Part 17

2.3K 168 7
                                    

Nara berjalan lesu di sepanjang koridor kampusnya. Mata pemuda itu bengkak dan memerah, ia bahkan sudah tidak perduli lagi dengan cibiran mahasiswa mahasiswi sepanjang jalan menuju kelasnya. Mungkin benar yang mereka katakan, ia menghancurkan hubungan Jeno dan Reiga.

"Zaman sekarang temen sama musuh beda tipis yaa"

"Banyakan yang muka dua, suka nusuk dari belakang"

"Ni satu contoh nya wkwkwkwk"

"Itu muka kek gak ada dosa"

"Ckckck kampus kita punya mahasiswa serendahan itu yaa"

Dan masih banyak lagi cibiran yang Nara terima, namun pemuda itu memilih abai. Bahkan untuk sekedar berbicara saja Nara enggan.

"Lo semua diem atau gue cabein itu mulut satu-satu!!!" Ucap seseorang cukup keras dan berhasil membuat cibiran untuk Nara sedikit mereda.

"Na, you okey? Itu muka lo kenapa luka?" Tanya Haldis seraya berjalan beriringan dengan Nara ia memperhatikan luka Nara dengan raut khawatir. Yup yang menegur cukup keras barusan adalah Haldis.

Nara tersenyum dan mengangguk untuk menanggapi pertanyaan kakak tingkatnya itu.

"Luka kecil, gue gak papa" Ucapnya

"Semua bakal baik-baik aja, percaya sama gue. Lo cuma perlu inget kalo lo masih punya gue Na, kalo ada apa-apa lo bisa cerita" Ucap Haldis dengan senyum tulusnya. Haldis salah satu orang yang tau semua kisah Nara jadi ia mengerti semua yang terjadi bukanlah sepenuhnya salah Nara.

"Ada gue juga Na" Pemuda manis dengan wajah mirip tupai tiba-tiba bergabung dan merangkul Nara.

"Gue percaya lo kok, sekalipun gue gak tau gimana kejadian aslinya tapi gue tetep percaya lo" Ucap Jivan yakin.

Nara tersenyum, ia sedikit lega karena masih ada temannya yang percaya dan bersamanya.

"Makasi" Hanya itu yang bisa ia katakan.

Mereka bertiga akhirnya memutuskan untuk berjalan bersama menuju gedung fakultas mereka. Saat di ujung lorong Nara bisa melihat Jeno di lorong menuju fakultas bisnis bersama Ezra. Nara yakin Jeno melihatnya tapi pria itu dengan cepat memalingkan wajahnya. Nara bisa melihat Jeno tidak seperti biasanya, pria itu hanya diam tanpa ekspresi.

"Ini salah gue" Gumamnya yang membuat kedua orang di sampingnya langsung melihat ke arah pandang Nara.

"Gue gak bisa bilang lo gak salah, tapi kalo gue nge blame lo doang yang salah juga gak mungkin. Semua udah takdir dan emang harus berjalan kaya gini. Jadi stop nyalahin diri lo sendiri" Ucap Haldis lembut.

"Bener kata Kak Haldis Na, mending lo obatin dulu itu luka. Lo belum kasi obat kan kemarin?" Ucap Jivan yang di balas gelengan lemah oleh Nara.

"Kalian pergi ke ruang kesehatan dulu gih, kelas gue disini. Dan lo tolong pastiin Nara obatin lukanya ya" Ucap Haldis.

"Siap kak, semangat kuliahnya" Ucap Jivan semangat yang dibalas tawa kecil oleh Haldis.

"Siap kalian juga, gue duluan ya"

Setelah Haldis berpamitan untuk masuk ke kelasnya Nara dan Jivan akhirnya memutuskan untuk ke ruang kesehatan terlebih dahulu. Kelas mereka masih 15 menit lagi jadi masih ada cukup waktu untuk mengobati luka Nara.

Sementara Haldis yang sudah duduk tenang di bangku miliknya dibuat bingung ketika menerima pesan dari seseorang.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Destiny Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang