Dengan tas dalam gendongannya Nara keluar dari dalam kamar miliknya. Dapat ia lihat di ruang tengah kontrakan sederhana miliknya sudah banyak teman-temannya berkumpul untuk mengantar keberangkatan pemuda itu.
"Gue harus berangkat sekarang biar gak kemaleman nyampe bandung" Ucapnya yang di angguki oleh mereka semua.
Reiga berdiri dan memeluk sahabatnya itu dengan erat.
"Lo jangan pikirin apapun ya Na, bilang juga sama keluarga lo kalo lo lagi liburan biar mereka gak khawatir" Ucapnya pelan yang dibalas anggukan oleh Nara.
"Yaudah gue sama Jeje berangkat dulu. Kalo Reiga mau nginep di tempat kak Galen inget kunci kontrakan" Ucapnya sebelum benar-benar keluar dan masuk ke dalam mobil milik Jendral.
"Jadi kita mulai selidiki dari mana?" Tanya Haldis sesaat setelah Nara pergi.
"Gue mau cek cctv dulu, siapa tau keliatan gimana kejadiannya" Ucap Ezra.
"Jivan juga bilang pacarnya bisa nge hack kan? Kali aja ada yang ngehapus video di cctvnya. Gue tau Letha gak mungkin se gegabah itu buat gak ngehapus rekamannya" Lanjut Galen yang di angguki oleh mereka semua.
"Eum, kak Madha tau gak kak Jeno kemana? Kok gak pernah ikut kita?" Tanya Jivan dengan ragu. Ia tau dari Haldis bahwa teman manisnya itu juga mencintai Jeno dan itu membuatnya merasa bersalah dulu sempat menuji hubungan Jeno Reiga di depan Nara.
"Gue juga gak tau, setau gue Jeno sama Nara udah baikan. Gak tau deh dia percaya omongan Letha kayanya" Ucap Madha sambil menyenderkan tubuhnya pada sandaran sofa.
"Kita gak usah fokus ke dia dulu, mending kita urusin masalah Nara dulu" Ucap Galen.
"Bener kata kak Galen, gue gak tahan liat Nara di pojokin di base kampus. Pengen gue acak-acak yang pegang tu akun" Dengan sedikit berapi Reiga berujar.
Memang benar sejak masalah ini terjadi, entah siapa orang yang membawa masalah ini ke base kampus sehingga banyak yang menyerang Nara di postingan tersebut. Seketika base kampus berubah menjadi akun gosip.
"Ntar gue urus, biar postingannya di td" Ucap Ezra. Ia tidak membenarkan jika base kampus di pergunakan untuk menyebar postingan yang bisa memancing rumor yang menyudutkan satu orang, apalagi jika kasusnya sama sekali belum jelas seperti ini.
Hening menyelimuti mereka untuk beberapa saat, hingga suara ponsel Haldis membuatnya menjadi pusat perhatian.
Melihat nama si penelepon membuat Haldis berdecak. Dengan sedikit malas ia mengangkat panggilan tersebut.
"Kenapa?" Ucapnya datar, tanpa salam atau kalimat pembuka lainnya.
"Pulang, calon istri kamu disini" Balsan dari seberang dengan nada memerintah.
"Saya gak-"
"Saya bisa buat temen miskin kamu dikeluarkan dari kampus Haldis" Seseorang di seberang sana memberi ancaman ketika Haldis ingin menolak perintahnya.
"Fine!" Dengan kalimat itu Haldis menutup panggilan telepon tersebut.
"Gue harus balik, bokap nyariin" Ucapnya sambil melihat pada semua temannya.
Dan di tempat duduknya Madha melihat dengan khawatir.
"Yaudah ayo balik" Ezra beranjak untuk mengantarkan sahabat manisnya itu, namun seseorang menahannya.
"Gue yang anter" Ucapan Madha dengan nada santai menimbulkan decakan dari Haldis.
"Saya bareng Ezra" Tolak pemuda itu dengan tegas.
"Ezra bisa selidiki masalah Nara bareng Galen dulu, kamu pulang bareng kakak Hal"
"Iya Hal, lo bareng bang Madha aja. Gue sama Ezra mau nyelidikin ini dulu semakin cepet makin bagus" Sahutan dari Galen membuat Haldis mau tidak mau menerima tawaran dari Madha.
"Ayo cepet" Haldis beranjak lebih dulu meninggalkan Madha yang tersenyum kecil.
Cutie bear
***
Nara sejak tadi hanya memperhatikan jalanan di sekitarnya. Beberapa kali pemuda itu terlihat menghela nafas.
"Jangan terlalu dipikirin Na, lo gak salah jadi lo pasti gak bakal di keluarin" Ucap Jendral membuyarkan lamunan Nara.
"Kalo lo mau gue bisa bantuin Na, lo bisa kuliah tanpa beasiswa disana. Mama papa pasti gak keberatan nyekolahin lo" Lanjutnya. Nara menoleh cepat pada sepupunya itu.
"Lo apa apaan sih Je, gue kan udah bilang gak usah dari dulu. Keluarga lo udah banyak bantu keluarga gue pas krisis. Lagian gue gak mikirin masalah itu" Ucap Nara dengan nada sedikit kesal.
"Oke sorry kalo omongan gue nyinggung lo. Trus kalo bukan karna masalah itu lo mikirin apa Na? Lo gak bisa bohongin gue, gue tau lo lagi mikirin sesuatu"
"Gue cuma mikirin Jeno" Ucap Nara lesu, dan tanpa sadar ia mengucapkan nama dari pujaan hatinya padahal sebelumnya ia berusaha agar Jendral tidak tahu nama pemuda itu.
"Dafandra Jeno Lavana?" Pertanyaan dari Jendral membuat Nara membeku. Pemuda itu baru sadar dia mengatakan nama Jeno.
Sial, gue keceplosan - Umpatnya.
"I-iya, gue mikirin mantannya Rere" Ucap Nara gugup dan berusaha untuk tidak peduli darimana Jendral tahu nama lengkap Jeno.
Sekalipun Jendral dan Jeno tidak saling kenal Nara hanya tidak ingin Jendral mencari Jeno untuk memperingati pemuda itu, ia hapal betul perangai sepupunya itu.
Nara tidak tahu saja kalau keduanya adalah sahabat lama.
"Kenapa lagi dia?" Jendral berujar tenang dan ikut berpura-pura tidak tahu siapa itu Jeno.
"Dia kayanya percaya kalo gue yang dorong cewek itu" Ucap Nara pelan. Pemuda itu melihat sendiri bagaimana Jeno langsung pergi ketika dirinya baru saja keluar dari ruang rektorat.
"Trus lo mau dia gimana? Bukannya dia emang gitu? Cowok yang pikirannya cetek dan gak pernah mau dengerin penjelasan orang" Ucap Jendral dengan nada yang cukup santai tapi Nara tahu sepupunya sedang emosi.
Gue gak tau lo se brengsek ini Jen - batin pemuda tampan itu.
Sejak awal Nara menceritakan masalah mereka, Jendral sebenarnya sudah sangat emosi tapi ia berusaha menekan emosinya agar Nara tidak merasa semakin kalut. Ia hanya tidak bisa mentolerir Jeno yang seenaknya memukul Nara tanpa mendengar penjelasan pemuda itu.
Tidak ada sahutan dari Nara membuat Jendral menoleh.
"Lo masih berharap sama dia?" Tanyanya.
"Bohong kalo gue bilang enggak Je, gak semudah itu buat lupain perasaan gue. Saat Kak Jeno sama Reiga putus perasaan ingin memiliki dalam diri gue makin tumbuh Je, gue berusaha buat nepis perasaan itu karna gue tau gue sama dia itu jauh banget dan gak bakal bisa bareng" Nara menjeda ucapannya sejenak.
"Seberapa keraspun gue yakinin diri bahwa kak Jeno itu masih suka sama Rere, hati gue gak pernah berhenti buat berharap Je. Gue gak pernah jatuh cinta, dan sekarang gue jadi nyesel setelah kenal sama perasaan ini" Nara mendengus dengan mata yang berkaca-kaca.
Ia tidaklah cengeng, tapi masalah yang menghantamnya tanpa henti membuat batinnya rapuh. Ia benci menjadi cengeng, Nara benci menangis.
"Gue gak bisa maksa lo Na, tapi buat sekarang lupain bajingan itu dulu dan tenangin diri lo. Jangan bikin keluarga lo khawatir Na" Ucap Jendral pada akhirnya dan diangguki oleh Nara.
Lo harus gue kasih pelajaran Jen, sekalipun lo sahabat lama gue tetep aja lo udah bikin sepupu kesayangan gue sakit.
Jendral telah bertekad dia akan menemui Jeno dan memberi balasan yang setimpas atas luka yang di terima Nara.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
TBCSetiap pengen update penyakit mager selalu menyerangku gaess, jadi mohon maklum kalo updatenya gak teratur.
KAMU SEDANG MEMBACA
Destiny
FanfictionNara dan Reiga itu sahabat dekat, mereka punya banyak banget kesamaan sampe suka pun sama orang yang sama. Tapi, takdir mereka tetaplah berbeda