[ Perhatian Kecil ]

87 27 17
                                    

Jangan lupa vote, komen, and share.

Enjoyyy! ❤️

***

Nami melihat pemandangan laut yang sangat indah, angin yang segar, dan suasana yang nyaman disini. Desya, Raya, dan Meira sudah duduk ditempat yang masih kosong.

Nami masih berkeliling sebentar, tidak ada niatan untuk duduk. Kapan lagi ia akan melihat hal seperti ini jika sudah pulang nanti.

Seperti takdir, Arsa berdiri tidak jauh dari posisi Nami, dengan teman-teman kelompok yang ada disampingnya. Arsa dan pemandangan laut yang indah adalah perpaduan yang cukup sempurna.

Tak berlangsung lama, tatapan itu berhenti ketika Arsa berbalik menatap Nami. Merasa diperhatikan, Arsa memutuskan berpindah dari tempatnya. Membiarkan Nami bergelut dengan pikirannya.

Kenapa Arsa begitu menghindarinya? Ini kebetulan atau kesengajaan?

"Geser dong, Sya" kata Nami pada Desya.

Ia sengaja duduk disamping Raya, yang pada saat itu berada di pojok.

"Ih kenapa sih? Itu samping Meira juga kosong perasaan"

"Gue pengen sama Raya, gue kangen sama Raya" katanya dengan nada manja yang membuat temannya bergidik ngeri.

Raya yang sedari tadi menunduk dan berpura-pura bermain hp pun mendongak ke arahnya dengan tatapan bertanya.

"Lah, panas badan lo? Perasaan daritadi Raya disini sama kita deh" lanjut Desya mengomel sambil memegang dahi Nami.

"Ah udah deh, minggir minggir" sambil menggeser Desya.

"Kampret ah si Nami, kan gue jadi ikut geser juga" kata Meira.

Setelah proses yang ribet hanya sekedar untuk duduk itu, mereka saling diam. Bahkan, Nami yang tadi mengatakan ingin bersama Raya pun juga ikut diam. Dia seolah mengerti apa yang terjadi.

Ketika suasana disekitar mereka sepi, Nami yang melihat pemandangan laut didepan tiba-tiba merasa orang yang ada disampingnya sedang menahan tangis. Raya menundukkan kepalanya lagi, seperti sedang banyak pikiran tapi dipaksa untuk ikut berbahagia dari liburan ini.

"Ray, are you okay?"

Pertanyaan Nami membuat Meira dan Desya menoleh. Mereka saling pandang. Sementara orang yang diberi pertanyaan sudah mengusap sedikit airmata yang keluar.

Raya menggeleng, artinya dia belum siap menceritakan pada teman-temannya. Nami memeluk Raya, menepuk-nepuk punggungnya, memberikan ketenangan.

"You always have us, Ray. Jangan malu atau ngerasa gak enak buat cerita ya" entah kenapa kalimat Nami justru membuat Raya semakin sedih.

Desya yang berada disamping Nami sudah memasang raut muka yang penuh tanda tanya. Nami menggeleng, sambil mengisyaratkan bahwa 'jangan tanya sekarang'.

Perjalanan kurang dari satu jam itu telah membawa mereka ke Pulau Bali. Nami sedari tadi bersama Raya, sementara dua teman mereka ada dibelakang. Sebelum menuju bus, mereka terlebih dahulu keluar dari kapal.

Saat keluar, mereka melihat beberapa anak logam. Anak-anak yang mereka lihat pada sore hari tadi sebelum kapal menyebrang, berenang, sambil menunggu orang untuk memberi mereka uang logam.

Nami kadang berpikir, apa mereka tidak kedinginan? Atau, bagaimana jika mereka terbawa arus? Tapi, raut wajah mereka tidak ada yang menunjukkan kekesalan, mereka bahagia dan bermain bersama yang lain.

Hari sudah petang, tapi mereka masih ada disana. Ketika menuju mobil, entah kenapa Nami tiba-tiba ingin berpindah disebelah Raya. Ia rela tidak duduk di jendela, padahal kemungkinan untuk mabuk masih ada.

"Gue gapapa, Nam. Lo duduk sama Meira aja. Lagian Desya juga disini kok, gue gak kenapa-kenapa"

"Tau nih, lo mana bisa sih, Nam? Kalo lo muntah siapa mau tanggung jawab? Kalo pusing lo senderan siapa?"

"Iya Nam, kasian Raya kalo lo senderin terus. Belum lagi nanti kalo tiba-tiba lo jatuh kesamping pas tidur, kan gak lucu" kata Meira.

"Kalian percaya aja deh sama gue, jangan doa yang aneh-aneh kenapa sih"

Akhirnya, mereka tetap kalah jika harus berdebat dengan Nami. Ia lebih mementingkan orang lain daripada dirinya sendiri, selalu. Nami hanya berharap jika Raya merasa lebih baik dan nyaman jika ia ada disamping gadis itu.

Hari ini Raya tidak baik-baik saja, ada luka yang disimpan dan cerita yang harus ditumpahkan.

Perjalanan berlangsung dengan baik, Nami langsung mengambil posisi senyaman mungkin untuk kembali tidur. Sesekali melihat Raya, mungkin saja Nami dibutuhkan. Bus menuju ke hotel berbintang yang berjarak tidak jauh dari Tanah Lot dan Tanjung Benoa.

Semua baik-baik saja, sampai suatu saat perutnya sakit dan kepalanya sangat pusing. Nami merasa tidak bisa bersandar ke Raya, alhasil dia hanya memejamkan mata dan diam-diam menyiapkan kresek hitam, takut sewaktu-waktu muntah.

"Nam, gapapa?" kata Meira dari belakang, ia tahu ketika Nami mengeluarkan kreseknya.

"Mau tukeran sama Desya aja?" tambahnya.

"Gue gapapa, udah mau sampe kan?"

Meira mengangguk. Saat memasuki parkiran hotel, semua siswa diminta bersiap-siap dan berdiri. Sudah berbaris untuk bersiap keluar. Semuanya sudah standby kecuali Nami dan Raya.

"Ayo, Nam"

"Gue sama Raya belakangan aja deh, Mei. Lagian belum pada keluar juga, kan?"

"Kita belakangan aja ya, Ray?" tanya Nami menoleh pada Raya, yang diberi anggukan oleh gadis tersebut. Tapi, Raya sudah bersiap-siap dengan posisi duduk. Satu-persatu turun.

Setelah dirasa tinggal dirinya dan Raya, Nami memutuskan untuk berbaris paling belakang, dengan Raya di depannya. Kepalanya semakin pusing karena terpaksa berdiri saat bus belum sepenuhnya berhenti, ia memegangi kursi bus.

Saat dirinya benar-benar lemah, ia memutuskan untuk duduk sebentar di kursi. Belum sempat duduk, badannya oleng dan hampir saja jatuh kebelakang. Seseorang menahannya, memegang kedua pundak.

Nami pusing, matanya buram. Sampai ia benar-benar sadar, ia mencoba berdiri. Melihat kebelakang, dan berakhir dengan wajah yang masih tidak percaya. Menurutnya, sudah tidak ada orang lagi dibelakang.

Tapi, tanpa Nami ketahui, Arsa telah menolongnya (lagi). Tanpa Arsa, Nami mungkin sudah terjatuh dan dilihat banyak teman didepannya.

"Depan kosong, mau disini terus lo?" kata Arsa sambil melihat kedepan, kemudian beralih menatap Nami yang mematung.

"Kalo lo gak mau masuk hotel, minggir. Gue mau lewat" perkataan Arsa membuat Nami sadar dan menyingkir dari hadapan laki-laki itu.

Dirinya menjadi siswa terakhir yang keluar dari bus. Tidak ada yang sadar, semua sibuk dengan aktivitas menuju kamar masing-masing.

"Nam, kok lama? Gue bingung nyariin lo" kata Raya dengan khawatir.

"Gue kira lo udah duluan" tambahnya.

Nami hanya tersenyum kecut. Nami tidak mungkin berkata pada Raya bahwa dirinya hampir jatuh di bus.

"Masuk aja yuk, Ray. Meira sama Desya mana?"

"Tuh, lagi rebutan kunci" kata Raya sambil menunjuk mereka berdua, berusaha mengambil kunci sebagai perwakilan kelompok tiap kamar.

"Yaudah, kesana yuk"

Nami sudah lumayan membaik setelah turun dari bus. Dirinya berjalan bersama Raya menuju dua temannya yang lain.

Bersamaan dengan itu, datang sebuah notifikasi dari kontak yang selalu ia hubungi lebih dulu, Nami hanya melihat sekeliling dan tidak menemukan Arsa disana.

Anaimy
Gak usah jagain orang lain kalo belum bisa jagain diri sendiri.

Anaimy (JJH x JCY)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang