Dalam bisu yang menjerat. Tak henti namamu ku ucapkan.
---
Valen diam.Gariel juga.
Keduanya tak bersuara. Hening menyelimuti hingga tanpa sadar sepeda motor yang dikendarai Gariel berhenti tepat didepan sebuah pagar berwarna hitam dengan sedikit aksen putih mengkilap.
Tepat saat Valen turun, sebuah sedan berwarna hitam juga berhenti disampingnya. Valen tahu betul siapa pemilik mobil ini, pahlawan di hidup Valen. Gadis itu tersenyum, mengikuti setiap pergerakan yang dilakukan seorang wanita cantik yang keluar dari bangku penumpang depan. Wanita yang tak lain adalah bunda Valen itu juga tersenyum ramah.
"Bunda," panggil Valen sambil berjalan mendekat.
Gariel sudah turun dari motornya, lalu ikut berjalan mendekat kearah bunda Valen dan selanjutnya mencium punggung tangan wanita itu. Gariel tersenyum tipis, tanpa rasa canggung sedikitpun. Ia pun melakukan hal yang sama pada sosok laki-laki yang juga ikut turun setelah bunda Valen, ayah gadis itu.
"Teman Valen?" tanya Hartanto ramah. Selanjutnya melirik putri semata wayangnya dengan senyum yang terukir indah diwajahnya.
Gariel mengangguk lambat-lambat. Senyum tipisnya masih tercetak, memandang kearah pasangan didepannya.
"Siapa namanya?" Kali ini bunda Valen yang bertanya, tak kalah ramah dengan sang suami.
"Gariel, Tante."
"Papa tadi kenapa gak jemput Valen? Ditelpon pun gak bisa. Mang Irman pun sama. Untung ada Gariel yang mau antar Valen, kalau enggak entah bagaimana sekarang nasib Valen."
Hartanto memandang istrinya dalam-dalam, merangkul wanita yang sudah dicintainya selama tiga perempat hidupnya. Laki-laki itu memandang lembut kearah istrinya, lalu kearah Valen yang masih menungu jawaban darinya.
"Bunda tadi sedikit pusing, jadi ayah antar bunda kedokter dulu. Hp ayah baterainya habis. Maaf ya, sayang!"
Valen seketika berubah cemas, memandang bundanya yang saat ini malah tersenyum kearahnya. Bunda Valen memang tidak boleh kecapekan, sedikit saja maka bundanya akan langsung merasa pusing bahkan terkadang Valen menemukan sang bunda tak sadarkan diri akibat kelelahan.
Valen dan Hartanto sudah sangat sering menasehati agar wanita itu tidak usah terlalu sering memasak, karena takut wanita itu akan kelelahan. Namun wanita kesayangan itu sangat keras kepala dengan mengatas namakan memasak sebagai hobi, sehingga ia dan sang ayah tak lagi membantah, tapi tetap mengawasi agar bundanya tak kewalahan.
"Bunda gak kenapa-kenapa? Masih pusing, Bun?"
"Bunda gak papa, sayang. Bunda cuma kelelahan biasa dan sekarang sudah sembuh," ujar Julia menenangkan sang tuan putri yang selalu heboh saat ia sakit sedikit saja. Lihat saja sekarang, tangannya sampai digenggam erat oleh Valen, bahkan mata gadis itu sudah mulai berkaca-kaca.
"Bunda jangan sakit lagi. Valen gak suka lihat bunda sakit."
"Iya, bunda gak akan sakit lagi. Sudah ayo masuk, Gariel juga mampir dulu," ajak Julia.
Gariel yang awalnya hanya diam memperhatikan interaksi keluarga kecil itu tercekat. Ia kembali mengangguk samar-samar, tidak enak hati jika ia menolak ajakan mampir dari wanita yang Valen panggil bunda itu, mungkin karena keramahan yang ditawarkan oleh orangtua Valen.
"Silakan masuk." Valen mempersilahkan Gariel.
Gariel mengekor dibelakang Valen untuk masuk, orang tua Valen masuk setelahnya. Gariel duduk di sofa panjang berwarna hitam, setelah dipersilahkan duduk oleh ayah Valen. Cowok itu duduk dengan tegap, sedang Valen di sofa seberang. Orangtua Valen pun ikut duduk bersama mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
GALEN (SELESAI)
Novela Juvenil"Jadiin gue pacar lo!" Valen membeku dalam keterkejutannya. Menunduk dalam. "Maksud kamu?!" "Jadiin gue pacar lo, kalau itu bisa menebus rasa bersalah," jawab Gariel enteng. --------------- Ini adalah kisah tentang mereka yang sama-sama tak menyadar...