Part 21

2.4K 160 3
                                    

Seperti janji kedua sahabat itu kemarin, hari ini Reiga memberanikan diri untuk pulang ke kontrakan Nara. Tentu saja ia ditemani oleh Galen, tunangannya.

"Kangen" Ucap Nara seraya memeluk Reiga yang baru saja tiba. Jika di kondisi biasa jangan harap melihat hal ini dari kedua sahabat itu.

"Gue juga, sorry udah kekanak-kanakan harusnya gue tetep disisi lo bukan malah kabur. Gue cuma malu dan takut kalo lo benci gue" Ucap Reiga panjang lebar.

"Ini mau diem disini terus? Gak kasian sama si bambu yang berdiri nungguin kalian?" Nara harus menarik kalimat yang akan ia ucapkan saat mendengar Jendral yang lebih dulu berucap dengan nada datar

"Lah kapan lo balik? Perasaan lo masih kuliah di Jepang kan?" Ucap Reiga bingung, ia mengenal Jendral tentunya. Walau mereka tidak pernah bertemu langsung tapi setidaknya mereka saling kenal dari Nara, karena setiap Nara melakukan panggilan video dengan Jendral sahabatnya itu pasti ikut melihat dan mengobrol. Jadilah mereka cukup akrab saat ini.

"Nanti aja gue jawab cil, masuk dulu gue mau sarapan" Dengan segera Jendral masuk ke dalam kontrakan untuk menghindari amukan dari Reiga.

"GUE BUKAN BOCIL SAT!!" Teriaknya kesal.

"Hush jangan ngumpat" Galen berujar dengan nada lembut, ia masih setia menunggu di belakang Reiga Omong-omong.

Reiga yang di peringati oleh tunangannya hanya menyengir lebar.

"Bucin banget lo kak, yaudah masuk dulu kita ngobrol di dalem" Ucap Nara sebelum berbalik untuk masuk kembali ke kontrakan kecilnya.

Reiga menoleh dan tersenyum pada Galen.

Cup..

Tanpa Galen duga, Reiga malah memberikan ciuman di pipinya setelah itu pemuda manis tersebut tersenyum canggung.

"Ucapan makasi, dan aku bakal coba nerima kakak" Reiga bergegas menyusul Nara dan meninggalkan Galen yang masih mematung dengan tangan yang setia berada di pipinya.

"Kalo ini mimpi jangan bangunin gue"  gumamnya dramatis.

Memang hanya Reiga yang bisa membuat Galen kehilangan kewarasannya.

***

Ingin tau apa yang dilakukan Madha sekarang?

Sudah hampir seminggu ia beralih profesi menjadi stalker Haldis. Di kampus ia akan selalu mencari pemuda manis itu dan mengikutinya diam-diam. Ia masih terlalu takut untuk mendatangi Haldis langsung.

Madha bahkan lupa bahwa dia harusnya sibuk mempersiapkan skripsi miliknya bukan malah menjadi stalker seperti sekarang.

"Ck napa makin lengket sih" Decaknya kesal saat melihat Haldis yang memasuki Kafetaria Fakultas kedokteran dan menghampiri Sean. Pemandangan yang ia lihat selama hampir satu minggu berturut-turut ini membuat matanya perih.

"Bengong terus lo Dha, liat apa sih? " Ucap Xalen yang duduk di hadapan Madha.

"Bukan apa-apa" Ucap Madha cuek.

Xalen menghela nafas kasar, cukup jengah dengan kelakuan aneh sahabatnya yang berubah drastis. Kemana Madha yang rapi dan kalem? Kenapa tampilan sahabatnya jadi seperti pengangguran pencari kerja gini?

"Jangan kek uke lo sat, mau gue semein?" Ucapnya sinis yang menuai delika dari Madha.

"Sadar diri lo Xal" Tungkas Madha

"Lagian lo tiap gue tanya jawabannya itu itu mulu, lo kira gue gak sadar sama perubahan lo?"

"Perubahan apaan, lo kira gue Power Rangers berubah" Niat Madha melucu tapi Xalen sedang dalam mode yang tidak bisa diajak mereceh saat ini.

"Gak usah ngereceh lo semangka. Lo jelas berubah, lo tiba-tiba gak pernah nyamperin Mira lagi. Dulu aja lo muji-muji bilang dia tipe lo banget lah ini lah itu lah. Lo juga jadi berantakan, sering gak fokus, lo itu jadi aneh tau gak" Ucap Xalen kesal.

Madha menghembuskan nafas lelah. Ia tidak tahu pengaruh Haldis bisa sebegitu besarnya. Apa ini juga yang di rasakan Haldis dulu ketika mengejarnya?

"Lo kalo ada masalah cerita, jangan diem. Masalah gak bakal selesai kalo gitu caranya" Ujar Xalen yang sudah cukup tenang.

"Gue gak tau gue kenapa Xal" pada akhirnya hanya itu yang bisa Madha katakan pada sahabatnya.

"Karna Haldis?"

Madha menoleh cepat pada Xalen kala pemuda manis itu menebak pusat masalahnya dengan tepat.

"Tau dari mana lo?" Ucapnya cepat

"Lah bener? gue cuma nebak padahal" Xalen terkekeh menyadari tebakannya benar. Dan well, sepertinya perkiraannya tentang Madha yang akan kena karma juga benar.

"Gue harus gimana Xal? Gue nyadarnya telat banget yaa?" Madha memandang sendu Haldis yang sedang tertawa cukup keras bersama Sean. kenapa ia begitu bodoh menyia-nyiakan pemuda baik dan ceria seperti Haldis.

"Kata gue juga apa Dha, berapa kali gue bilang kalo lo harusnya hargai orang yang berjuang tulus buat lo. sekarang pas dia udah pergi gak ada yang bisa lo lakuin lagi"

"Sekarang lo liat dia baik-baik" Lanjut Xalen sambil menunjuk Haldis.

"Lo sadar udah berapa luka yang lo torehin ke dia? Haldis itu cowo baik Dha, gue kenal dia dari SMP dan baru kali ini gue liat dia segitu tulusnya suka orang. Tapi  sayang tulusnya dia ke orang brengsek kaya lo" Xalen berujar tajam pada temanya itu. Ia cukup sakit hati melihat adik tingkat yang juga adik kelasnya dari SMP itu di campakan oleh temannya sendiri.

"Gue emang brengsek banget" Sahut Madha pasrah.

"Lo tau apa yang harusnya lo lakuin sekarang?" Madha menggeleng menanggapi ucapan temannya itu.

"Memperjuangkan dia seperti apa yang dia lakukan buat lo dulu. Daripada lo jadi pengecut yang cuma ngeliat dan misuh dari jauh, lebih baik lo berjuang. Itupun kalo lo emang serius udah nyadar kalo lo suka Haldis. Kalo dalam benak lo masih ada Mira yang melintas, saran gue lo diem gini aja udah ntar kalo Haldis udah sama yang lain lo tinggal terima nasib aja" Xalen memandang Madha dengan senyum remeh.

Madha mendelik tak terima pada Xalen.

"Maksud lo apa? Lo doain Haldis sama yang lain?" Madha berujar dengan kesal. Namun, Xalen hanya terkekeh mendengar ucapan Madha itu.

"Well, itu resiko lo sih. Gue mah doain yang terbaik aja, kalo dengan Haldis sama yang lain bikin dia bahagia gak ada yang salah menurut gue" Balas Xalen tenang.

"Lo pikirin gih omongan gue, mikirnya jangan lama-lama. Ikan lo tinggal bentar aja udah di gondol kucing loh. Gue cabut, udah di tunggu pangeran gue" Xalen beranjak setelah berujar seperti itu pada Madha.

Oknum yang ditinggal masih diam tak bergeming. Pandangan Madha berpindah pada dua orang sumber masalahnya itu.

"Xalen bener, harusnya gue berjuang bukan malah kek pecundang gini" Gumamnya tegas.

Sekarang panggung akan beralih ke Madha sebagai peran utamanya, tak ada lagi Haldis yang mengejar Madha. Mulai saat ini Madha dengan segala penyesalannyalah yang akan memperjuangkan pemuda sederhana dan ceria itu.

.

.

.

.

.

.

.

TBC

Halo semuaaaaa~ 

Akhirnya aku bisa up lagi huhu, PAS ini bener-bener bikin aku stres banget. Ngeluh juga gak bisa jadi ya jalanin aja 🙂

Aku harap kalian gak bosen nungguin aku, mulai sekarang aku bakal usaha buat update se rutin mungkin. Jangan bosen-bosen sama cerita ini yaa.

Love you Gift yeorobun-deul 💕💕

Destiny Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang