Who is She?

7.5K 418 13
                                    

-Dipta's POV-

"Dipta, kapan kamu mau menikah? Sudah hampir kepala tiga, masa pacar saja belum punya?" Tanya Mama yang entah sejak kapan sudah masuk ke ruang kerjaku.

Ku tutup beberapa berkas pasien di tangan sebelum menanggapi pertanyaan wanita yang 29 tahun lalu melahirkanku ini.

"Mama kan tau Dipta belum memikirkan itu."

"Terus kapan kamu memikirkan itu?!" Sambung Mama cepat. Nada bicaranya sudah naik beberapa tingkat. Waah gawat. Buru-buru aku menenangkannya dengan berkata,

"Iya Ma, segera." Namun, sepertinya gagal karena Mama kembali menceracau.

"Semua teman Mama sudah punya cucu, masa kamu bahkan belum ngasih Mama menantu? Mama juga pengen punya menantu dan cucu dari kamu, Dipta!"

"Kalau Mama mau minta cucu, harusnya ke kakak yang jelas-jelas sudah menikah. Masa ke Dipta yang punya pacar saja belum," Jawabku menimpali permintaan Mama yang tak masuk akal.

"Hust sembarangan! Kamu tau sendiri bagaimana perjuangan kakakmu untuk mendapatkan anak." Mama memelankan suaranya seakan takut Kakak mendengar ucapannya. Padahal kakakku tidak tinggal di rumah ini.

"Iya, Dipta tau." Aku jelas lebih dari tau bagaimana lelahnya kakakku bolak-balik ke rumah sakit, melakukan berbagai macam prosedur terapi demi memberikan anak untuk suaminya.

"Maka dari itu, segeralah menikah dan berikan Mama cucu," Ujar Mama kembali ke topik awal. Ya Tuhan, mamaku ini.

"Kan Dipta harus cari calon dulu, Ma."

"Mama sudah punya calon," Jawab mamaku bersemangat.

"Siapa?" Tanyaku penasaran.

"Perempuan anak teman Mama yang waktu itu ketemu saat kita ke rumahnya sehari setelah adiknya menikah. Namanya Aina. Kamu ingat? Mama ingin kamu menikah dengannya." Aku memutar otak berusaha mengingatnya. Ah, wanita itu.

"Oh dia. Dipta pikir dia bukanlah tipe wanita yang akan mau dijodoh-jodohkan," Ucapku sambil mengingat betapa dinginnya tatapan wanita itu padaku.

"Ya itu tugas kamu untuk mendapatkan hatinya. Pokoknya Mama ingin kamu menikah dengan Aina. Perempuan cantik, berpendidikan, dan yang paling penting dia sangat sopan. Zaman sekarang sudah jarang wanita yang masih menjaga tata krama. Mama rasa dia akan menjadi menantu idaman mama."

"Ma, tidak baik mengidamkan sesuatu yang belum tentu jadi kenyataan," Tegurku.

"Ya makanya kamu usaha biar jadi kenyataan!" Sergah Mama.

"Baiklah, Ma. Keinginan Mama adalah perintah untukku." Aku mengalah. Tak ada gunanya juga membantah Mama.

"Nah, begitu dong. Kamu memang anak yang berbakti. Bersiaplah. Kita akan melamar Aina dua hari lagi."

"Apa?"

***

Jangan Sentuh Saya, Dokter! [PINDAH KE GOODNOVEL]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang