Welcome Home

13.1K 473 11
                                    

Matahari bahkan masih terlelap di peraduan, namun Aina sudah sibuk dengan berbagai barang bawaan yang akan dibawanya pulang. Jam masih menunjukkan pukul setengah lima pagi dan dia sudah selesai berkemas. Udara dingin dan pekatnya malam tak mengurangi antusiasmenya. Dia mengambil cuti selama seminggu dan hari ini dia akan pulang.

Waktu berlalu begitu cepat. Tak terasa sebulan sudah terlewati dan lusa adalah hari yang bersejarah untuk kehidupan adiknya. Pernikahan. Sebelumnya, adiknya itu memang sempat mengkhawatirkannya dan enggan menikah jika Aina belum menikah. Namun setelah berdiskusi dan mendapat pencerahan dari banyak orang, pernikahan ini akhirnya terlaksana juga. Adiknya juga sempat meminta izin secara pribadi untuk menikah mendahuluinya. Dan jelas saja Aina mengizinkan. Dia tidak ingin menunda kebahagiaan adiknya yang sudah siap untuk menikah hanya karena menunggu dirinya yang entah kapan akan menikah.

Selesai melaksanakan sholat subuh dan memastikan bahwa segala yang dibutuhkannya sudah tertata rapi dalam tas, dia pun bergegas meninggalkan kamar kosnya dan masuk ke dalam taksi yang sebelumnya telah dia pesan. 

Setengah jam kemudian, taksi berhenti di depan terminal. Buru-buru dia pindahkan barang bawaannya dari taksi ke bus yang sudah terparkir tak jauh darinya dibantu pak supir. Setelah semua barangnya masuk dalam bagasi, dia segera masuk ke dalam bus. Tentu setelah membayar ongkos taksinya dan tak lupa berterima kasih pada supir taksi.

Dia duduk di baris ketiga sebelah kanan, mengeluarkan ponsel dari dalam saku jaketnya dan memasang earphone di telinganya.

Hanya menunggu kurang lebih lima belas menit sebelum akhirnya bus perlahan bergerak meninggalkan terminal.

//

Berada di bus selama enam jam benar-benar melelahkan. Namun, semuanya terbayar dengan segala keindahan dan ketenangan yang disajikan tanah kelahirannya. Udara bersih, sawah yang luas terhampar bak permadani hijau yang menyejukkan mata, pepohonan rindang yang menghiasi tepi jalan serta sungai dengan air jernih yang mengalir tenang.

Aina memang tidak terlahir dari keluarga kaya. Dia berasal dari keluarga sederhana yang tinggal di pedesaan. Namun, karena kecerdasannya, dia berhasil mendapatkan beasiswa untuk melanjutkan pendidikan di kota dan mendapat pekerjaan disana. Hanya setahun sekali dia bisa mengunjungi daerah asalnya saat libur hari raya.

Dan dia tidak akan menyia-nyiakan momen langka ini untuk menghabiskan waktu bersama keluarga. Apalagi adiknya sebentar lagi menikah dan pasti akan ikut dengan suaminya. Tentu mereka akan lebih jarang bertemu.

Terik matahari terasa menyengat saat Aina menapakkan kakinya di pelataran rumah. Setelah perjalanan panjang yang menguras tenaga, dia akhirnya sampai di tempat tujuan pada tengah hari. Rumahnya terlihat berbeda sekarang. Di halamannya telah terpasang tenda lengkap dengan dekorasi pelaminan. Hanya saja belum ada kursi-kursi dan meja untuk para tamu. Suasananya juga lebih ramai dari biasanya. Banyak orang yang berlalu lalang di sekitar rumah.

Di depan pintu, terlihat Bunda menyambutnya dengan senyuman. Setelah mengucapkan salam dan mengecup tangan sang ibunda, dia pun meneruskan langkah memasuki rumah. Mengabsen satu persatu keluarganya. Ada ayahnya, adik laki-lakinya, paman dan bibinya, sepupu-sepupunya. Ternyata banyak saudara jauh yang juga sudah berkumpul disini.

“Mana calon pengantinnya?” tanyanya saat memasuki kamar sang adik dan tak menjumpai siapapun didalamnya.

“Adikmu masih di luar mengurus beberapa keperluan. Kau istirahatlah dulu. Pasti lelah setelah perjalanan jauh. Bunda mau membantu menyiapkan makan siang untuk yang rewang dulu.” jawab Bundanya kemudian berlalu ke arah dapur.

Aina melangkah memasuki kamar yang telah lama dia tinggalkan. Merebahkan diri di pembaringan dan menatap langit-langit kamarnya yang berlatar gelap dihiasi titik-titik kecil putih serupa langit malam bertabur bintang. Semua masih sama seperti dulu. Hanya hidupnya saja yang sudah berubah.

Dunia yang kejam ini telah merubah banyak hal darinya. Peristiwa demi peristiwa yang terjadi di masa lalu berputar bak film di kepalanya. Tangis tawa dan air mata yang pernah dia lalui. Rasa sakitnya, hari-hari buruknya, hal-hal yang terpendam jauh di dalam lubuk hatinya tanpa diketahui siapapun. Semua kenangan itu menghantarkannya menuju alam mimpi.

***

Jangan Sentuh Saya, Dokter! [PINDAH KE GOODNOVEL]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang