Memilih Percaya

93 10 0
                                        

Cinta itu bukan seperti hujan, yang datang dengan pertanda. Bukan pula cuaca yang dapat diprediksi. Cinta itu seperti racun, mengadiksi.
---

Suara tenang angin yang bertiup lembut menerpa wajah Valen sejak hampir 30 menit yang lalu nyatanya harus terganggu saat suara nyaring bocah laki-laki berwajah tampan memanggil namanya. Dengan senyum yang tercetak jelas di bibirnya, Valen membuka mata yang sedari tadi terpejam. Bangkit dari pembaringannya diatas rumput halaman belakang rumah Gariel.

Hari ini adalah hari minggu. Jika biasanya hari minggu Valen habiskan untuk marathon drama sepanjang hari didalam kamarnya, maka tidak dengan hari ini. Sejak pagi ia sudah diculik kerumah Gariel, laki-laki itu sendiri yang langsung menjemput dan meminta izin kepada orangtuanya.

Dan disinilah Valen berakhir sekarang. Berbaring dengan alas rumput dihalaman belakang rumah Gariel bersama dengan cowok itu. Menikmati semilir angin dan matahari yang sudah hampir mencapai puncak tertingginya diatas sana.

"Kak Alennn!" seru Dino sambil menerjang tubuh Valen dengan pelukan.

Valen yang belum siap dengan manuver Dino yang tiba-tiba itu hampir terhuyung kebelakang jika saja Gariel tidak segera menopang punggungnya dengan tangan cowok itu.

"Maaf," ucap cowok itu dengan segera menurunkan tangannya dari punggung Valen. Mungkin karena dia menghormati Valen, dan takut Valen akan salah sangka dengan gerakan tangannya yang sebenarnya adalah refleks.

"Gak papa. Terimakasih."

"Dinosaurus, hati-hati dong! Kan kak Valennya hampir jatuh," ucap Gariel menasehati adiknya yang super manja itu.

Seketika wajah Dino memerah, menahan tangis yang akan segera pecah. Posisinya masih berada dipangkuan Valen, bocah itu nampak sangat menyesali perbuatannya.

Valen yang tanggap akan kondisi yang terjadi langsung memberi pelototan pada Gariel yang dibalas dengan hardikan bahu oleh cowok itu. Sebelah tangan Valen langsung mencubit pipi Dino yang gembul, menarik sudut bibirnya untuk membentuk lengkungan. "Gak papa Dino. Kakak gak papa kok. Udah, anak cowok gak boleh nangis."

Gariel jadi semakin terpesona pada sosok Valen. Gadis itu nampak dewasa padahal usianya bahkan baru akan memasuki angka 17 tahun.

"Dinosaurus cengeng," jail Gariel.

Satu lagi hal yang Valen pelajari setelah resmi menjadi pacar Gariel, ternyata cowok itu sangat suka menjaili adik semata wayangnya ini.

"Kak Alen, bilangin sama bang Ayel jangan manggil Dino dinosaulus, ihh!" kesalnya mengadu pada Valen. Bocah itu jadi sangat manja pada Valen, membuat Gariel iri saja.

"Suka-suka abang dong. Kan mulut abang yang ngomong," sewot Gariel sambil mencubit gemas pipi Dino seperti yang Valen lakukan tadi, namun langsung ditepis oleh bocah itu.

"Kak Alennnn."

"Ngadu."

"Bial. Kak Alen kakak Dino," ucap Dino sambil masuk dalam pelukan Valen. Sikap defensif yang ditunjukan Dino membuat sepasang muda-mudi itu terperangah gemas.

"Terus abang ini siapa?" tanya Gariel.

Valen belum ambil suara. Ia hanya menjadi pendengar akan dua laki-laki sama tampan yang berbeda ukuran tubuh itu. Yang satu sudah dewasa, sedang yang satunya masih anak-anak. Walau tingkah keduanya terlihat seperti mereka seumuran. Kanak-kanak.

Dino memutar bola matanya malas. Sontak saja yang ia lakukan membuat Gariel dan Valen jadi semakin gemas dengan tingkahnya. Belajar dari mana bocah itu?

GALEN (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang