Part 37

2.3K 133 1
                                    

Kecanggungan kembali menyelimuti kedua anak adam tersebut. Setelah mengantar makan untuk ayah Nara yang berakhir interogasi dari beliau, dengan inisiatif sendiri Nara mengajak Jeno untuk mengunjungi salah satu air terjun yang kebetulan cukup dekat dengan kebun.

Sebenarnya Nara sedikit menyesali idenya ini karena ia jadi harus berlama-lama dengan Jeno. Namun, nasi telah menjadi bubur doakan saja pemuda manis itu bisa menenangkan dirinya.

"Na, gue dapet info kalo lo udah diijinin kuliah mulai minggu depan" Ucap Jeno memecah keheningan diantara mereka.

Posisi kedua pemuda tersebut saat ini cukup berjauhan, dimana Nara yang mendekat ke arah air dan Jeno yang duduk di pinggir cukup jaug dari air terjun.

"Kasusnya udah beres ya kak?" Ucap Nara dengan semangat dan tersenyum cerah

"Iya, tadi udah di urus bang Madha sama yang lain" Jeno ikut menarik senyum saat melihat raut bahagia milik si pemuda Bandung.

"Gue ngerepotin banyak orang yaa" pernyataan lirih dari Nara sontak membuat senyum Jeno hilang.

Pemuda itu mendekat dan ikut mencelupkan kakinya ke air.

"Lo gak ngerepotin Na, lo orang paling mandiri yang gue tau. Lo kuliah mandiri dengan beasiswa, gk pernah bergantung sama orang, bahkan lo selalu berusaha ngelakuin semua hal sendiri. Terkadang manusia juga perlu bersandar, ketika lo udah ada di titik terlelah lo berhak minta tolong orang Na. Dan perlu lo tau semua temen lo sayang banget sama lo, bantuin masalah ini bukan masalah buat mereka" Ucap Jeno panjang lebar. Ia kemudian menoleh dan tersenyum pada Nara.

"Udah cukup jadi kuat sendiri yaa? Lo juga butuh bersandar" Ucapnya pelan membuat Nara tersenyum dengan air mata yang menggenang di pelupuk matanya.

"Ah lo mah bikin gue nangis kak" guraunya kemudian mengalihkan pandangan.

Jeno terkekeh dan melirik pada tangan Nara yang ada di pahanya.

"Kalo lo gak tau mau bersandar dimana, selalu ada gue. Dan ini -"

Jeno menautkan kedua tangan mereka yang membuat Nara menoleh cepat karena terkejut.

"Kalo lo izinin bisa gak posisi ini terus berlanjut? Gue yang genggam tangan lo dan lo balas genggaman gue?" Ucapnya yakin.

"Kak.." Lirih Nara kehabisan kata-kata.

"Maaf udah salah paham dan banyak nyakitin kamu, banyak hal yang kakak pertimbangkan dulu. Logika lebih banyak ngambil alih diri kakak sampai apa yang dibilang hati kakak gk pernah kakak dengerin. Mungkin luka yang kakak toreh belum sembuh, tapi apa boleh kakak yang bertanggung jawab buat obatin luka itu? Kakak sayang Nana, ah salah kakak udah cinta sama Nana. Gimana Nana sendiri? Disini masih ada kakak atau enggak" Jeno menunjuk ke arah dimana jantung Nara berada.

Sedangkan Nara yang tidak pernah berfikir bahwa pemuda di hadapannya akan membalas perasaannya menunduk dalam dengan air mata mengalir. Ia tidak bisa mengelak bahwa pemuda di hadapannya banyak menorehkan luka, tapi kesempatan kedua selalu ada bukan?

"Kak...































Ayo pulang, udah mau sore pasti bunda nyariin" Nara melepas tautan tangan mereka dan segera berdiri mendahului Jeno.

Jeno sendiri hanya bisa tersenyum, memang belum waktunya untuk mereka menjalani hubungan itu. Pikirnya.

Melihat Nara yang telah beranjak meninggalkannya, Jeno hanya bisa menghela nafas dan memilih mengikuti pemuda Bandung itu.

Hari ini pun mereka belum berhasil, ketika hati telah saling memilih luka masa lalu masih menghantui. Biarlah semuanya berjalan secara perlahan, ketika waktunya tiba semua akan menemukan kebahagiaannya.

Destiny Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang