“Lariii!”
Valen menangis tersedu. Tak peduli pada lecet dikedua lututnya yang terasa perih, gadis itu mengikuti instrupsi suara entah siapa. Berlari sekuat yang ia bisa, membelah jalanan sepi ditemani rembulan yang mengawasi dari atas.
“Bulan… Tolong!”
Kata bundanya, saat kita meminta dengan tulus dalam hati, Tuhan pasti akan mengabulkan. Tapi apa ini? Valen jatuh bersimpuh. Ia marah pada bulan yang tak mau menolongnya, padahal ia sudah berdoa dengan tulus.
Valen berusaha menangis tanpa suara, takut ada yang mendengarnya. Matanya terpejam dengan sangat erat, di tangannya ia masih menggenggam sebatang cokelat.
Gadis cantik itu nyaris hilang sadar saat sebuah tangan lain menggenggam jemarinya dengan kuat. Valen tak bisa melihat siapa itu, hanya siluet anak kecil yang terlihat. Seseorang itu mengajaknya berlari tanpa kata. Valen hanya terus mengikuti punggung yang berlari didepannya, dengan tangan mereka yang masih tergenggam. Perlahan, tangisnya mulai reda.
Valen melihat siluet itu seperti sedang berbicara, namun ia tak dapat mendengarnya, hanya gerak bibirnya yang terlihat, namun tidak jelas. Valen berusaha mengeja kalimat yang diucapkan seseorang itu.
“Iiiiii…”
Sial!
Tepat saat kalimat itu akan jelas, Valen malah terbangun, dari mimpinya. Mimpi baru. Mimpi itu bukan seperti mimpi buruk yang selama ini menghampirinya. Apa ini hanya bunga tidur?
Siapa anak itu?
Kenapa tiba-tiba masuk kedalam mimpinya?
Valen bangkit dari tidurnya, lalu turun kebawah menuju dapur untuk mengambil segelas air dingin. Cewek itu membuka pintu kulkas, dan tatapan matanya langsung menuju pada sekotak susu cokelat.
Susu cokelat?
Valen tersentak, pikirannya langsung menerawang pada hal yang biasa akan ia temui setelah bermimpi, cokelat dan surat dari paman berkaki panjang. Cewek itu segera berlari, melangkahi 2 tangga sekaligus karena tak sabar. Saat bangun tadi ia lupa mengecek area kasur dan nakas yang berada disamping ranjangnya. Biasanya, cokelat dan surat itu akan diletakkan di dua area itu.
Namun saat sampai dikamar dan setelah menggeledah seluruh kamar, Valen tak kunjung menemukan satupun surat dari paman berkaki panjang. Gadis itu jatuh terduduk disamping kaki ranjang. Mungkin memang sudah tak akan ada lagi surat dan cokelat, surat berisi misi waktu itu adalah yang terakhir dari dia.
Entah siapa dia. Entah bagaimana caranya dia tahu kapan Valen akan bermimpi. Entah bagaimana caranya ia bisa masuk atau datang meletakkan cokelat dan surat itu, padahal tempat dimana Valen bermimpi adalah tempat yang bisa dibilang terbatas orang yang bisa menjamah, baik itu dirumah, sekolah, atau pernah saat itu dirumah sakit.
Valen pernah mencurigai paman berkaki panjang itu adalah orang tuanya, namun setelah dipikir-pikir tak mungkin orang tuanya ada di sekolah. Pernah juga curiga pada Fira, sahabatnya, namun Fira tak selalu ada di rumahnya, padahal tempat paling sering Valen bermimpi adalah di rumah. Beberapa teman sekolah juga pernah valen curigai, bahkan ia pantau, namun tak ada yang menjukkan gelagat mencurigakan.
Valen sudah kehabisan cara untuk mengetahui siapa orang itu. Apa mereka saling mengenal dan apa tujuannya. Satu-satunya cara hanyalah menyelesaikan misi terakhir yang diberikan, Valen harus mengatasi ketakutan terbesarnya, traumanya, gelap, malam hari.
Jarum jam sudah menunjukkan pukul 11 malam saat gadis itu beranjak menyingkap tirai jendela kamarnya. Memberanikan diri untuk melawan gelapnya malam. Valen menggenggam erat kain tebal itu sambil memejamkan mata. Gadis itu mengatur nafas, lalu perlahan membuka matanya. Hal pertama yang ia lihat adalah bulan sabit yang bersinar terang, seakan sedang tersenyum dan menguatkannya. Tak seburuk yang Valen pikirkan, malam hari tak seburuk itu. Pandangannya perlahan turun, namun seketika ia kehilangan cahaya, karena sejauh matanya memandang hanya gelap yang terlihat. Sangat sedikit pencahayaan, itu pun hanya dari lampu teras tetangganya.

KAMU SEDANG MEMBACA
GALEN (SELESAI)
Teen Fiction"Jadiin gue pacar lo!" Valen membeku dalam keterkejutannya. Menunduk dalam. "Maksud kamu?!" "Jadiin gue pacar lo, kalau itu bisa menebus rasa bersalah," jawab Gariel enteng. --------------- Ini adalah kisah tentang mereka yang sama-sama tak menyadar...