Motor milik Madha melaju melewati gerbang tinggi rumah Haldis, padahal pemuda manis itu sudah jelas mengatakan untuk di turunkan di depan gerbang saja.
"Kan udah saya bilang turunin di depan kak" Ucap pemuda itu tepat setelah turun dari motor Madha.
"Gak papa, yaudah gue balik dulu"
Madha baru saja akan menyalakan motornya lagi, namun sebuah tangan mungil menarik ujung jaket yang ia kenakan.
"N-neduh dulu hujannya masih deres" Haldis menunduk dan melepas tarikannya.
Alasan pemuda itu tidak mengijinkan Madha mengantarnya sampai masuk, tak lain dan tak bukan karena ia malas menyuruh Madha berteduh. Jika Madha menurunkannya di depan ia hanya perlu berterimakasih dan berlari masuk. Tapi jika seperti ini ia jadi tidak tega membiarkan Madha menerobos hujan untuk pulang.
Madha hanya tersenyum melihat Haldis yang masih menunduk.
"Gue pulang aja, lagian udah basah juga"
Haldis mendongak dan tanpa sengaja memasang wajah cemberut.
"Yaudah sana pulang, awas aja kalo sakit jangan nyalahin gue. Udah tau basah bukannya diem dulu ganti baju, neduh dulu, ini malah mau pulang. Sana kalo mau pulang!!"
Haldis tanpa sadar menghilangkan kata ganti saya dan malah menggunakan kata gue pada pemuda di depannya.
Sedangkan Madha yang di bentak hanya mengerjap bingung. Dan tak lama ia menghela nafas. Ia membuka helm yang dipakainya dan turun dari motor.
"Iya gue neduh" Madha tersenyum dan tanpa aba-aba mengelus rambut Haldis yang juga cukup basah.
"A-ayo masuk kalo gitu. Motornya diemin aja"
Haldas melesat masuk ke dalam rumah besarnya meninggalkan Madha yang hanya bisa terkekeh.
"Haldis lucu banget, kemana aja gue selama ini" Gumam pemuda itu sebelum menyusul si pemilik rumah.
Saat masuk Madha malah melihat Haldis yang mematung di ruang tengah. Ia mendekati pemuda itu dan melihat ke arah pandangnya.
Disana berdiri seorang pria paruh baya, wajahnya datar memandang pada Haldis.
"Kenapa pulang? Masih inget punya anak?"
Madha terkejut ketika Haldis tiba-tiba saja berucap dan apa apaan dengan nada dingin pemuda itu?
"Jangan kurang aja kamu. Dan siapa dia?" Pria paruh baya itu menunjuk Madha.
"Bukan urusan anda" Balas Haldis sengit.
"Kamu masih tidak berubah juga. Darimana sikap kurang ajarmu itu datang!!" Bentakan dari papanya hanya disambut kekehan oleh Haldis.
"Darimana anda tanya? Anda nyadar tidak? Pernah anda ngajarin saya cara bersikap? Pernah anda ngajarin saya sopan santun? Anda ada di rumah saja hampir tidak pernah. Jangan berbicara seolah anda berjasa besar pada hidup saya" Haldis berujar dingin yang mana itu malah menyulut amarah papanya.
"Kamu benar-benar tidak tahu diri!! Kamu kira saya kerja buat siapa? Kamu hidup enak karena saya!!"
Madha memandang bingung hal di depannya. Ia bahkan belum memperkenalkan diri pada pria itu, dan situasi macam apa ini?
"Saya tidak butuh uang!! Dan jika anda pulang hanya untuk ini lebih baik anda jangan pulang sekalian" Haldis menarik Madha untuk ikut ke kamar miliknya.
"Saya peringatkan kamu, kamu tau saya benci pada penyuka sesama jenis bukan? Dan saya tau kamu bagian dari itu. Hentikan itu dan jangan buat keluarga ini malu. Saya sudah siapkan calon tunangan untuk kamu, keluarga ini butuh penerus" Ucapan papanya berhasil menghentikan langkah Haldis. Madha juga amat terkejut dengan ucapan pria itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Destiny
FanfictionNara dan Reiga itu sahabat dekat, mereka punya banyak banget kesamaan sampe suka pun sama orang yang sama. Tapi, takdir mereka tetaplah berbeda