[18+] Childhood Friend

12.5K 218 0
                                    

Dipta mengayunkan langkah dengan tergesa di sepanjang koridor. Kakinya semakin berayun cepat saat dirinya melirik jam di tangan dan dia tahu telah terlambat lima belas menit. Setelah melewati koridor ruang rawat inap, Dipta membelokkan langkah memasuki  koridor bangsal anak dan berlari kecil menuju gedung kesehatan jiwa. Saat jaraknya dengan ruangannya hanya beberapa meter, dia mendengar suara seseorang yang memanggilnya.

"Dok!"

Dipta menoleh. Ternyata Karin.

"Di mana pasiennya?" tanya Dipta saat Karin sudah berdiri di hadapannya.

"Di ruangan dokter."

"Baiklah." Mereka kemudian melanjutkan langkah.

Sepanjang perjalanan yang hanya beberapa meter itu, Dipta bertanya-tanya dalam hati, siapakah gerangan pasien yang mendadak harus dia temui itu?

Pintu terbuka. Seorang lelaki tua dengan uban yang menutupi seluruh kepalanya sedang duduk di sofa bersama gadis muda yang kira-kira masih SMA bertubuh kurus, menoleh serempak ke arahnya. Mereka dengan cepat bangkit dari duduk saat melihat Dipta masuk. Si lelaki tua itu berjalan mendekati Dipta sembari mengulurkan tangan.

"Dok," sapa lelaki itu.

Dipta menjabat tangannya sambil tersenyum sopan. Setelah itu, dia melemparkan pandangan ke arah gadis yang tengah menunduk sambil memainkan ujung roknya.

"Silakan duduk dulu, Pak." Lelaki tadi kembali ke kursinya, sementara Dipta berlalu menuju mejanya terlebih dahulu, mengambil jas dokternya kemudian bergegas mengenakannya, lalu meraih buku note dan bolpoin di meja sebelum bergabung dengan dua orang tamunya di sofa.

"Selamat siang. Saya dokter Alvin, dokter yang bertugas di bangsal Psikosomatik. Sebelum memulai sesi konsultasi, bisa saya tahu dulu, nama Bapak dan Adik."

Sang bapak menjawab, "Saya Burhan, Dok. Ini anak saya, Cindy."

"Baik, Pak Burhan. Ada yang bisa saya bantu?"

"Begini, Dok, saya ke sini untuk memeriksakan kondisi anak saya. Awalnya, beberapa waktu yang lalu Cindy muntah-muntah. Setiap kali makan pasti dia muntah. Karena mamanya khawatir, jadi kami membawanya ke rumah sakit. Tapi dokternya bilang Cindy tidak sakit apa-apa. Alasan dia muntah-muntah itu ternyata karena disengaja. Dia tidak mau makan. Saya tidak tau penyebabnya, tapi setelah pulang dari rumah sakit pun dia tetap tidak mau makan sampai berhari-hari hingga berat badannya turun drastis. Bahkan dua hari yang lalu dia pingsan di sekolah. Dokter yang merawatnya merekomendasikan saya untuk membawanya ke sini."

Dipta memperhatikan gadis yang sedari tadi menunduk itu dengan seksama. Gadis itu memang terlalu kurus untuk ukuran perempuan seusianya. "Apakah perilaku tidak mau makannya itu baru berlangsung beberapa hari atau sudah lama, Pak?"

"Cindy memang susah makan sudah lama. Tapi kalau yang muntah-muntah dan sama sekali tidak mau makan baru akhir bulan ini, Dok. Sekitar dua mingguan. Saya juga tidak tau kenapa, Dok. Padahal dulu dia suka sekali makan. Apa saja dia makan. Tapi sekarang, malah begitu." Pak Burhan menunduk sedih.

Dipta mengalihkan perhatiannya kepada gadis yang duduk di hadapannya.

"Cindy, kalau saya boleh tau, apa yang membuat kamu tidak mau makan?"

Sesaat, gadis itu seperti enggan bicara. Namun, setelah Dipta meyakinkannya sekali lagi, dia akhirnya membuka suara.

"Teman-teman di sekolah selalu mengejekku gendut, Dok. Aku tidak suka. Makanya aku mengikuti diet ketat seperti yang artis-artis Korea lakukan. Aku udah susah payah diet, tapi temanku bilang, kalo udah gendut nggak bakal bisa kurus meskipun diet, makanya aku nggak makan aja."

Jangan Sentuh Saya, Dokter! [PINDAH KE GOODNOVEL]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang