°²° d ú ä

72K 7.5K 308
                                    

-------

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

-
-
-
-
-
-
-

Arnuka Pradipta N.

Di usia nya yang masih sangat belia, ia harus bisa hidup dengan kedua kaki nya sendiri. Tanpa ada tumpuan. Tanpa ada penopang.

Hanya tubuh ringkih nya yang ia miliki sebagai tempat berlindung untuk raga nya yang lelah.

Disaat anak kecil lain dilimpahkan kasih sayang oleh keluarganya, diberikan gizi serta pendidikan yang baik. Maka, Nuka tidak pernah sekalipun mendapatkan itu semua.

Orang tua nya tidak pernah mengajarkan tentang apapun. Mereka melewatkan pertumbuhan periode emas nya, masa periode yang terpenting untuk anak seusia Nuka.

Beruntungnya, Nuka adalah anak yang cerdas. Ia memahami perkataan orang lain karena mengingat dengan baik segala kosa kata yang terucap disekitar nya.

Di usia nya yang baru menginjak tahun kelima, ia sudah harus bisa mengerjakkan segala pekerjaan. Mulai dari membereskan rumah, merawat tanaman sang ibu, melakukan segala jenis pekerjaan rumah. Bahkan ia sesekali menjual koran di lampu merah yang diambil nya dari pengepul. Yang nanti uang hasil upah penjualannya akan diberikan semua nya untuk kedua orang tua nya.

Tidak ada rasa benci terbesit di hati Nuka. Hati nya bagaikan kertas kosong, yang masih murni bersih tanpa ada nya noda sekecil pun. Namun, rasa iri sesekali hinggap di dalam hati nya. Ia juga ingin seperti Roni yang diajarkan naik sepeda oleh sang ayah, ia ingin bermain di taman seperti Satya dengan orang tuanya ataupun hanya sekadar bergandeng tangan dengan sang ibu seperti anak-anak yang lain.

Ia ingin kasih sayang. Ia ingin diperhatikan. Ia ingin memiliki tempat berlindung.

Namun, Nuka dengan cepat menyadarkan diri nya.

Ia anak nakal, dan anak sial. Anak seperti nya tidak pantas untuk menerima segala bentuk kasih sayang seperti itu.

Perkataan-perkataan orang tua nya yang semacam itu selalu terpatri jelas di dalam ingatannya.

Menatap tangan kecil nya yang memerah, Nuka meringis 'Tangan Nuka sakit sekali, baju ayah dan ibu tellalu banyak,'

Netra nya menatap bak cucian di hadapannya. Akhirnya, semua nya sudah Nuka cuci. Jadi pekerjaan rumah nya hari ini tersisa menyapu dan mengepel lantai satu dan dua. Baru setelah itu ia dapat mengisirahatkan tubuh nya di kamar kecil miliknya yang terletak dibawah tangga.

"Nuka!," Suara keras sang ibu memanggil Nuka yang masih menatap kedua tangan mungil nya yang memerah. Dengan sigap, ia bangun dan beranjak menghampiri sang ibu yang ada di ruang tengah rumah nya.
Disana terdapat ibu nya yang duduk di atas sofa, sedangkan ayah nya memijat pelan bahu ibu dibelakang nya.

"Kamu ikut saya untuk pergi ke mall," Nuka mengerjap pelan, tak mengerti maksud perkataan ibu nya.

"Dasar anak bodoh! Gitu aja ga ngerti! Sekarang kamu siap-siap, tenaga kamu saya butuhkan untuk bawa belanjaan saya," Nuka mengangguk mengerti. Tenaga miliknya dibutuhkan seperti biasa.

Arnuka's LifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang