°⁵° l î m à

77.8K 7.5K 41
                                    

-------

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

-
-
-
-
-
-
-

BRAK

Pintu tua itu terbuka lebar saat mendapatkan satu tendangan dari bodyguard yang dibawa Darren.

Saat ini, para pria Narendra telah sampai di alamat yang telah dilacak oleh orang kepercayaan Darren.

Sesaat sebelumnya, Darren memang sudah memerintahkan orang kepercayaan nya untuk melacak lokasi bermodalkan plat taxi yang ia ingat.

Lokasi menunjukkan tempat yang begitu jauh, terletak di pinggiran kota dan kawasan kumuh.

Ini adalah kali pertama para pria Narendra menginjakkan kaki di tempat yang seperti ini. Terbiasa dengan kemewahan, menjadikan mereka asing dengan sesuatu semacam ini.

Sekeliling rumah sudah dikepung dari luar oleh Bodyguard dengan senjata yang mengacung, siap untuk menarik pelatuknya kapan saja.

Memasuki rumah tanpa suara, mereka mulai berpencar ke setiap sudut rumah. Isi rumah itu terlihat sangat berantakan, baju dan barang-barang tersebar dimana-mana menandakan orang yang menghuni sebelumnya sedang terburu-buru.

Masing-masing dari mereka sudah menggenggam apik satu buah senjata api. Ketiga anak nya sudah mahir dalam menggunakan senjata sejak memasuki usia sepuluh tahun, dan Darren tidak perlu khawatir untuk itu.

Gara sedikit berlutut, melihat beberapa tetes darah yang menetes di lantai putih. Namun, sebelum sempat menyentuh tetesan darah itu, atensi Gara langsung teralihkan saat mendengar panggilan keras salah satu bodyguard dari arah belakang rumah.

"MEREKA DISINI!,"

Dengan cepat mereka mengambil langkah ke sumber suara, luas rumah yang mungil memudahkan mereka untuk sampai dengan cepat.

Rupanya, kedua orang itu sedari tadi bersembunyi dibalik meja kayu yang terletak berjejer di sudut dapur. Mereka bisa saja kabur melalui pintu belakang rumah yang langsung menuju gang kecil, namun mereka segera mengurungkan niatnya saat melihat orang-orang berpawakan besar mengelilingi rumah nya dengan senjata yang terancung.

Mendengar teriakan keras itu, kedua nya sontak bangun dan berlari kencang menuju pintu belakang rumah. Tidak dipikirkan lagi bahwa puluhan senjata api siap kapan saja menembus kulit nya.

Tapi, tentu saja mereka tidak membiarkan hal itu terjadi. Dengan tangan yang sudah terlatih, Gara mengarahkan senjata api tepat di kaki kedua nya dan melesatkan dua timah panas yang kini sudah bersarang di kaki mereka dengan mudah nya.

"SIAL SIAL! SIALAN KALIAN," Lena tersungkur, menjerit penuh kesakitan saat merasakan panas yang menjalar di kaki nya.

Disamping nya, Haris, sang suami juga berteriak kesakitan diselingi kata kata makian.

Suara ketukan pantofel bergema diiringi jeritan kesakitan yang mengudara, nyanyian yang terdengar begitu indah di telinga Darren.

"Kau masih hidup, huh?," Suara tenang Darren terdengar sangat menakutkan. Siapapun tau bahwa Darren kini berada di puncak kemarahan.

"YA! Aku masih hidup!," Darren menatap bengis Lena yang kini malah terkekeh kesenangan seperti seseorang yang kehilangan kewarasan.

Dengan sisa tawa nya, Lena menatap jenaka Darren yang berdiri menjulang di hadapannya.

"Senang bertemu dengan mu kembali, Tuan," Lena menyapa dengan nada penuh ejekan.

"Saya memang sudah mencurigai mu bahkan di hari pertama kau berkerja,"
Darren berhenti tepat di hadapan Lena yang masih meringis. Menatap jijik wanita di hadapannya.

"Ya, dan yang bodoh nya, wanita itu  sangat mempercayai ku," Wanita yang dimaksud Lena adalah Kinan, mendiang istri Darren yang meninggal lima tahun yang lalu.

"Istri ku memang naif, bahkan ia tidak bisa mendeteksi iblis yang berada di sekitarnya,"

Lena terkekeh kesenangan "Bukanlah kau juga iblis, Tuan?,"

Darren yang mendengar itu hanya tersenyum miring. Diri nya memang iblis, dan ia tidak akan menampik hal itu.

"Kau benar, dan saat ini iblis di dalam diriku masih terkunci rapat. Kau akan menyesal jika dapat menemuinya,"

"Aku sangat tersanjung jika dapat menemuinya," Lena mendongak, tersenyum dingin menatap Darren yang berdiri menjulang dihadapannya. Lalu, tatapan Lena beralih ke belakang Darren dimana ketiga anak nya berada.

"Tuan muda? Ah, kalian sudah besar sekali," Lena menyapa, memberikan senyuman hangat yang penuh kepalsuan.

"Kasihan kalian, tidak lagi merasakan kasih sayang seorang ibu," Tersenyum prihatin, Lena lalu bersandar pada dinding di belakang nya. Ia tidak ingin orang-orang didepannya tau bahwa ia ketakutan setengah mati saat ini, jadi Lena mencoba terlihat santai sebisa mungkin.

"Tidak perlu bertele-tele sialan! Katakan, dimana anak bungsu ku berada?!,"

Lena terkekeh senang mendengar itu "Anak bungsu mu? Anak bungsu mu sudah mati! SUDAH MATI!,"

DOR

DOR

"Aaak!," Teriakan kesakitan itu kembali mengudara kala Darren melesatkan dua tembakan sekaligus ke arah bahu kanan Lena.

"Katakan dengan jelas, dimana keberadaan anak ku sekarang!,"

"SUDAH KUBILANG, SIALAN! IA SUDAH MATI! IA SEDANG MERENGGANG NYAWA BAHKAN SEBELUM KALIAN DATANG KEMARI!," Lena tertawa kencang bagaikan orang yang kehilangan kewarasan. Tak memperdulikan lagi luka-luka di tubuhnya, yang terpenting saat ini adalah ia puas saat melihat kehancuran keluarga Narendra.

"Cari anak bungsu ku, SEKARANG!," Perintah Darren mutlak, semua bergegas termasuk adik serta ketiga anak nya yang kini sudah berpencar untuk mencari.

Tawa Lena seketika terhenti kala leher nya merasakan cekikan yang begitu menyakitkan. Dihadapan nya kini, bukanlah Darren yang dingin, namun, Darren dalam mode pembunuh. Tatapan mata nya yang kosong seakan tidak takut untuk membunuh siapapun saat ini.

"Ka-kau tau? Ak-u adal-ah dalang diba-lik pembu-nuh-han it-u,"

"Aku tau itu," Tanpa ada sedikitpun ekspresi, ia semakin mengeratkan cekikannya. Lena berusaha melepaskan cekikan itu saat paru-paru nya merasakan himpitan yang begitu menyakitkan.

"Pergilah ke neraka, jalang,"
Tepat sebelum Lena sampai di depan pintu kematiannya, cekikan itu tiba-tiba terlepas begitu saja. Dengan cepat ia berusaha meraup oksigen yang tadi sempat tidak bisa ia hirup.

Masih dengan nafas yang terputus-putus, ia melihat Nuka berada di rengkuhan anak tertua Darren yang berjalan ke luar rumah.

Anak itu sudah dalam keadaan tidak sadar, dan Lena berharap agar anak itu sudah mati.

"Bawa mereka berdua ke markas. Jangan ada yang menyentuhnya, sebelum aku sendiri yang mengirimnya ke neraka," Perintah mutlak Darren yang segera di lakukan oleh para bawahanya.

"Baik Tuan,"

927 words
Dated: 1 - 09 - 2021

Arnuka's LifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang