Gak Modus Kan?

179 20 38
                                    

Bukankah banyak hal yang terjadi secara kebetulan didunia ini?
---

Kantin memang selalu menjadi pilihan utama para pelajar disaat bel istirahat berbunyi. Tempat itu akan penuh sesak dengan manusia-manusia kelaparan yang baru selesai dengan pelajaran yang memang selalu membuat penuh otak. Aroma khas makanan menguar dari segala sisi, membuat perut makin berontak minta diisi.

Langkah ringan Valen membawanya menuju kekantin yang sudah penuh padahal bel istirahat baru berbunyi semenit yang lalu. Valen menarik lengan cewek disampingnya dengan pelan hingga mereka menuju ke meja yang terletak di pojok paling kanan kantin. Fira langsung duduk ditempat tersebut, sedangkan Valen pergi untuk memesan makanan mereka.

Sesaat kemudian Valen kembali dengan sepiring nasi goreng ditangan kanannya juga sepiring mie goreng ditangan kiri. Fira mendongak kearah Valen dengan cengiran lebarnya. Matanya berbinar saat melihat apa yang dibawa sahabatnya. Cewek itu langsung mengambil alih mie goreng dari tangan Valen dan langsung melahapnya dalam gerakan cepat.

"Ihh, Fir, lo kebiasaan deh kalo makan gak pernah baca doa."

Fira terkekeh. Lalu mengangkat kedua tangannya dan mulai memanjatkan doa. "Amin," ucap Fira lalu menyambung acara makannya yang sempat tertunda karena komen dari sahabatnya itu.

"Len, nanti pulang sekolah gue kerumah lo ya?!"

"Oke. Emang mau ngapain?"

"Mau bikin pr fisika. Kan lo tahu sendiri gue paling gak bisa pelajaran itu."

Alis Valen bertautan. "Cih, nanti juga lo nyontek sama gue."

Fira nyengir tanpa dosa. Ia memang sangat payah dalam pelajaran hitung menghitung apalagi yang banyak rumusnya. Pusing pala inces katanya. Jika disuruh memilih, Fira akan dengan hati terbuka memilih pelajaran yang mempelajari perkembangbiakan virus dan bakteri dari pada pelajaran menghitung kelajuan sebuah mobil. Apa gunanya bagi Fira menghitung kelajuan mobil itu? Toh kan itu bukan mobilnya. Dan pilihan terbijak bagi Fira jika ada pr adalah dengan menyontek pada Valen yang notabenenya memang pintar dalam segala mata pelajaran.

"Eh, itu bukannya si anak baru ganteng itu ya?"

Valen membalikkan badannya untuk menoleh kearah sahabatnya memandang tadi. Seorang cowok tampan tengah dikerubuni para cewek yang Valen kenali sebagai seniornya. Cowok itu terlihat tidak senang menurut penglihatan Valen. Ia nampak risih.

"Itu kak Angel and the geng kenapa sih centil banget. Gak pernah liat cowok ganteng apa? Dulu sama kak Dian, sekarang anak baru pun mau digebet sama dia? Sok cantik!" Fira mencak-mencak tak terima ditempat. Ia bahkan menggigit sendok yang ada ditangan kanannya tanpa sadar. Cewek itu seakan punya dendam tersulut dengan seniornya yang kini tengah bergelanyut manja dilengan Gariel, si anak baru.

Dari jarak sekitar sepuluh meter ini, Valen dapat melihat bahwa cowok itu tidak sendiri. Seorang cowok yang juga tak kalah tampan duduk dihadapannya, Valen tahu itu setelah gerombolan kakak senior yang tadi menghalangi pandangannya kini sudah menghilang entah kemana.

Pandangannya jatuh pada cowok itu.

"Dika," gumam Valen tanpa sadar. Pipinya tiba-tiba memerah dengan sendirinya padahal cuaca hari ini cukup mendung.

"Itu kenapa si Dika keliatan dekat gitu sama si Gariel? Mereka udah kenal?" Fira bergumam.

Valen masih terpaku pada sosok ber-rahang tegas itu.

Fira yang merasa diacuhkan berdecak lidah. Sahabatnya ini selalu begini jika sudah melihat Dika, si juara umum tahun lalu. "Lo masih suka sama si Dika ya?"

Valen mengangguk membenarkan. Cewek itu kemudian menunduk untuk menyembunyikan rona dipipinya. Sudah sejak dua bulan yang lalu ia mulai tertarik pada sosok Dika. Alasan sederhana yang membuatnya mengagumi sosok bermata teduh itu adalah karena Valen pernah ditolong oleh cowok itu saat ia hampir terjatuh karena menabrak seseorang. Sesimpel itu tapi entah kenapa kejadian itu terus membekas dihati Valen.

Valen ikut tersenyum saat melihat cowok yang dikaguminya itu tersenyum pada cowok dihadapannya. Nasi goreng kesukaannya pun kini ia abaikan, untuk fokus memandang sepuasnya kearah Dika. Dilihatnya cowok itu kini terlibat perbincangan ringan dengan Gariel, cowok yang tadi pagi memberinya tumpangan.

Fira kembali sibuk dengan makanan dihadapannya. Mie goreng buatan ibu kantin ini terlihat lebih enak dipandangi dari pada muka merah sahabatnya yang masih menunduk sambil memutar-mutar sendok diatas piringannya tanpa berniat menyuapkan makanannya kemulut. Fira merasa jengah jika harus menghadapi orang kasmaran.

"Fir, tadi pagi gue berangkat sekolah bareng si Gariel."

Uhuk, uhuk, uhuk. Fira tersedak makanannya tiba-tiba. Fira mengangkat wajahnya setelah meminum habis minumannya untuk meredakan rasa perih dikerongkongannya. Matanya nyaris keluar.

"Kok bisa?"

Valen mulai menceritakan kronologis pagi tadi. Mulai dari ayahnya yang harus berangkat lebih cepat, supirnya yang izin, hingga akhirnya ia bertemu cowok itu di halte. Sampai cowok itu memberinya tebengan. Semuanya Valen ceritakan tanpa ada yang terlewat sedikitpun.

"Len, lo hoki banget sih bisa ditebengin cowok ganteng gitu! Gue kan juga mau." Fira mendesih kesal.

Valen terkekeh melihat muka masam tak rela milik sahabatnya itu. Pandangannya beralih kearah cowok yang mereka perbincangkan. Yap, Gariel.

Valen tidak mau munafik, jujur ia sangat mengakui ketampanan cowok itu. Mulai dari mata tajamnya, alis yang tebal, hidung mancung, rahang tegas, gaya rambutnya yang agak acak-acakan namun malah terlihat semakin seksi, hingga kulit putih cowok itu. Cowok yang memang terlihat sempurna, tapi sekali lagi, Valen sangat yakin bahwa tidak ada yang namanya makluk sempurna didunia ini. Semua orang punya kekurangan masing-masing. Valen jadi penasaran akan kekurangan cowok itu. Kira-kira apa kekurangan Gariel?

Lagi, Valen memandang kearah Dika. Memperhatikannya dengan lekat, dan malah membandingkannya dengan Gariel. Walau sama-sama tampan dengan mata tajam, hidung mancung dan rahang tegas, namun Dika memiliki gaya rambut yang lebih rapi—mungkin karena efek gel rambut yang cowol itu gunakan—, disaat kulit Gariel berwarna putih pucat, maka kulit Dika sedikit lebih kecokelatan, dan itu malah membuatnya telihat sangat eksotis. Apalagi sifatnya yang dingin kepada orang lain entah kenapa menjadi nilai tambah dimata Valen.

Valen mengakui ketampanan tak tercela dari dua sosok itu. apalagi disaat mereka duduk bersama. Aura dingin yang terpancar dari keduanya terlihat sangat kuat.

"Lo gak modus peluk-peluk itu cowok kan?" tanya Fira membuat Valen terkesiap.

Valen menunduk karena pipinya tiba-tiba merasa panas mengingat sebenarnya tadi ia sempat memeluk punggung tegap laki-laki itu. Tapi ia tidak sengaja kan? Jadi bukan salahnya. Salahkan saja Gariel yang memacu sepeda motor layaknya pembalap.

Valen kan jadi takut tadi, makanya reflek memeluk.

"Ehh, enggak."

"Yakin?" selidik Fira.

Valen mengangguk kepala beberapa kali. Meminum minumannya dengan kasar untuk melegakan tenggorokan yang tiba-tiba kering. Pipi gadis itu terasa panas tanpa sebab. Kok gerah ya? Mungkin karna cuaca sih.

"Hmm, percaya deh gue. Lagian cewek kayak lo mana berani meluk-meluk."

*** 

GALEN (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang