Karena kita dipertemukan pada waktu yang kurang tepat.
---Jangan tanya seberapa bahagia Valen saat ini. Tak terhitung jumlahnya. Mungkin tak akan ada angka yang dapat menjangkau seluruh bahagia yang Valen dapat saat melihat mata cowok dihadapannya terbuka. Memandang rendah kepada Gariel, Valen tersenyum saat matanya terus mengeluarkan buliran bening tak berdosa.
"Gariel?" ulangnya. Bukan jawaban yang ia dapat. Namun sebuah kedipan lemah dari Gariel yang masih terlihat sangat pucat.Gariel sudah sadar, namun bibirnya masih belum sanggup untuk mengeluarkan sepatah katapun.
Gariel bangun dari tidur panjangnya. Cowok itu membuka mata.
Masih dengan suara isakan yang terdengar lirih, Valen menggenggam kuat tangan cowok itu, enggan melepas. Seakan takut jika itu hanya ilusinya semata, Valen tak berkedip sekalipun hingga air mata mengenang penuh di matanya. Cewek itu terus memanggil nama Gariel, dan ditanggapi dengan sedikit gerakan mata dari sang cowok.
"Lo bangun! Hiks."
"Gariel sadar. Terima kasih, Ya Allah." Valen tak henti mengucap syukur karena doanya setiap malam selama beberapa hari terakhir akhirnya didengar oleh sang pencipta.
Mengangkat tangan Gariel hingga menyentuh pipinya yang berair, saat itu pula Valen sadar bahwa seharusnya ia memanggil dokter terlebih dahulu agar dapat mengecek keadaan cowok itu.
Dokter datang tak lama kemudian. Ia menunggu diluar atas permintaan seorang suster yang juga ikut memeriksa kondisi Gariel didalam. Sebelum keluar, Valen samar-samar melihat seulas senyum yang diberikan Gariel untuknya. Memang tak terlihat jelas karena masih tertutupi masker oksigen yang cowok itu gunakan. Namun Valen sangat yakin ia tak salah lihat, Gariel tersenyum lemah kearahnya. Entah apa yang membuat cowok itu tersenyum, namun Valen yakini itu sebagai sebuah hal baik.
Valen menunggu di luar dengan tak tenang. Kedua tangannya ditautkan diatas paha. Ia duduk di kursi tunggu, setelahnya berdiri lalu berjalan mondar-mandir. Begitu seterusnya hingga beberapa kali. Gerakan mondar-mandir Valen terhenti saat terlihat Mama Gariel berjalan cepat kearahnya. Terlihat raut bahagia seperti yang ada pada wajahnya juga ada pada wanita yang mengenakan kerudung toska itu.
Tubuh Valen ditarik, lalu tenggelam dalam pelukan Mama Gariel yang sudah menitikkan air mata bahagianya. Valen cukup yakin jika wanita itu datang karena sudah mendapat kabar tentang anaknya yang sadarkan diri, mungkin perawat disana yang menghubungi nya.
"Doa kita dikabulkan oleh Allah, sayang, " ucap wanita itu dibalik curuk leher Valen.
Meski anggukan miliknya tak terlalu kencang, Valen yakin jika wanita yang sedang memeluknya tahu bahwa ia membenarkan perkataannya. Valen melepas pelukannya. Begitu pula dengan Annisa, yang masih menangis sesenggukan.
Wanita itu mendapat kabar beberapa menit yang lalu saat ia memang dalam perjalanan ingin kerumah sakit. Jadilah ia segera menyuruh supirnya untuk menambah kecepatan mobil yang ia tumpangi agar segera dapat melihat putranya kembali. Jangan tanya seberapa bahagianya ia sebagai seorang ibu yang akan kembali melihat putranya membuka mata. Seakan semua bahagia didunia ini takkan mampu menggantikan bahagia miliknya.
Dokter keluar dari ruangan Gariel saat jarum jam sudah menunjukkan pukul sembilan lewat sepuluh menit. Itu artinya sekitar tiga puluh menit sejak dokter itu masuk kedalam bersama dua perawat wanita yang masing-masing membawa sebuah kertas berisi catatan yang Valen yakini sebagai catatan kesehatan Gariel.
Mama Gariel langsung menyambut sang dokter dengan sebuah pertanyaan inti. Valen ikut berdiri dibelakang Annisa, menghadap kearah sang dokter yang memeriksa catatan yang diberikan oleh salah satu perawat kepadanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
GALEN (SELESAI)
Подростковая литература"Jadiin gue pacar lo!" Valen membeku dalam keterkejutannya. Menunduk dalam. "Maksud kamu?!" "Jadiin gue pacar lo, kalau itu bisa menebus rasa bersalah," jawab Gariel enteng. --------------- Ini adalah kisah tentang mereka yang sama-sama tak menyadar...