Diantara banyaknya insan didunia ini, Tuhan pasti punya alasan kenapa kau diutus untukku.
---Valen berdecak kesal sambil menghentak-hentakkan sepatunya ke lantai dengan tidak sabaran. Ia tengah menunggu bus di salah satu halte terdekat dari rumahnya setelah berjalan kaki selama sepuluh menit lamanya. Jam dipergelangan tangannya sudah menunjukkan pukul setengah tujuh lebih, yang artinya sebentar lagi pagar sekolahnya akan ditutup. Valen tidak ingin telat, sungguh.
Biasanya, setiap pagi Valen diantar oleh sang ayah. Namun entah kenapa pagi ini secara tiba-tiba Ayahnya harus berangkat ke kantor awal sekali. Ditambah Mang Irman yang merupakan supir keluarganya meminta izin untuk menemani istrinya melahirkan. Padahal seingat Valen, istri Mang Irman baru melahirkan sebulan yang lalu, jadi entah kenapa hari ini akan melahirkan lagi.
Valen sudah menunggu sekitar sepuluh menit lebih disini, namun satu bus pun belum terlihat sampai saat ini. Banyak sekali orang yang hari ini nampak berkrompomi untuk membuat Valen kesal, tidak Ayahnya, Mang Irman, bahkan sekarang bus pun membuatnya kesal.
Valen mendesah pelan sambil terus memperhatikan jam tangannya. Gadis itu makin tidak sabaran saat melihat sebuah bus lewat begitu saja dihadapannya padahal jelas-jelas dihalte ini ada orang, walau hanya dirinya seorang. Entah supir bus itu tidak dapat melihat dirinya atau mungkin malas untuk berhenti karena hanya ada satu orang. Valen tidak tahu. Tapi Valen jadi semakin kesal dibuatnya. Ia bahkan berteriak-teriak sendiri sambil melambaikan tangan kearah bus yang sudah melewatinya, sampai-sampai Valen bahkan memaki si supir bus saking kesalnya.
"Naik!" perintah seseorang yang tiba-tiba berhenti tepat didepan Valen.
Valen berpaling dan melihat seorang cowok yang mengenakan seragam yang sama dengannya tengah menatap kearahnya melalui kaca helm yang dinaikkan. Cowok itu mengendarai sebuah motor sport berwarna hitam dengan sedikit aksen kemerah-merahan didepannya.
Valen menautkan alis memandang cowok itu, pasalnya ia merasa asing dengan sosok itu. Sepertinya gadis itu belum pernah melihat cowok itu sebelumnya disekolahnya. Ia juga belum pernah melihat sepeda motor seperti seperti ini diparkiran sekolahnya.
"Cepet naik!" perintahnya lagi.
Kerutan dikening Valen semakin dalam. Ia menoleh kearah kiri dan kanan, namun tak terlihat ada siapapun, jadi sudah jelas cowok berkulit putih dihadapannya sedang berbicara dengannya kan?
"Lo ngomong sama gue?"
"Nggak, sama hantu," sinisnya membuat Valen bertambah bingung.
Otak Valen terkadang memang lelet dalam memproses ucapan orang-orang.
"Ya iyalah sama lo. Emang lo liat ada orang lain disini?" lanjutnya.
Valen memutar matanya jengah. Tak ditanggapinya ucapan cowok itu. Ia malah menyibukkan diri melihat kekiri dan kekanan jalanan untuk menunggu kedatangan bus, namun hasilnya masih nihil. Satu bus pun tak nampak batang hidungnya.
"Buruan naik!" Cowok itu terlihat masih menyuruh Valen untuk naik keatas motornya, namun cewek dihadapannya masih acuh dan tidak kelihatan berniat untuk naik sedikitpun.
"Gak usah. Lagian gue gak kenal sama lo." Valen masih tetap pada mode cueknya.
"Lima menit lagi gerbang sekolah ditutup. Lo gak mau telat kan?"
Valen melirik kembali kearah jam tangannya dan ternyata benar apa yang dikatakan cowok itu bahwa waktu mereka hanya tinggal lima menit lagi sebelum pintu gerbang ditutup. Cewek itu lalu beralih kembali menatap kearah cowok yang masih setia dengan motornya itu. Valen mulai panik.

KAMU SEDANG MEMBACA
GALEN (SELESAI)
Ficção Adolescente"Jadiin gue pacar lo!" Valen membeku dalam keterkejutannya. Menunduk dalam. "Maksud kamu?!" "Jadiin gue pacar lo, kalau itu bisa menebus rasa bersalah," jawab Gariel enteng. --------------- Ini adalah kisah tentang mereka yang sama-sama tak menyadar...