Jarum pendek jam masih menunjuk angka empat namun Dipta sudah membuka mata. Dia memang terbiasa bangun pagi tanpa bantuan alarm. Diliriknya Aina yang masih tertidur pulas--karena kelelahan, dengan piyama tidur satin berwarna ungu. Rambutnya yang hitam panjang tergerai berantakan dan sebagian menutupi wajah cantiknya. Bahkan beberapa helai ada yang masuk ke mulutnya yang setengah terbuka. Satu tangan berada di bawah kepala sedangkan kakinya terbuka lebar.
Dipta menggeleng pelan sambil menahan senyum melihat posisi tidur Aina yang sama sekali tidak elegan. Meski begitu, Aina tetap terlihat cantik. Terlebih lagi jika diam begini, dia terlihat seperti gadis polos yang lugu dan manis. Sama sekali tidak tampak wajah galak dan sikap dingin yang biasa dia tunjukkan saat bersama Dipta.
Lenguhan Aina membuat Dipta kaget, takut tertangkap basah sedang memperhatikannya. Jika wanita itu tau Dipta yakin dia akan mengamuk. Dengan perlahan karena takut membangunkan Aina dia beranjak dari ranjang menuju kamar mandi. Dia ingin mengambil wudhu dan shalat malam. Memohon kebaikan dan keberkahan untuk pernikahan mereka. Setelah adzan subuh barulah Dipta membangunkan Aina.
"Eunghh.." Aina hanya melenguh tanpa membuka mata. Dengan sabar Dipta menyentuh bahu Aina dan menggoyangkannya pelan.
"Aina, bangun. Sudah subuh. Ayo kita sholat. Setelah itu mandi dan bersiaplah. Kita punya banyak kegiatan hari ini."
Aina membuka mata dengan tidak rela. Namun mengingat hari ini adalah resepsi pernikahan mereka, maka mau tidak mau dia harus segera bangun supaya punya waktu yang cukup untuk bersiap. Aina mengambil wudhu lalu menggelar sajadah di belakang Dipta. Meski dia enggan mengakui Dipta sebagai suami apalagi melayani lelaki itu, dia tak pernah menolak jika diajak beribadah bersama. Namun, tentu saja takkan ada adegan cium tangan setelah salam. Aina tidak akan mau melakukan itu. Cukup sekali dia harus mencium tangan Dipta setelah akad nikah kemarin. Dia tak akan pernah melakukannya lagi.
//
Beberapa prosesi adat telah selesai dilakukan. Kini, Aina sedang berada dalam ruangan khusus yang digunakan sebagai kamar ganti. Hari sudah mulai beranjak siang, saat dia mengganti kebaya tradisional yang dikenakannya dengan gaun pernikahan modern mewah berwarna putih bertabur permata dan hiasan payet cantik di bagian dada dan bawah gaunnya. (Lihat Multimedia)
Dipta pun tak kalah menawan dengan setelan Tuxedo putih formal yang mewah. Sangat serasi dengan Aina. Mereka seperti raja dan ratu saat berjalan beriringan melewati red carpet menuju pelaminan dengan lengan saling terpaut. Mereka lalu menempati singgasana yang sudah dipersiapkan, kemudian mulai menyalami satu persatu tamu yang hadir yang sebagian besar adalah teman lama, kenalan dan rekan kerja mereka.
Memang, berita pernikahan Aina ini cukup membuat kaget banyak orang. Terutama teman-teman yang tau seberapa gigihnya Aina untuk menolak menikah. Bahkan teman-teman yang reuni tahun lalu saja kaget saat menerima undangan pernikahan Aina. Mereka masih ingat seberapa keukeuhnya Aina saat berkata dia tidak akan menikah, lalu di tahun berikutnya mereka menerima undangan pernikahan.
Memang takdir bisa sangat tak terduga. Semisterius itu. Hanya Tuhan yang tau apa saja yang akan terjadi di kemudian hari. Termasuk nasib pernikahan ini, hanya Tuhan juga yang tau.
Aina tersenyum masam saat teman-temannya naik ke pelaminan dan menghampirinya, mengucapkan selamat dengan mata memicing dan raut wajah seakan ingin mengintrogasinya. Dalam arti yang tidak sebenarnya tentu saja.
"Aina, apa yang terjadi dalam satu tahun ini?" Tanya Dewi setengah berbisik. Takut terdengar Dipta mungkin.
"Benar-benar mengejutkan melihatmu berdiri disini dengan gaun pengantin hari ini." Amel menanggapi dengan gelengan kepala, mendramatisir suasana.
Ningsih menyahut dengan lebih drama lagi, "Aku bahkan hampir menangis saat menerima undangan pernikahanmu. Tak kusangka kau mendahuluiku."
"Tentu saja. Kau sudah pacaran sepuluh tahun tapi sampai detik ini belum menikah juga. Sedangkan Aina, dia bahkan tidak butuh pacaran untuk bisa menyelenggarakan pernikahan semewah ini," sindir Dewi dengan maksud becanda. Namun, melihat wajah Ningsih yang berubah murung, dia tau telah salah berbicara.
"Sudah, sudah. Kalian mau menyalamiku atau mengintrogasiku? Cepat turun. Tidakkah kalian lihat antrian mengular di belakang sana?" Usir Aina dengan candaan untuk menetralkan atmosfer yang tiba-tiba tidak enak.
"Baiklah. Sekali lagi selamat untuk pernikahan kalian, Aina dan suami." Fira yang sedari tadi diam akhirnya mewakili teman-temannya berpamitan. Senyum manis Aina mengiringi kepergian mereka.
Pesta dilanjutkan dengan pemotongan kue pernikahan, pelemparan buket bunga dan berbagai hiburan lainnya hingga malam hari.
//
"Kenapa semua orang begitu ingin menikah? Padahal menikah sangat melelahkan," keluh Aina saat merebahkan diri di atas tempat tidur king size dalam kamar pengantin mereka. Pesta telah berakhir beberapa jam yang lalu. Kini, saatnya mereka mengistirahatkan tubuh yang begitu penat setelah seharian berdiri menjaga senyum di depan ribuan pasang mata.
Dipta menarik sudut bibir mendengar penuturan Aina. Sampai saat ini dia masih heran kenapa Aina benci sekali dengan pernikahan.
"Menikah memang melelahkan, tapi juga menyenangkan." Dia menghadapkan wajah ke arah Aina yang terbaring di sampingnya.
"Menyenangkan jika kau menikah dengan orang yang kau inginkan." Jawaban Aina membuat Dipta tertegun. Tanpa disadari, ada sedikit denyut nyeri yang terasa di hatinya mendengar perkataan istrinya itu.
"Saya ingin tidur sekarang. Anda jangan macam-macam dan jangan melewati batas ini." Aina menunjuk bantal yang melintang di antara mereka, lalu berbalik membelakangi suaminya.
Lagi-lagi Dipta hanya bisa tersenyum. "Tidurlah. Saya juga sangat lelah hingga tak sempat berfikir untuk mengganggumu," ucapnya kemudian membaringkan tubuh menghadap punggung Aina. Cukup dengan menatap punggung sang istri dia bisa tertidur lelap malam ini.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Jangan Sentuh Saya, Dokter! [PINDAH KE GOODNOVEL]
RomanceWarning : 18+ (Beberapa part berisi konten dewasa. Bijaklah dalam memilih bacaan) SEBAGIAN BESAR PART TELAH DIHAPUS. PINDAH KE GOODNOVEL UNTUK BACA SELENGKAPNYA. * Tak pernah terlintas di benak Aina Zavira bahwa dia akan menikah, apalagi dengan laki...