Part 32

2.7K 168 4
                                    

Madha sesekali menoleh pada Haldis yang duduk di sampingnya. Keduanya sedang dalam perjalanan menuju rumah pemuda manis itu setelah Haldis mendapat panggilan dari ayahnya.

Haldis menghela nafas berat dengan tubuh yang bersandar pada sandaran mobil dan lengan yang menutupi wajahnya.

"Papa kamu masih maksa buat jodohin kamu?" Tanya Madha retoris.

"Hm" Balas Haldis tanpa mengubah posisi tubuhnya.

Madha ikut menghela nafas dan kembali fokus untuk menyetir.

"Kenapa gak bilang kamu udah punya pacar?" Tanya Madha pelan. Haldis menggeser lengan dari wajahnya dan melirik pada Madha.

"Gak ada pacar" Ucap Haldis singkat. Pemuda itu sebenarnya malas harus pulang berdua dengan kakak tingkatnya itu.

Mendengar jawaban dari Haldis, Madha menoleh dengan cepat. Seakan sadar sedang menyetir, Madha kembali berusaha fokus dengan wajah yang menahan senyum.

"Bukannya sama Sean Sean itu?" Tanyanya.

Haldis berdecak pelan dan mulai memainkan ponselnya.

"Sean pacaran sama Sakha, sepupu gue" Ucapnya santai.

Madha yang mengetahui itu tak bisa lagi menahan senyum. Akhirnya hal yang membuatnya ketakutan dan cemas sudah jelas sekarang. Haldisnya tidak memiliki hubungan dengan Sean.

Tak terasa, mobil Madha saat ini telah tiba halaman rumah besar milik Haldis. Dapat mereka lihat di sana juga sudah ada 1 mobil mewah yang Haldis tebak milik keluarga orang yang ingin dijodohkan dengannya.

"Thanks" Ucap Haldis lalu turun dari mobil Madha.

Madha menghela nafas, Haldis benar-benar datar sejak tadi. Entah itu karena masalah perjodohan atau karena dirinya, ia pun tidak tahu. Madha memutuskan untuk ikut masuk ke dalam rumah Haldis.

Haldis yang tiba di ruang keluarga rumahnya memasang wajah datar saat melihat sepasang suami istri beserta satu anak perempuannya disana. Tidak lupa ada ayahnya yang paling ia benci juga disana, untuk ibunya Haldis tidak peduli tentang keberadaan wanita itu karena wanita itu juga belum tentu peduli padanya.

"Oh sudah datang rupanya, Ini anak saya pak dia sekarang masih kuliah. Haldis sini" Ucap Ayahnya dengan nada memerintah.

Haldis masih bergeming, sampai Madha ikut masuk dan melihat pemuda itu masih enggan buka suara.

"Berapa saham yang anda berikan untuk perjodohan ini?" Tanya Haldis sambil terkekeh. Pemuda itu tanpa takut menoleh pada rekan kerja ayahnya itu.

"Haldis!!" Nada peringatan dari ayahnya tidak di gubris oleh Haldis.

Pemuda itu malah menatap meneliti pada perempuan satu satunya disana. Perempuan itu menatapnya berbinar dan sesekali mencuri panda ke belakang tubuhnya. Haldis menoleh ke belakang dan melihat Madha disana, mengabaikan rasa terkejutnya Haldis kembali terkekeh.

"Kenapa? Naksir sama dia?" Tanyanya dingin.

"Nak Haldis mari kita bicarakan perjodohan ini baik baik" Ucap pria paruh baya di samping perempuan itu.

"Saya menolak" Haldis berujar dengan tegas.

"Kamu!!"

"Saya menolak jadi jika anda ingin memutuskan kerja sama dengan ayah saya, saya tidak keberatan" Lanjutnya dengan lantang.

Dapat pemuda itu lihat ayahnya sudah memerah menahan amarah dan seringai kecilpun muncul di wajah Haldis.

"Mohon maaf atas ketidaknyamanannya, mari bicarakan ini lagi lain kali. Saya pastikan perjodohannya tidak batal" Ucap Ayah Haldis pada dua orang di depannya.

Destiny Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang