Sejak kamu memilih untuk berdiri di sampingku saat itu, artinya kamu telah mempercayakan hidupmu atasku.
---Jika biasanya Valen merasa pelajaran sejarah sangat membosankan, kali ini justru ia tenggelam dalam kebosanan itu. Cewek itu merapalkan doa sambil tangannya yang terus menyalin semua tulisan yang ada dipapan tulis. Semoga jam sekolah tak cepat berakhir. Doanya kali ini memang sangat berkebalikan dengan doa pada hari-hari sebelumnya yang berharap agar bel pulang sekolah segera berbunyi.
Hari ini adalah hari yang kurang baik bagi Valen. Setelah tiga hari lamanya ia tak menemui atau menjenguk Gariel dirumah sakit dengan alasan sedang banyak tugas, hari ini ia harus kembali berhadapan dengan cowok itu. Gariel diperbolehkan pulang hari ini, jadi tentu Valen juga harus menjemputnya dirumah sakit. Banyak tugas sebenarnya hanyalah alasan bagi Valen untuk tidak bertemu cowok itu. Valen belum siap. Ia belum mempunyai jawaban atas apa yang cowok itu tawarkan dirumah sakit saat pertemuan terakhir mereka.
Saat hatinya masih milik pria dingin yang dengan sangat tega menolaknya langsung, mana mungkin Valen bisa berpacaran dengan sahabat pria itu? Dika masih mengisi penuh ruang dihatinya. Valen sebenarnya benci untuk mengakui bahwa setelah penolakan keras yang cowok itu lakukan ia masih sangat menaruh hati padanya, namun ini adalah urusan hati yang tak bisa ia paksakan. Ia mencintai cowok dingin itu, titik.
Namun yang membuatnya bimbang adalah Gariel. Cowok itu berhasil menyita seluruh pikiran Valen belakangan ini, entah karena apa.
Saking sibuknya memikirkan jawaban antara iya ataupun tidak atas pernyataan Gariel yang menyuruhnya menjadikan cowok itu sebagai pacarnya, ia bahkan jadi tak sempat untuk memikirkan alasan dibalik sikap Gariel yang itu. Apa Gariel menyukai Valen atau ada maksud lain dibelakangnya.
Valen bingung. Titik.
Tepat saat itu pula bel pulang sekolah terdengar memekakkan telinga di seluruh penjuru bangunan itu. Valen mendesah berat saat gurunya kini beranjak keluar kelas setelah berkata mereka diperbolehkan pulang. Ekspresi cewek itu sangat berbanding terbalik dengan wajah teman-teman sekelasnya yang tersenyum bahagia.
"Akhirnya pelajaran Buncam habis juga. Lelah hayati deh gue tiap dia masuk." Edo yang notabenenya murid paling malas belajar dikelasnya berseru kencang. Cowok berambut cokelat itu bahkan berkacak pinggang dengan sebelah tangan mengusap kedua matanya, efek tak bisa tidur saat pelajaran berlangsung tadi.
Buncam atau Ibu Ancam, itu adalah panggilan sayang Edo untuk guru sejarah mereka. Karena guru tersebut selalu mengancam untuk memberikan surat peringatan kepada orangtua murid yang tidur saat kelasnya berlangsung. Awalnya hanya Edo yang menggunakan panggilan itu, namun kini malah satu sekolahan memanggil wanita senja itu dengan panggilan menggelikan tersebut. Buncam, Bu guru yang sering mengancam. Begitulah kekreatifan murid-murid yang digunakan pada tempat yang salah. Valen hanya bisa geleng-geleng kepala melihatnya.
Tanpa sadar Valen kini sudah keluar kelas, berjalan menunduk menuju gerbang sekolahnya untuk mencari angkot yang bisa ia gunakan untuk pergi ke rumah sakit. Ayahnya tak bisa menjemput karena sedang ada rapat penting dengan direksi perusahaan katanya. Entah Valen tak paham hal-hal seperti itu.
Akibat terus menunduk, tanpa sengaja Valen menabrak seseorang didepannya.
Bugh.
Valen oleng ke belakang namun tak sampai jatuh. Ia sedikit mengangkat wajahnya untuk melihat orang yang ditabraknya. Ia hendak meminta maaf saat kata-kata yang akan dikeluarkan ditelannya kembali.
Orang yang ditabraknya adalah Dika. Huh, kenapa harus cowok itu diantara ratusan siswa lainnya yang berpotensi ia tabrak? Merasa tak enak hati, Valen berucap sambil mengambil jarak untuk berlalu pergi. "Maaf."

KAMU SEDANG MEMBACA
GALEN (SELESAI)
Teen Fiction"Jadiin gue pacar lo!" Valen membeku dalam keterkejutannya. Menunduk dalam. "Maksud kamu?!" "Jadiin gue pacar lo, kalau itu bisa menebus rasa bersalah," jawab Gariel enteng. --------------- Ini adalah kisah tentang mereka yang sama-sama tak menyadar...