Valen berlari dan terus berlari. Rasa sakit akibat goresan benda tajam yang masih mengeluarkan darah dari bahu kiri ia abaikan. Seakan tidak tahu apa itu rasa lelah dan tak ada tempat yang dapat membuatnya merasa aman, gadis kecil itu terus berlari tak tentu arah dengan langkahnya yang kecil-kecil.
Ia menangis. Namun sekuat apapun ia menumpahkan air matanya tetap tak ada yang mendengar. Tetap tak ada yang menolong gadis kecil yang kondisinya cukup mengkhawatirkan itu.
Gadis itu ketakutan. Sendirian ditengah pekatnya malam. Rembulan malam ini tidak besinar secerah biasanya, seakan ikut larut dalam kegelapan yang Valen kecil rasakan.
Valen berhenti berlari dan kini memutar badannya kebelakang, seorang laki-laki bertubuh tinggi dengan pakaian serba hitam masih berjalan cepat kearahnya. Ditangan kanannya laki-laki itu memegang sebuah pisau yang terlihat sangat mengkilat dan tajam saat terkena cahaya. Seringai jahat muncul dibibirnya.
"Tolong! Tolong!" teriak Valen sambil kakinya terus berlari menghindar dari seseorang yang tengah mengejarnya itu. Gadis kecil berambut sebahu itu meringkuk dibelakang sebuah kardus yang tersusun tinggi. Ia itu terus menekan mulutnya dengan telapak tangan agar isakannya tak terdengar. Isakan yang sungguh menyayat hati dari gadis kecil cantik berusia 7 tahun ini.
"Bundaaa!"
"Ayahhh!"
Valen terus memanggil kedua orang tuanya dalam hati. Berteriak bahwa ia takut dalam pikirannya. Gadis itu menggesek-gesek gelang kayu dengan ukiran unik di tangan kirinya dengan ibu jari tangan kanannya. Terus begitu hingga Valen berdiri dan hendak kembali berlari.
Namun sial bagi Valen kecil karena ia kini malah berhadapan dengan laki-laki yang terus mengejarnya dari tadi. Laki-laki bertubuh tambun itu berdiri tepat dihadapan Valen, dengan seringai yang membuat Valen semakin gemetar.
Valen tersentak dan hendak memutar tumitnya untuk berlari kearah sebaliknya, namun sayang mulut dan hidung gadis kecil nan malang itu sudah ditutupi oleh kain. Ia memberontak sekuat tenaga, namun apalah daya tenaganya dibanding laki-laki bertubuh tambun yang kini tengah membekap mulutnya.
Napas Valen serasa tercekat, pandangannya mengabur karena air mata berlomba-lomba untuk turun melalui pelupuk matanya. Valen terus memberontak, hingga tiba-tiba sebuah pisau diacungkan tepat didepan lehernya. Gadis itu berusaha menguasai diri walau pisau itu terus mendekat kepadanya. Benda dingin itu mulai menyentuh permukaan lehernya sedikit demi sedikit membuat Valen semakin takut dalam bekapan-nya.
Pisau itu semakin terasa, hingga....
----
"Valen!"
Gadis yang namanya dipanggil itu membuka mata dengan sangat cepat. Napasnya terengah-engah seperti habis berlari marathon. Ia menegakkan tubuhnya dan kini mulai bersandar pada sandaran kursi yang diduduki-nya. Wajahnya masih menunjukkan ketakutan yang amat sangat.
Mimpi yang dialami-nya tadi bukan hanya sekedar mimpi. Itu adalah kenangan lama yang sudah sangat ingin ia lupakan. Kenangan buruk dari masa kecil yang membuatnya trauma hingga saat ini.
Pandangan gadis itu masih kosong. Peluh masih membasahi area keningnya. Hingga Valen akhirnya mulai menetralkan hembusan dan tarikan napasnya yang masih memburu.
"Lo gak apa-apa?" Seorang gadis cantik dengan wajah yang sarat akan rasa khawatir bertanya kepada Valen yang masih mematung.
Valen tersenyum kecil kearah gadis itu, seakan mengisyaratkan bahwa dirinya baik-baik saja. Ia tak ingin gadis yang sudah menjadi sahabatnya sejak kecil itu mengkhawatirkan dirinya. Namun sepertinya senyum itu tak mempan bagi sang sahabat yang memang sudah tahu dan hafal betul segala tabiat Valen.
KAMU SEDANG MEMBACA
GALEN (SELESAI)
Novela Juvenil"Jadiin gue pacar lo!" Valen membeku dalam keterkejutannya. Menunduk dalam. "Maksud kamu?!" "Jadiin gue pacar lo, kalau itu bisa menebus rasa bersalah," jawab Gariel enteng. --------------- Ini adalah kisah tentang mereka yang sama-sama tak menyadar...