“Kamu yakin ini akan berhasil?”
Bukannya menjawab pertanyaan Stella, Gariel malah bertanya balik. “Lo serius mau bantu?”
Meski sudah memaafkan kesalahan gadis itu, jujur Gariel tak akan pernah bisa melupakan segala perbuatan buruknya. Itulah beda memaafkan dan melupakan. Kenangan bersama gadis itu sudah ia tinggalkan di benua seberang, namun luka yang ada terpaksa dibawah hingga tanah air.
“Yel!” Nada penuh peringatan jelas terdengar dari Juna. Tak ingin adiknya berbicara keras pada wanita, meski wanita itu adalah mantan yang pernah menyakitinya sekalipun.
“Gak papa, kak,” ucap Stella. Gadis itu bangkit dari duduknya di kursi mini bar sebuah café, milik temannya. Juna dan Gariel duduk tepat di depan gadis berjaket peach itu. Berputar sebentar sambil menopang tangannya dibawah dagu, seperti sedang berpikir.
Dari tempat duduknya, Juna menarik napas. Mengamati gadis blasteran tersebut.
“Lo lagi mikir?”
“Iya, kak.”
“Masih punya otak lo?” tanya Gariel dengan sadisnya. Seakan lupa bahwa gadis itu pernah menjadi bahagianya. Tapi untuk sekarang, kekesalan sungguh menggunung dikepalanya.
Stella tidak tersinggung. “Punya dong.”
“Kalau punya kenapa selingkuh?”
“Kamu gak akan ngerti.”
“Cih! Nyari pembenaran.”
Sungguh, Stella tidak tersinggung. Gariel benar-benar tak akan paham posisinya kala itu. Stella juga ingin merasakan perhatian, yang tidak ia dapatkan dari Gariel.
“Udah-udah jangan berantem, kayak anak kecil aja kalian berdua,” lerai Juna, saking tak tahan mendengar dua remaja itu sejak tadi selalu beradu pendapat, bahkan sindir-menyindir, untung Stella yang selalu menjadi korban tidak baper.
Dengan sekali sentak, Stella berhasil menarik tas punggung yang ia letakkan pada sandaran kursi. Gadis itu melirik pada arloji ditangan kirinya, satu jam sudah dua lelaki tampan dihadapannya menculik dirinya ketempat ini, dan karena dirasanya perbincangan sudah usai ia hendak segera pulang.
“Ya sudah, aku pulang dulu, ya. Besok malam jangan lupa tampil dengan tampan, pacar.” Diiringi kerlingan manja, gadis itu segera beranjak pergi sebelum Gariel murka karena ia panggil pacar.
“Dia siapa, bang?” tanya Gariel saat dilihatnya gadis itu sudah berlalu dengan sebuah taksi online.
Setelah sempat menegak jus jeruk pesanannya, Juna berkata dengan prihatin. “Mantan lo.”
“Kok gue mau sama dia?” tanya Gariel tak percaya.
“Di pelet mungkin.”
Gariel geleng-geleng kepala. Sejurus kemudian mengikuti kakaknya yang sudah melangkah lebih dahulu. Seragam sekolah yang sudah ia buka kancingnya langung melambai karena tiupan angin begitu membuka pintu, memperlihatkan kaos hitam yang ia gunakan sebagai daleman.
***
Uap panas terlihat mengepul dari dua gelas cokelat panas yang Valen bawa diatas nampan. Gadis itu berjalan dengan tenang karena takut minuman yang ia bawa terguncang lalu mengenai tangannya. Pintu kamar yang tadi ia biarkan terbuka memudahkannya untuk masuk kekamar, tanpa harus meletakkan nampan dilantai terlebih dahulu.
“Fir, gue bikinin cokelat panas nih,” ucapnya. Diletakkan nampan itu diatas meja, kemudian berbalik untuk menutup pintu.
“Firrrr?!”
KAMU SEDANG MEMBACA
GALEN (SELESAI)
Teen Fiction"Jadiin gue pacar lo!" Valen membeku dalam keterkejutannya. Menunduk dalam. "Maksud kamu?!" "Jadiin gue pacar lo, kalau itu bisa menebus rasa bersalah," jawab Gariel enteng. --------------- Ini adalah kisah tentang mereka yang sama-sama tak menyadar...