Chapter 25: Gerbang Dibuka, Rahasia Terungkap

127 4 0
                                    

Sebastian baru saja selesai latihan berkuda ketika ia melihat Theodore berjalan memasuki gerbang istana. Napasnya masih sedikit tersengal, namun ia menyempatkan diri untuk menepuk-nepuk leher kudanya sebelum melangkah mendekat ke arah sepupunya.

"Kau akhirnya kembali juga," ucap Sebastian dengan nada santai, menyeka keringat di dahinya. "Jalan-jalanmu menyenangkan?"

Theodore meliriknya sekilas, lalu melepas jubahnya yang sedikit berdebu. "Lumayan," jawabnya singkat.

Sebastian menyeringai. "Jangan bilang kau tersesat. Aku sudah menduga kau akan berkeliaran, tapi tidak menyangka kau pergi selama ini."

"Aku tidak tersesat." Theodore mendesah ringan. "Aku hanya ingin melihat-lihat. Bukankah aku sudah bilang sebelumnya?"

Sebastian mengangkat bahu. "Benar juga. Tapi kau memang nekat, keluar tanpa banyak pengawal."

Sebelum Theodore bisa menjawab, seorang pelayan datang menghampiri mereka dengan terburu-buru. "Tuan Theodore, Lord Aldrich ingin bertemu dengan Anda di ruangannya sekarang."

Theodore menatap pelayan itu sejenak sebelum mengangguk. "Baiklah."

Meninggalkan Sebastian yang masih menatapnya dengan penuh rasa ingin tahu, Theodore melangkah menuju ruangan Lord Aldrich. Setibanya di sana, ia mengetuk pintu sekali sebelum masuk. Sang penasihat utama sudah duduk di kursinya, ekspresinya seperti biasa—tenang, namun penuh perhitungan.

"Duduklah, Theodore," ujar Lord Aldrich tanpa basa-basi. "Kau pergi ke mana saja hari ini?"

Theodore duduk dengan tenang, menyandarkan punggungnya ke kursi. "Aku berjalan-jalan di kota, seperti yang kau izinkan sebelumnya."

Lord Aldrich mengangguk pelan. "Lalu, bagaimana menurutmu?"

"Menarik. Ada banyak hal yang berbeda dibandingkan dengan kehidupan di dalam istana." Theodore menatap pria tua itu dengan saksama. "Dan tempat di belakang gereja tua memang sebagus yang diceritakan."

Lord Aldrich sedikit tersenyum. "Aku senang kau menikmatinya. Tapi perlu kau tahu, hanya aku, tiga pengawal yang bertugas, dan Sebastian yang tahu bahwa kau keluar tanpa pengawalan penuh. Sisanya mengira kau tetap berada di dalam istana."

Theodore mengangguk mengerti. "Aku tidak akan bicara soal ini kepada siapa pun. Aku juga tidak punya alasan untuk melakukannya."

"Bagus." Lord Aldrich melipat tangannya di atas meja. "Jangan biarkan siapa pun mengetahui keleluasaan yang kuberikan padamu. Kau tahu bagaimana orang-orang di istana ini bisa berspekulasi."

Theodore hanya tersenyum tipis. "Aku bukan tipe yang suka menyombongkan diri, Lord Aldrich."

Sang penasihat menatapnya beberapa detik sebelum akhirnya mengangguk puas. "Baiklah. Kalau begitu, kau boleh pergi."

— 7 PRINCES —

Saat Sebastian masih berdiri di halaman istana, matanya menangkap sebuah kereta kuda yang baru saja memasuki gerbang utama. Dengan satu lambaian tangan dari kusir, para penjaga segera membukakan jalan, membiarkan kendaraan itu melaju mulus menuju pintu masuk utama.

Sebastian mengenali kereta itu dalam sekejap. Tidak salah lagi, itu adalah kendaraan milik ayahnya, Raja Charles. Setelah perjalanan yang cukup lama, akhirnya sang raja kembali ke istana.

Ketika kereta berhenti, seorang pelayan segera menghampiri untuk membuka pintu. Raja Charles turun dengan gerakan yang anggun dan berwibawa. Jubahnya yang berwarna merah tua berkibar ringan tertiup angin pagi. Matanya yang tajam segera menemukan sosok Sebastian yang berdiri tidak jauh dari sana.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Feb 16 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

7 PRINCESTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang