidak ada yang bisa menggantikan tempatmu, jadi jangan pernah takut kehilangan diriku."

Nate memejamkan matanya, menikmati belaian Julian di rambutnya. Rasanya hangat dan nyaman. Nate tersenyum karena akhirnya penantiannya terbayar.

"Kau sedang bermimpi indah?"

Nate membuka matanya. Senyum menghilang dari wajahnya saat melihat Marco berada tepat di hadapannya sambil membelai rambutnya. Astaga, rupanya Nate ketiduran di depan jendela ruang bermain. Ia segera menyingkirkan tangan Marco dari kepalanya lalu bangkit. Entah bagaimana jaket Marco juga sudah bertengger di bahunya.

"Maaf. Aku... angin membuatku mengantuk," ujar Nate gugup sambil mengembalikan jaket Marco.

"Tidak apa-apa. Kelihatannya kau memang kurang tidur," balas Marco sambil ikut bangkit. Ia memandang Nate. "Kau tidur sambil tersenyum tadi. Aku lebih suka melihatmu tersenyum seperti itu. Bisakah kau menyingkirkan hal-hal yang membuatmu sedih?"

Nate berdeham sambil melirik keluar jendela. "Langitnya mendung. Sepertinya akan turun hujan," gumamnya.

Marco ikut melihat keluar jendela sambil berkacak pinggang. "Ya. Aku akan mengantarmu pulang jika benar-benar hujan. Kau tahu, cuaca sedang aneh akhir-akhir ini. Semoga saja tidak terjadi hujan badai nanti."

Sementara itu, Julian masih berkutat di depan komputer di kantornya. Ia sedang memeriksa iklan yang akan dikerjakan oleh timnya minggu depan.

"Kau belum pulang, Stannard?" tanya salah seorang editor yang lewat di depan ruangannya menuju pantry.

"Sebentar lagi," jawab Julian tanpa melepaskan matanya dari layar komputer.

Julian sibuk menandai bagian-bagian yang harus diperbaiki. Ia sedang membuka laci mejanya ketika menyadari hujan sedang turun melalui jendela di belakangnya. Julian mengeluarkan sebuah map lalu menutup laci mejanya kembali.

Kelihatannya sebentar lagi hujan. Aku tidak punya payung, jadi lebih baik aku segera pulang.

Julian mengangkat kepalanya dari map lalu berpikir sebentar. Ia menoleh ke arah jam di tangannya. Pukul setengah enam sore. Apakah masih keburu? Julian bergegas mematikan komputer dan menyimpan mapnya kembali ke laci meja.

Because It's YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang