Karena kamu adalah sosok tangguh tanpa rasa takut.
---"Udah mau sampe, Ma."
"Iya, iya."
Dika setengah berlari menuju ruangan Gariel. Pagi-pagi sekali ia ditelpon oleh Annisa yang menyuruhnya segera datang kerumah sakit karena katanya Gariel sadar tadi malam. Dengan napas yang masih agak terengah-engah, cowok itu membuka gagang pintu. Wajah Annisa adalah hal pertama yang ia lihat setelah masuk.
"Pagi, Ma," sapanya lalu menyalami tangan perempuan itu.
Dika melangkah kedepan. Melihat ada Papa Gariel, cowok itu melakukan hal yang sama dengan menyalaminya. "Pagi, Pa."
"Pagi, Dik."
Kini Dika mendekat kearah brankar Gariel, yang mana cowok itu sudah melihat sahabatnya duduk bersandar ditopang bantal dibelakang punggungnya. Dika tersenyum dan dibalas Gariel dengan menaikkan alisnya.
"Pagi, bro!" Dika berdiri tepat disamping Gariel. Tangannya ia tepuk beberapa kali pada bahu Gariel.
"Hmm."
"Lama bener lo tidurnya. Gak kangen gue?" tanya Dika pada sahabatnya yang baru bangun.
Gariel terbangun sebelum subuh, Mama dan Papanya adalah orang yang pertama kali ia lihat saat membuka mata. Cowok itu sudah mendapat penjelasan tentang kondisinya, berapa lama ia tak sadarkan diri juga hal-hal penting lainnya dari sang Mama.
Ternyata hampir seminggu ia tak sadarkan diri. Dari sang mama juga Gariel tahu bahwa seminggu belakangan Valen dan Dika setiap hari menjenguknya. Valen disore hari sedang Dika dimalam hari. Ternyata ada yang menunggunya untuk sadar. Dan Gariel bersyukur akan hal itu.
"Emang, lo siapa?"
"Ya Allah, Ma, Pa, ini anak amnesia?" tanya Dika panik. Annisa dan Edi hanya tertawa menanggapi pertanyaan itu.
Gariel tidak amnesia. Ia hanya merecoki Dika, membuat sahabatnya itu panik sebentar.
"Yel, lo amnesia? Masa gak ingat gue. Gue sahabat terbaik lo dari masih ingusan. Sekarang pun gue tinggal di apartemen lo, kita tinggal bareng. Kita selalu bareng. Gue satu-satunya manusia yang betah temenan sama orang gila kayak lo. Kata orang sih lo dingin kayak es, tapi menurut gue lo kayak setan, tiap hari ngerjain gue dan memancing emosi." Dan Dika malah curhat. Bahkan cowok itu mengatai Gariel didepan orang tuanya sendiri. Namun yang mencengangkan adalah bukannya marah anaknya dikatai, orangtua Gariel malah tertawa atas perkataan Dika.
Wah, Gariel marah sekarang. Bagaimana bisa Dika mengatainya orang gila, disaat sebenarnya cowok itu lebih gila daripadanya. Juga bagaimana bisa cowok itu mengatainya dingin, disaat bahkan cowok itu sendiri tak pernah berbicara dengan orang selain dirinya. Hei, Dika tak kalah dingin dengan Gariel. Mereka berdua diposisi yang sama. Tolong sadarkan dia.
Satu jitakan dari Gariel tepat bersarang dikepala bagian belakang Dika dengan sangat tidak lembut. Gariel menunjukkan senyumnya, seakan tak berdosa telah menjitak Dika yang memang pantas mendapatkannya.
"Wah, amnesia aja lo masih ngeselin ya?!" protes Dika sambil mengusap tengkuknya dengan kasar dan sedikit meringis.
Gariel tak menanggapi, hanya kembali tersenyum dan itu membuat Dika jadi makin geram.
Sebelum terjadi hal yang tidak diinginkan, Mama Gariel segera menjelaskan. "Sudah sudah. Kalian ini ribut seperti anak kecil saja."
"Dika?" panggil wanita itu.
Dika menoleh, segera menjawab panggilannya itu. "Iya, Ma."
"Gariel gak amnesia, tenang aja. Dan Gariel, kamu jangan begitu. Kasian Dika, padahal selama ini dia yang selalu menjenguk kamu disini," nasehat Mamanya. Dika dan Gariel mengangguk bersama, ditambah dengan cengengesan yang keluar dari bibir Gariel.
KAMU SEDANG MEMBACA
GALEN (SELESAI)
Roman pour Adolescents"Jadiin gue pacar lo!" Valen membeku dalam keterkejutannya. Menunduk dalam. "Maksud kamu?!" "Jadiin gue pacar lo, kalau itu bisa menebus rasa bersalah," jawab Gariel enteng. --------------- Ini adalah kisah tentang mereka yang sama-sama tak menyadar...