Chapter 23: Langkah Kuda, Langkah Takdir

117 5 0
                                    

Di pagi yang cerah, Sebastian bersiap untuk berlatih berkuda setelah sekian lama. Selama di St. Britannia, latihan berkuda belum diizinkan bagi siswa tahun pertama, sehingga kini ia ingin memanfaatkan waktu di istana sebaik mungkin. Ia mengenakan kemeja putih dengan rompi kulit berwarna cokelat tua, celana panjang hitam, serta sepatu bot kulit tinggi yang kokoh. Sarung tangan kulit melindungi tangannya saat menggenggam tali kekang, sementara rambut pirangnya yang disisir rapi sedikit berantakan karena angin pagi.

Kuda yang dipilihnya adalah seekor kuda jantan hitam gagah dengan surai panjang yang mengkilap, bernama Shadowmere. Kuda itu tampak energik, menghentakkan kakinya ke tanah dengan semangat, seolah menyadari bahwa hari ini ia akan digunakan untuk berpacu. Sebastian menaiki kudanya dengan gerakan lincah, lalu mulai mengitari lapangan latihan dengan penuh percaya diri.

Di kejauhan, ia melihat seseorang memasuki kandang kuda. Theodore. Adik sepupunya itu tampak berbeda dari biasanya—lebih santai, tapi tetap menjaga auranya yang berkelas. Theodore mengenakan mantel panjang berwarna biru tua dengan sulaman emas di tepinya, kemeja berkerah tinggi warna gading, serta celana berkuda yang senada dengan sepatunya yang terbuat dari kulit hitam mengilap.

Tak lama, Theodore keluar dari kandang dengan menaiki seekor kuda putih abu-abu yang gagah bernama Stormwind. Kuda itu memiliki mata tajam, menunjukkan kecerdasan dan ketahanan yang luar biasa. Langkahnya penuh percaya diri saat berjalan keluar dari kandang.

Sebastian segera mendekat dengan kudanya, tersenyum penuh tantangan. "Kau mau latihan juga?" tanyanya sambil mengendalikan Shadowmere agar berjalan beriringan dengan Stormwind.

Theodore menggeleng ringan. "Tidak. Aku hanya ingin berjalan-jalan."

Sebastian mengangkat alisnya, lalu mendapatkan ide yang lebih menarik. "Bagaimana kalau kita bertanding?"

"Aku tidak tertarik." Theodore menolak dengan santai, menepuk leher Stormwind dengan lembut. Tapi tentu saja, Sebastian tidak akan membiarkan kesempatan ini berlalu begitu saja.

"Ayolah, kapan lagi kita bisa beradu kuda di sini?" rayu Sebastian sambil sedikit menarik tali kekangnya. "Atau kau takut kalah?"

Theodore mendesah pelan, menatap lurus ke depan. Akhirnya, dengan enggan ia mengangguk. "Baiklah. Tapi jangan menyesal kalau aku menang."

Sebastian terkekeh. "Kita lihat saja."

Mereka memacu kuda mereka keluar dari area istana, melewati jalan tanah berbatu yang menuju hutan di sekitar kerajaan. Pepohonan tinggi menjulang di kiri dan kanan, memberikan keteduhan yang nyaman. Cahaya matahari menembus celah-celah daun, menciptakan pola keemasan di tanah berumput. Burung-burung berkicau riang, seakan ikut menyemangati perlombaan tak resmi ini.

Shadowmere dan Stormwind berlari beriringan, masing-masing dengan kecepatan stabil. Tak ada yang benar-benar unggul, membuat keduanya semakin bersemangat. Namun, di tengah perlombaan, Sebastian tiba-tiba mempercepat kudanya, membuat jarak antara mereka mulai terlihat.

Alih-alih mengejar, Theodore justru mulai memperlambat langkah Stormwind. Ada sesuatu yang menarik perhatiannya.

Danau.

Sebastian yang menyadari bahwa Theodore tak lagi menyusulnya segera menghentikan kudanya, berbalik, dan melihat Theodore menatap ke kejauhan. Dengan rasa penasaran, ia mendekat. "Ada apa?"

Theodore hanya mengangkat dagunya, mengisyaratkan ke arah danau yang terhampar di balik pepohonan. Danau itu tenang, permukaannya berkilauan diterpa sinar matahari pagi. Airnya begitu jernih, mencerminkan langit biru yang luas. Beberapa dedaunan jatuh perlahan ke permukaannya, menciptakan riak kecil yang segera menghilang.

7 PRINCESTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang