TaqabbalAllahu minna wa minkum guys🤍
-
-
-
-
-
-
-Hari-hari Kavian terasa berat ia rasakan. Bukan karena menemani Nuka bermain, membacakan dongeng, ataupun menonton episode kartun yang berulang. Sungguh, Kavi senang jika itu bersama Nuka.
Namun, alasan mengapa ia mimpi buruk seminggu penuh selama tinggal disini adalah keempat lelaki yang merupakan saudara kandung si tuan kecilnya.
Jika bedekatan dengan Nuka ataupun sekadar berbicara berdua, sudah dipastikan ia mendapat delikan tajam ataupun geraman kemarahan. Entah itu dari si sulung, ataupun adik-adiknya.
Kavi tertekan.
Ia ingat seminggu yang lalu saat mendapat reaksi yang berbeda dari ketiga abangnya yang lain sesaat setelah menyadari bahwa Kavian telah selesai dari pelatihannya.
Gara yang menatap tajam, lalu melengos begitu saja. Begitu juga Nath yang memberikan tatapan penuh peringatan sesaat sebelum berlalu pergi, namun, berbeda dengan Arbani yang menatap tak peduli, lalu kembali sibuk.
Keadaan semakin memburuk kala Nuka sendiri yang ingin berdekatan dengannya. Kavi senang, namun juga tertekan di waktu yang bersamaan.
Seperti yang terjadi saat ini. Kavi merinding kala merasakan kengerian karena merasa ditatap begitu tajam, Kavi memundurkan wajahnya menjauhi si mungil, mencoba sebaik mungkin untuk meminimalisir kemungkinan buruk yang akan terjadi.
Namun, sepertinya Nuka tak mengerti. Ia malah menarik kembali wajah Kavian untuk kembali mendekat, tak peduli geraman tertahan di sekitarnya.
"Kavi jangan jauh-jauh, adek belum pasang tikel pololo," Nuka merengek, lalu mencoba memasang stiker di area yang masih bisa di tempeli. 80% wajah Kavi sudah dipenuhi oleh stiker, meskipun begitu, ia pasrah dengan keadaannya.
"Umm.." Nuka mengetuk dagunya dengan jari, berpikir "Kavi mau Lilakuma atau powelpuup..?"
Tanpa menunggu jawaban Kavi, ia sudah melepaskan salah satu stiker dari perekat "Okee ultlamen.."
Kavi menghela nafas, sungguh ia tak apa jika wajahnya di perlakukan seperti apapun oleh Nuka. Namun, ia lagi-lagi dibuat ngeri oleh para monster yang masih asik melemparkan tatapan tajamnya.
Saat ini, mereka berada di ruang keluarga, Nuka dan Kavi duduk anteng di atas karpet, lalu, keempat lelaki berbeda usia itu duduk di atas sofa dari berbagai arah, mengawasinya.
Rasanya, Kavi ingin pingsan saja."Selesai!" Nuka tertawa riang, helaan nafas lega terdengar jelas dari Kavian, begitu juga keempat abangnya yang juga ikut merasa lega
KAMU SEDANG MEMBACA
Arnuka's Life
Teen FictionUsia nya memang baru menginjak tahun ke lima, namun, siapa sangka bahwa ia sudah harus mencicipi bagaimana kehidupan yang keras. Tubuh ringkih nya yang penuh dengan lebam serta bekas cambukan. Padahal, hanya tubuh ini yang ia miliki untuk tempat ber...