Sister's Wedding

10.5K 453 13
                                    

Setelah melalui dua hari yang sibuk, hari istimewa ini akhirnya tiba. Disana, di depan meja rias dalam kamar bernuansa biru langit, adiknya yang mengenakan kebaya pengantin berwarna putih sedang duduk di kelilingi beberapa perias yang sibuk mendandaninya. Rasa gugup tak dapat disembunyikan meski dari tadi wajahnya selalu mengulaskan senyum. Bukankah memang itu yang dirasakan setiap calon pengantin di hari pernikahannya? Gugup, tegang, takut, namun bahagia.

Aina masuk ke kamar adiknya. Duduk di tepi ranjang memandang haru perempuan yang sebentar lagi akan menjadi seorang istri itu. Iva memang lebih muda 4 tahun dari Aina. Namun, jika ditanya siapa yang lebih dewasa, Aina akan dengan mantap menjawab Iva jauh lebih dewasa darinya. Jadi wajar jika Iva menikah lebih dulu. Dia sudah memiliki sifat keibuan dari dulu. Lagi pula, Iva bukan menikah di bawah umur. Usianya sekarang sudah 21 tahun. Dia sudah layak menikah. Tapi apapun itu, tetap saja Aina masih tidak menyangka kalau hari ini adiknya benar-benar akan menikah.

Adik kecilnya, yang dulu selalu berebut apapun dengannya. Makanan, mainan, bahkan perhatian orang tua pun mereka selalu berebut. Adik yang dulu selalu menemaninya belanja, pergi berburu jajanan bersama, bercerita tentang kisah cinta masing-masing sebelum tidur dan saling menenangkan jika salah satunya sedang patah hati. Adik yang selalu dimarahinya, namun dia justru marah jika ada orang lain yang memarahi adiknya. Kini adiknya itu sudah menjadi wanita dewasa dan akan pergi meninggalkan keluarganya, mengabdikan diri sebagai seorang istri kepada laki-laki yang dicintainya.

“Mbak.. kenapa melamun?” tanya Iva ketika melihat pandangan kakaknya menerawang.

“Ah, tidak apa-apa. Bagaimana perasaanmu sekarang? Gugupkah?” Aina balik bertanya.

“Yah, sedikit.. Aku harap Dewa akan mengucapkan ijab kabul dengan lancar nanti.”

“Apa kau bahagia?” Iva menoleh mendengar pertanyaan kakaknya.

“Tentu saja,” jawabnya cepat.

  “Semua wanita akan bahagia saat akan menikah. Kau juga pasti akan merasakannya suatu saat nanti.” Iva menatap kakaknya sambil tersenyum.

Sedangkan Aina hanya diam mendengar jawaban sang adik. Benarkah? Benarkah Aina akan merasakannya suatu saat nanti? Sayangnya dia tidak ingin merasakannya.

//

Akad nikah berjalan lancar dan khidmat. Aina bahkan sempat meneteskan air mata saat akhirnya para saksi meneriakkan kata ‘Sah’. Senyum bahagia senantiasa menghiasi wajah kedua pengantin. Akhirnya, mulai sekarang adiknya resmi menyandang status istri.

Acara dilanjutkan dengan beberapa prosesi adat. Setelah semua prosesi adat selesai dilakukan, mempelai pengantin dihantar naik ke pelaminan untuk menyambut para tamu yang hadir.

Aina berdiri di depan menjadi pagar ayu sekaligus penyambut tamu. Seperti yang sudah ia duga, beberapa kerabat yang mengenalnya akan menanyakan hal yang sangat tidak ingin dia dengar, ‘Kapan nyusul?’. Entahlah. Mungkin menurut mereka, tidak ada hal lain yang bisa ditanyakan selain pertanyaan menyebalkan itu.

Apa tidak bisa bertanya ‘Bagaimana kabarmu’ atau yang semacamnya? Apa keadaanku tidak lebih penting dari kapan aku akan menikah? Gerutunya dalam hati sedangkan wajahnya hanya menampilkan senyum sebagai jawaban.

***

Jangan Sentuh Saya, Dokter! [PINDAH KE GOODNOVEL]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang