Family Meeting

6.5K 352 5
                                    

Hanya tiga hari setelah lebaran, pertemuan keluarga itu akhirnya dilaksanakan mengingat Aina hanya mendapat libur sampai H+5 lebaran.

Suasana di rumah Aina cukup ramai sekarang. Karena selain keluarganya, di ruang tamu itu juga telah hadir keluarga dari laki-laki yang melamarnya. Memang acara itu tidak dirayakan secara besar-besaran. Hanya keluarga inti saja yang hadir. Rencananya, pertemuan keluarga ini untuk menentukan tanggal pernikahan sekaligus mengikat kedua insan ini dengan ikatan pertunangan.

Oh sial! Mendengarnya saja sudah membuat Aina muak.

Setelah perbincangan ringan yang mencairkan suasana, acara dibuka dengan perkenalan keluarga pria yang dipimpin oleh ayah laki-laki bernama Dipta itu, kemudian dilanjutkan dengan mengutarakan niatnya meminang Aina.

Kini giliran Ayah Aina yang berbicara. Dia memperkenalkan anggota keluarganya satu persatu sebelum menjawab pinangan pihak laki-laki. Saat ayahnya akan berkata bahwa dia menerima lamaran itu, tiba-tiba Aina yang sedari tadi diam dan menunduk memotong ucapan ayahnya.

"Tidak. Saya tidak mau," Ucap Aina lantang sambil mengangkat wajahnya yang sebelumnya menunduk. Sontak, semua orang dalam ruangan itu kaget bukan main.

"Aina, apa yang kamu katakan?!" Hardik ayahnya sambil menatapnya tajam.

"Aina tidak mau menikah dengannya, Yah. Aina tidak akan menikah. Tidak dengannya atau dengan siapapun," Tegasnya lagi tanpa sedikitpun rasa takut.

"Aina, bukankah kita sudah membicarakan hal ini sebelumnya?" Ucap bunda yang duduk di sampingnya sambil berusaha menenangkannya.

"Aku tidak ingin menikah. Aku tidak ingin menikah dengan siapapun. Tidakkah kalian mengerti perkataanku?!" Aina berdiri dengan kobaran amarah dalam tatapannya yang menusuk.

"Aina! Jaga sikapmu! Ayah tidak pernah mengajarkanmu bersikap kurang ajar seperti ini!" hardik Ayahnya tak kalah emosi, ikut bangkit dari duduk menatap tajam putri sulungnya. Wajahnya memerah karena amarah sekaligus malu dihadapan calon besannya.

"Selama ini aku selalu berusaha untuk tidak meminta apapun dari ayah. Aku selalu belajar dengan giat supaya bisa terus mendapat beasiswa bahkan sampai S2-ku. Saat aku begitu ingin ke Korea, aku bekerja untuk membiayai kursusku dan mencari beasiswa agar bisa ke Korea tanpa meminta uang pada ayah. Disaat teman-temanku bisa dengan mudah bekerja di perusahaan ayahnya, aku susah payah melamar kesana kemari supaya tidak merepotkan ayah. Aku selalu berusaha untuk menjadi mandiri supaya ayah tidak terbebani. Tidak bisakah kali ini ayah mengabulkan keinginanku? Aku hanya tidak ingin menikah. Apakah itu sangat sulit untuk diwujudkan?" Aina terduduk lemas setelah mengeluarkan semua beban yang dipendamnya selama ini.

Ayahnya terdiam kehilangan kata-kata. Perlahan ikut duduk namun tidak berniat mengatakan apapun. Begitupun dengan yang lain. Tak ada yang berani membuka suara. Keheningan yang terasa begitu mencekam itu pecah oleh suara bariton seseorang yang sedari tadi menatap penuh tanya pada Aina.

"Aina, bisakah kita bicara sebentar?" Tanya Dipta memecah keheningan.

Aina mendongak menatap sinis pada sumber suara. Ke arah seseorang yang memanggilnya. Dia menghembuskan nafas kasar kemudian berdiri dan berkata, "Ikut saya."

Dipta berdiri dan melangkah mengikuti Aina yang sudah berjalan keluar rumah.

***

Jangan Sentuh Saya, Dokter! [PINDAH KE GOODNOVEL]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang