Minggu Ceria

122 16 2
                                    

Valen mengeliat, matanya masih terpejam. Gadis itu berdecak sebal sambil terus menarik selimut tebal yang membungkus tubuh mungilnya hingga menutupi seluruh tubuh hingga kepalanya. Lima menit sudah ketenangannya terusik. Seseorang terus saja menggoyang-goyangkan bahunya yang berakibat seluruh badannya ikut berguncang. Valen dapat mendengar suara perempuan memanggil namanya secara berulang, namun ia tak punya cukup kesadaran untuk sekedar menyahut.

Valen bergumam tidak jelas dari balik selimut. Ia meringkuk semakin dalam, menggulung tubuhnya dengan erat. Hangat dan damai, hanya itu yang Valen rasakan, membuat gadis cantik itu semakin betah pada posisi nyamannya untuk tidur. Gadis itu nyaris kembali memasuki alam mimpi jika saja selimutnya tidak ditarik secara kasar. Valen semakin berdecak karena tidurnya diganggu.

Perlahan Valen membuka matanya. Sinar mentari langsung menusuk indra penglihatannya begitu saja, membuat Valen kembali memejamkan matanya kuat-kuat sekali lagi.

Silau. Siluet seorang perempuan terlihat dibalik cerahnya sinar sang mentari yang sedang menjalankan tugasnya untuk menghangatkan bumi. Punggung tangannya ia letakkan diatas kelopak mata untuk menetralisir cahaya kuat yang menusuk matanya itu. Valen berguling kesamping hingga kini hanya punggungnya yang tersisa untuk disinari matahari. Selimutnya kembali ia tarik keatas, namun seseorang itu kembali menarik sumber kenyamanan Valen itu. Suara decakan jelas terdengar dari orang itu.

"Aku masih ngantuk, Bun. In case kalau Bunda lupa, ini minggu, Bun!"

"Valen bangun, ihh! Ini gue, bukan Bunda." Fira kembali mengguncang tubuh Valen yang masih setia bersama selimut tebalnya.

"Fir, plis gue masih ngantuk, parah!" Valen bergumam setelah tahu bahwa orang itu adalah Fira, bukan bundanya.

"Lo cewek tapi kebo banget. Bangun! Gue mau ngajak lari pagi di taman."

"Tuan putri, bangun ya bangun!" Fira menarik tubuh Valen hingga sahabatnya itu kini terduduk diatas ranjang empuknya.

Mata Valen masih setengah terbuka, nyawanya pun rasanya baru kembali setengah. Sambil menguap lebar Valen berguman, "Tumben lo mau lari pagi-pagi minggu kayak gini, biasanya juga masih molor jam segini, kenapa?"

"Lagi pengen aja! Biar sehat," sahut Fira cepat. Tangannya terus menarik tangan Valen untuk beranjak dari kasurnya.

"Buruan, Len!"

"Iya, ini gue bangun bawel." Masih dengan muka bantalnya, Valen melangkah kearah kamar mandi yang juga berada didalam kamarnya ini. Valen menggaruk lehernya yang gatal dengan gerakan khas orang bangun tidur. Gadis itu keluar dari kamar mandi tak lama kemudian. Mukanya kini sudah nampak lebih segar setelah tadi di basuh. Rambutnya juga sudah tertata dengan rapi, diikat kuncir kuda seperti biasa. Valen menarik salah satu baju kaos juga celana training dari dalam lemarinya.

Fira terlihat sibuk dengan ponselnya sendiri hingga ia tak sadar bahwa Valen sudah keluar dari kamar mandi barusan.

"Gue ganti baju dulu ya," gumam Valen membuat Fira mengalihkan pandangan dari benda persegi panjang dalam genggaman tangannya.

Fira tersenyum sambil mengangguk antusias sebagai jawaban. Valen berlalu masuk kembali kedalam kamar mandi untuk mengganti baju tidurnya menjadi baju yang tadi diambilnya. Valen keluar lima menit kemudian. Setelah berpamitan dengan orangtuanya yang kebetulan sedang menonton televisi diruang keluarga, ia dan Fira langsung menuju taman komplek dengan berjalan kaki.

Keduanya hanyut dalam suasana pagi yang damai. Semilir angin menerpa wajah dengan lembut hingga tak ada seorangpun diantara keduanya yang buka suara. Jalan yang ditempuh pun nampak sangat sepi, hanya ada beberapa perempuan berdaster yang sedang berbincang dengan pedagang sayur. Tipe emak-emak komplek. Tukang gosip.

GALEN (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang