First Night

18.2K 431 17
                                    

-Dipta's POV-

Aku menarik nafas untuk menetralkan detak jantungku setelah mengucapkan akad nikah tadi. Syukurlah, aku tidak melakukan kesalahan. Beberapa saat setelah ijab kabul aku menoleh ke arah tangga mengikuti tatapan mata orang-orang dan menemukan dia. Wanita dengan baju pengantin putih yang serasi dengan setelan yang ku gunakan sekarang sedang berjalan pelan ke arahku diiringi dua wanita cantik.

Oh sial. Detak jantungku kembali berpacu. Apa-apaan ini?

Wanita itu, aku tidak menyangka bahwa dia adalah wanita yang sama dengan yang beberapa waktu lalu menolakku. Mengapa hari ini dia begitu cantik? Maksudku, biasanya dia juga cantik. Namun, hari ini dia sangat sangat cantik.

Dan, dia terlihat agak berbeda. Tak ada ekspresi wajah galak, atau tatapan sinis maupun kata-kata yang menusuk. Benar-benar cantik dan anggun. Ternyata dia jauh lebih cantik saat menjadi wanita pendiam seperti ini.

Hanya beberapa langkah jarak diantara kami saat iris kecoklatan itu bertemu tatap denganku. Ah, sekarang aku yakin bahwa dia adalah Aina. Sorot mata itu masih sama dengan yang kemarin. Sinis dan dingin. Apa dia kesal padaku? Ahaha aku sungguh ingin tertawa sekarang. Mungkin hari-hariku kedepan hanya akan ku gunakan untuk mengerjainya. Entah sejak kapan wajah kesal Aina seakan menjadi candu bagiku.

Dia duduk di sampingku dengan tenang. Lalu mengulurkan tangan dengan tidak ikhlas saat penghulu menyuruhnya mencium tanganku untuk pertama kali setelah kami sah menjadi suami istri. Tentu saja segera kusambut uluran tangannya dengan antusias. Dia menatapku tidak suka seraya menempelkan bibirnya yang lembut ke punggung tanganku. God! Betapa lembut dan kenyalnya benda itu. Aku tak sabar untuk memagutnya dan mencicipi rasanya.

Oh, hentikan pikiran kotormu itu jika kau tidak ingin tersiksa tinggal bersamanya. Batinku mengingatkan.

Hanya sesaat dia mencium tanganku, sedangkan aku membalasnya dengan mengecup keningnya lama.

Entah berapa lama, aku pun tak tau. Yang jelas suara penghulu yang menggodaku membuatku sadar dan menjauhkan wajah dari wanita yang menjadi istriku ini.

Aku tak tau apa yang begitu istimewa dari wanita galak sepertinya, tapi yang jelas aku sangat bahagia bisa menikah dengan Aina.

//

Segera setelah akad nikah selesai, pasangan pengantin baru itu digiring meninggalkan masjid menuju hotel tempat mereka melangsungkan resepsi esok hari. Iring-iringan itu menggunakan setidaknya empat mobil utama. Yang paling depan mobil pengantin, lalu setelahnya ada mobil untuk keluarga Aina, keluarga Dipta dan terakhir mobil yang khusus digunakan untuk membawa mahar, hantaran dan sejenisnya.

Entah bagaimana caranya kedua orang tua mereka menyiapkan segala sesuatunya hanya dalam kurun waktu tiga minggu. Bukankah persiapan pernikahan normalnya memakan waktu sampai berbulan-bulan?

Sesampainya di hotel, Aina dan Dipta segera menuju kamar yang sudah disiapkan untuk mereka. Mulai nanti sore akan ada serangkaian acara pengantar sebelum resepsi dan mereka harus menyiapkan tenaga. Aina berjalan menyusuri lorong menuju kamar mereka dengan agak terburu-buru, sedangkan Dipta berjalan santai di belakang dengan tangan dimasukkan ke saku celana. Menambah karisma laki-laki tampan tersebut.

Sesampainya di dalam kamar, Aina segera memasuki kamar mandi dan mengunci diri disana. Mana mungkin dia mau berada dalam satu kamar bersama orang asing. Aina merutuki nasib sial yang menimpanya.

Kenapa aku mau menikah dengan dia? Bagaimana hidupku sekarang? Apa dia benar-benar akan mematuhi semua persyaratan yang aku ajukan? Bagaimana jika dia melanggar? Bagaimana jika laki-laki itu memaksaku untuk melayaninya? Bagaimana jika... Batin Aina memikirkan berbagai kemungkinan buruk yang terjadi.

Tanpa sadar air matanya mengalir membasahi pipi yang sehalus porselen itu.

"Aina, mau sampai kapan kamu di dalam? Saya juga ingin mandi." Suara Dipta yang setengah berteriak dari luar kamar mandi menyadarkan Aina. Segera dihapusnya air mata yang masih menggenang di sudut matanya lalu perlahan membuka pintu.

"Masuklah," Ujarnya datar tanpa memandang Dipta yang berdiri di depan pintu.

Aina melihat tas di samping meja rias. Seingatnya tadi dia tidak membawanya ke kamar. Mungkin seseorang mengantarkannya masuk saat dia di dalam kamar mandi tadi.

Dia duduk di depan cermin. Lalu segera dibukanya tas itu dan mengambil make up remover serta kapas dan mulai membersihkan make up tebal yang sedari tadi membuatnya risih. Setelah wajahnya kembali bernafas, dia naik ke atas ranjang lalu merebahkan diri di sisi kanan dekat nakas. Tubuhnya juga butuh istirahat, kan?

Masih ada sekitar satu setengah jam untuknya tidur sebelum bersiap menyambut acara berikutnya.

Dipta keluar dari kamar mandi dalam keadaan segar dan agak terkejut saat Aina sudah terlelap masih menggunakan kebaya pengantin. Ingin rasanya dia bangunkan dan menyuruh Aina berganti baju lebih dulu sebelum tidur. Namun, melihat wajah damai istrinya yang terlelap, dia menjadi tidak tega. Akhirnya Dipta ikut naik ke atas ranjang dan merebahkan diri di samping Aina.

Tak butuh lama bagi Dipta untuk menunggu rasa kantuk menyerang. Kini, matanya mulai terasa berat dan perlahan terpejam.

//

Serangkaian acara yang dimulai dari sore hingga malam hari itu berjalan lancar. Setelah makan malam bersama keluarga besar di restoran hotel, Aina dan Dipta kembali ke kamar mereka untuk beristirahat. Mereka harus menyiapkan diri untuk menjalani serangkaian prosesi adat besok pagi, dilanjutkan dengan berdiri di pelaminan menyambut para tamu yang menghadiri resepsi mereka.

Aina masuk kamar lebih dulu dan langsung merebahkan diri di ranjang.

"Bersihkan diri dan ganti bajumu terlebih dahulu sebelum tidur." Dipta mengingatkan.

"Saya belum ingin tidur," jawab Aina sambil memejamkan mata, berbanding terbalik dengan pernyataannya.

"Ganti baju dulu. Nanti kamu ketiduran seperti tadi siang." Mendengar ucapan Dipta, Aina bangkit dari rebahannya.

"Diam!" Bentak Aina tak senang. "Saya bisa mengurus diri saya sendiri, anda juga urus saja diri anda sendiri," lanjutnya dengan nada dingin sambil kembali membaringkan tubuh ke ranjang.

Dipta hanya bisa menghela nafas. Kelihatannya, malam pertama mereka tak akan berjalan seperti yang dia harapkan.

***

Jangan Sentuh Saya, Dokter! [PINDAH KE GOODNOVEL]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang