Part 9

2.2K 171 2
                                    

P.s : Bacanya sambil dengerin lagu kekasih bayangan dari cakra khan yaa
.
.
.
.
.
.
.
"Jadi kamu mau ngomong apa Re?" Ucap Galen pelan.

Saat ini ia dan Reiga sedang berada di taman dekat Fakultas seni. Ia langsung bergegas menemui Reiga saat pemuda manis itu menghubunginya tadi.

"K-kak eumm aku mau minta tolong" Ujarnya gugup.

Padahal sebelumnya ia sudah sangat yakin akan meminta tolong Galen untuk membatalkan perjodohan mereka. Tapi mendengar suara lembut Galen membuat Reiga ragu.

"Sebelum itu aku mau nanya gimana tanggapan kakak soal perjodohan kita?" Reiga berucap seraya menunduk dan memainkan jarinya gugup.

"Kamu mau kakak jujur? Honestly, I Love you when I first saw you. Dan kakak gak masalah sama perjodohan ini" Jawaban tak terduga dari Galen membuat Reiga dengan cepat mendongak.

"K-kak"

"Tapi kakak tau kamu keberatan dengan perjodohan ini. Jadi kakak gak akan maksa kamu. Kamu tenang aja, di pertemuan keluarga nanti kakak bakal usaha batalin ini semua" Ucap Galen dengan senyum tulus yang membuat rasa bersalah menyerang Reiga.

"I'm so sorry kak" Reiga berucap lirih dengan mata yang berkaca-kaca.

"No, you don't have to feel sorry about anything. I love you and this is my choices to let you go" Galen mengusak rambut Reiga gemas.

Tring....

Suara ponsel menyadarkan dua insan itu. Reiga dengan cepat mengambil ponselnya dari dalam tas.

Reiga tersenyum saat melihat kekasihnya mengirim pesan yang mengatakan ia sudah menunggu pemuda manis itu di parkiran Falkultas seni.

"K-kak aku harus pergi, kak Jeno udah nunggu" Ucapnya tidak enak.

"Hm.. Sana udah di tunggu kan" Setelah mendengar jawaban Galen, Reiga langsung beranjak pergi meninggalkan Galen yang tersenyum miris.

"Gue ngerasa jadi selingkuhan aja" Ucapnya lirih.

***

Brak...

Brug..

Pintu yang di banting dan suara tas yang di lempar membuat tidur pemuda dengan tinggi tidak wajar untuk orang normal itu terganggu.

"Lo napa lagi elah gue ngantuk anjing" Umpatnya kesal.

"Bacot lo bang" Sahut balik si pelaku keributan di kamar itu.

"Lagian lo ngapain di kamar gue sat, kamar lo kena bom apa gimana?" lanjut si pemilik kamar dengan nada sarkas.

"Ac gue rusak jadi gerah banget" Oknum yang tadinya tertidur itu kini sudah terduduk dengan rambut acak acakan, baju kaos yang kusut dan celana boxer sebagai pelengkap penampilan kumuh orang tersebut.

"Tampilan lo kek gembel dah bang" Pemilik kamar yang tak lain dan tak bukan adalah Galen berujar menghina.

"Gunjing aja terus diriku, belum aja ku lelepin dirimu di kolam" Balas orang itu.

"Lagian lo ngapain sih pulang pulang ngamuk macam singa. Ada masalah lagi?" Ucap orang yang merupakan kakak dari Galen itu.

"Bang gue mau cerit-"

"Kalo udah gini pasti sesi curhat tentang Reiga nih gak mungkin salah gue" Potong William.

"Dengerin dulu elah" ucap Galen sengit.

"Iya ini gue dengerin" Sahut William malas.

"Gue bingung bang, gue pengen bantuin dia batalin perjodohan kita tapi gue gak bisa. Terlalu sulit buat gue lepasin dia" Galen mengacak rambutnya frustasi. Jika saja ia tidak mencintai Reiga pada pandangan pertama semua tidak akan sesulit sekarang.

"Lo sesayang itu sama dia" Tanya William serius, ia tau seberapa frustasinya sang adik yang baru mengenal cinta itu.

"Udah di taraf cinta gila sih bang" Sahut Galen lemas.

"Lo cuma perlu ikutin kata hati lo aja. Coba lo pikir kalo misal perjodohan dilanjutin apa lo bakal bahagia? Saat lo sendiri tau kalo Reiga itu gak cinta sama lo. Dan sebaliknya kalo lo batalin perjodohan apa lo bakal sanggup lepasin dia? Nah disini lo dipaksa buat dewasa Gal. Gue juga gak bisa ngasih saran lebih karna ini sepenuhnya keputusan lo. Yang bisa gue kasih tau sih lo harus mikirin semua dengan matang biar lo gak nyesel nanti. Tuhan udah ngukir garis takdir buat lo Gal, sekalipun lo berusaha lepas Reiga kalo emang jodoh yang gak bakal bisa. Benang merah di kelingking kalian yang bakal nyatuin lo berdua"

Ini yang Galen sukai ketika berbagi cerita dengan sang kakak. Meskipun William terkadang terlihat ceroboh, kekanakan dan sering bercanda tapi bagi Galen, William adalah sosok kakak ideal yang di harapkan semua orang.

"Lo emang paling bisa nenangin gue bang"

"Makanya sujud syukur lo punya abang kaya gue" Ucapan sombong William membuat Galen langsung ber ekspresi datar. Ia tarik semua pujian untuk abangnya itu.

"Btw lo tau gak bang, sahabatnya Reiga ternyata suka sama Jeno "

"Lah bahaya tuh bisa terjadi perang dunia ketiga kalo cara maennya kek gitu" Ucap William dengan gurauannya.

"Tapi bang, dari yang gue liat sahabat Reiga keknya milih lepas Jeno deh. Dia malah udah keliatan yakin gitu, dari yang gue liat dia nempatin Reiga di urutan prioritas sih"

"Nah lo contoh noh dia. Dia aja rela lepasin Gal, kata gue kalo jodoh mah gak bakal kemana" Ucap William.

"Gue coba deh, gue juga udah rencana bantu Rriga buat batalin perjodohan ini"

"Bagus deh, gue tau adek gue udah dewasa" Ujar William sambil memandang Galen dengan raut bangga yang selalu pemuda itu tampilkan kala sang adik berbuat hal yang menurutnya bijaksana.

Thanks bang, gue beruntung punya lo - Batin Galen penuh syukur.

***

"Ck ngapain sih mereka disini juga" Ujar Haldis lemas. Pemuda itu mengaduk aduk milkshake coklat miliknya dengan brutal.

"Ini tempat umum kalo lo lupa" Ujar Ezra yang duduk di hadapannya saat ini.

"Ya kan tetep aja dari sekian banyak kafe di Jakarta mengapa Kak Madha sama cabe lampu merah itu harus ke kafe ini coba" Ujarnya dramatis namun masih dengan suara yang agak pelan.

"Kalo sakit jangan di liat njirr ribet amat. Lagian lo bego banget udah tau dia normal plus gak suka sama lo malah masih aja lo kejar. Lo tau udah berapa kotak bekel lo yang akhirnya ada di tempat sampah?" Omel Ezra panjang lebar.

Haldis tidak melawan, ia tau ia bodoh. Tapi hatinya tidak bisa berhenti, ia selalu percaya bahwa Madha akan mencintainya juga nanti.

"Gue gak bisa berhenti " Ucap Haldis pelan bahkan seakan berbisik.

"Bisa gak lo lebih sayang diri lo Hal? Gue capek liat lo gini. Di belakang lo banyak yang nunggu dan sayang lo tapi lo malah fokus ngejar si Anjing itu" Ucapnya dengan nada sarkas.

"Zra sorry" Ucap Haldis pelan.

Ia mengerti apa yang di maksud Ezra. Sahabatnya itu mencintainya lebih dari yang ia pikirkan. Tapi Haldis tak bisa, sangat sulit untuknya membuka hati untuk orang lain.

"No i'm okay, i just want you to love yourself and stop being stupid for that fucking guy" Ezra berujar seraya bangkit dari duduknya.

"Ayo balik, gue anter" Pemuda itu lebih dulu keluar meninggalkan Haldis yang masih memandang dua insan di pojok kafe itu.

"Hah.... Bagus lo udah nyakitin sahabat lo lagi Hal" Ucapnya sebelum bangkit dan menyusul Ezra keluar kafe.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
TBC

Besok olim tapi malah buka wattpad, siapa lagi kalau bukan aku ckckck.

Btw makin kesini aku ngerasa makin dikit yang minta book ini kenapa yaa? 🙃

Aku curhat dikit deh, kemarin dengan randomnya diriku mikir hal yang aneh dan keterusan mikir alur book. Pengennya buat book itu tapi book ini belum beres gimana dong. Mana belakangan ini lagi hectic banget urusan sekolah aku. Jadi dilema deh.

Destiny Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang