Part 26

2K 151 2
                                    

Suasana di sebuah kafe ibukota cukup ramai saat ini. Namun berbeda dengan 3 orang yang ada di suatu bangku di cafe tersebut. Sunyi, bahkan suara nafas mereka dapat terdengar bersahutan.

"Maaf" Seorang pemuda yang paling kecil membuat suara pertama.

Sementara pemuda yang duduk di depan pemuda paling kecil itu hanya diam, menatap tajam dua orang di depannya.

"Maaf lo gak bisa ngubah semua" Ujarnya dingin.

Dipandangnya pria jangkung di samping pemuda mungil itu.

"Puas udah ngambil pacar gue?" Ujarnya dengan senyum mengejek yang di balas senyum sayu oleh Galen.

Benar, 3 orang di sana adalah Reiga, Galen, dan Jeno. Setelah Galen memohon kepada Jeno akhirnya pemuda itu setuju untuk bertemu walau masih dengan aura permusuhan yang kental. Sebenarnya ada Ezra juga yang menemani Jeno namun pemuda itu memilih menunggu di luar kafe, enggan untuk ikut campur.

"Gue tau kalo gue salah Jen, tapi setidaknya lo dengerin dulu penjelasan Rere" Pinta Galen lemah.

Pemuda itu tahu bagaimana watak Jeno, meskipun mereka tidak terlalu dekat tapi Galen buakanlah orang yang apatis dan tidak memperhatikan orang sekitarnya.

"10 menit dan gue bakal cabut" Ucapan dingin dari Jeno membuat Reiga menghela nafas lega.

Pemuda manis itu sudah membujuk Jeno selama 2 minggu tapi selalu gagal. Jika bukan karena ingin menjelasakan bahwa Nara tidak bersalah dalam masalah mereka, ia tidak akan repot repot melakukan itu.

Tanpa menunggu lama, Reiga langsung menjelaskan semua permasalahan yang berakar dari dirinya itu.

"Sebenernya yang jadi selingkuhan gue itu lo kak, bukan kak Galen" Ucap Reiga.

"Gue cabut" Ujar Jeno singkat sambil langsung berdiri dari duduknya.

Reiga memandang Jeno bingung, dia salah omong kah?

Sementara Galen menepuk jidatnya pelan, susah susah bujuk buat jelasin ke Jeno, tunangannya malah jadi bodoh seketika.

"Duduk dulu Jen, abaiin Rere yang lagi mode IQ jongkok" Ucapan Galen menerima delikan dari Reiga. Namun sebelum pemuda manis itu protes padanya ia langsung membuka suara.

"Jadi sebelum lo sama Reiga pacaran, gue sama dia udah di jodohin bahkan udah tunangan. Jadi basically lo yang jadi selingkuhan Reiga" Galen menjeda ucapannya sebentar untuk melihat reaksi Jeno. Melihat temannya tidak merespon dan hanya duduk ia memutuskan untuk melanjutkan.

"Tapi gue gak masalah tentang itu, gue seneng asal Rere seneng. Dan perlu lo tau kalo Rere emang beneran suka sama lo, bahkan dia udah semangat banget buat berjuang demi kalian. Rere biasanya bakal nerima semua keputusan keluarganya, nurut kaya anjing yang di iket pemiliknya. Tapi sejak kenal lo dia punya tekad buat bahagia sama lo. Lo orang pertama selain Nara yang sayang banget sama Rere, walaupun gue juga sih cuma Rere aja yang gak notice aduhh.. " Galen mengaduh ketika dia menerima cubitan maut dari tunangannya itu.

"Fokus kak" Ucapnya tajam.

"Gue butuh bukti" Jeno memandang dua orang di depannya dengan pandangan yang sedikit melunak.

"Bentar, nah ini chat gue sama bokapnya Rere. Dan bisa lo liat sendiri chat itu dari sebelum lo sama Rere jadian dan disana gue sama bokapnya Rere bahas masalah acara tunangan kita" Galen menyodorkan ponselnya yang berisi percakapan dirinya dengan ayah Reiga.

Untungnya pemuda itu jarang atau lebih tepatnya malas untuk menghapus pesan pesan di ponselnya, jadi di situasi seperti ini kemalasannya membawa hikmah. Kesipulannya setiap hal membawa hikmah, bahkan kemalasan sekalipun.

"Sekarang lo udah percaya kak?" Reiga memandang Jeno sendu.

Bohong jika ia tidak sedih, bohong juga jika ia mengatakan sudah melupakan Jeno sepenuhnya. Melupakan itu tidak semudah yang kalian bayangkan, sekalipun Reiga sudah memilih untuk menyerah pada kisahnya dan Jeno lalu menjalankan takdirnya dengan Galen, kenangan dari kebersamaannya dengan Jeno masih selalu membayanginya.

"Kamu bilang mau berjuang, tapi kenapa kamu nyerah? Semua karna Nara?" Ujar Jeno lembut. Bagaimanapun semua bukti yang di berikan oleh mantan kekasihnya itu memang nyata dan tidak bisa di bantah.

"Kakak jangan pernah salahin Nara soal masalah ini, gue marah loh kakak mukul Nara sampe luka" Ucap Reiga tegas, mengingat keadaan Nara saat itu ia benar-benar emosi dan merutuki dirinya yang menyebabkan masalah untuk sahabatnya itu.

"Nara gak pernah cerita apapun ke gue, malah gue yang gak sengaja buka buku khusus yang Nara tulis buat kakak. Buku yang nyeritain gimana dia ketemu kakak dan banyak hal kecil lain tentang kakak. Harusnya kakak bersyukur ada orang kaya Nara yang suka sama kakak" Lanjutnya.

"Lo tau Jen, dulu gue sempet ngobrol sama Nara tentang ini juga. Kita udah sepakat buat ngelepas kalian, karena kita tau kalian udah bahagia. Tapi, tuhan gak menghendaki itu. Rere yang gak sengaja baca buku Nara itu aja udah tanda takdir kita udah berputar" Galen menambahkan apa yang Reiga jelaskan tadi.

"Kita beneran udah gak bisa Re?" Ujar Jeno lirih.

"Kamu gak harus relain kebahagiaan kita cuma buat Nara" Lanjutnya memohon.

Reiga terkekeh pelan mendengar ucapan Jeno yang menurutnya lucu.

"Kakak pikir siapa yang selama ini relain kebahagiaannya buat kita? Kita nyakitin banyak orang kak, gue gak mau egois lagi. Nara selalu ada buat gue kak, bawa gue kabur saat keluarga gue main tangan, rawat gue saat gue babak belur karena mereka, masakin gue, nemenin gue tidur kalo gue mimpi buruk, ngajak gue liburan ke rumah dia, gue bakal jadi orang paling jahat karena udah egois sama orang yang bahkan selalu mastiin gue bahagia" Reiga tanpa sadar meneteskan air matanya, ia tidak ingin menangis sebenarnya. Tapi mengingat bahwa selama ini Naranya itu pasti sangat tersiksa mambuat ia tak bisa menahan emosinya.

"Kita udahin ya kak? Berpisah secara damai dan kejar kebahagiaan masing-masing. Gue udah coba terima kak Galen dan gue harap kakak gak denial lagi sama perasaan kakak ke Nana, aku sadar kok kakak sedikit banyak udah ngasih perhatian ke Nana yang bahkan gak berusaha narik perhatian kakak" Reiga berucap mantap dan menatap Jeno dengan senyumnya.

"Kakak boleh peluk? Buat yang terakhir?" Jeno menatap dengan senyum tulus. Mungkin memang ini yang terbaik, meski sulit untuknya tapi Jeno bisa apa.

"Boleh kok"

Reiga berdiri dan memeluk Jeno yang juga berdiri dari duduknya.

"Bahagia terus ya Re, maaf udah nyakitin kamu selama ini" Jeno berbisik pelan, abai pada banyaknya pengunjung kafe yang melihat adegan mereka.

"Kakak juga, jangan berusaha nutup hati. Yang tulus gak datang dua kali"

Sementara Galen mengalihkan pandangannya, ia tidak bisa melihat adegan itu. Rasanya memang sakit tapi mau bagaimana lagi, ia tau posisinya saat ini.

Setelah ini kakak harap kamu fokus ke kakak Re, bahagia kamu bakal terus kakak usahain. Ini janji Arsa Galen Evander buat Harshil Reiga Atharya.

Disinilah takdir mereka akan berputar pada orbit yang sebenarnya. Sedikit demi sedikit mereka melepas dan merelakan apa yang memang bukan untuk mereka. Melawan takdir hanya akan membawa kesedihan lebih banyak, dan mereka sadar akan itu.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
TBC

Chapter ini gak terlalu panjang yaa, dan buat kalian yang lupa alur ceritanya bisa di baca ulang dulu. Gak kerasa aku nge ghosting kalian hampir 5 bulan 🙃🙃

Destiny Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang