VOTEMENT! VOTEMENT! VOTEMENT!
IYA MAKSA HAHA
~HAPPY READING~
❤❤❤•
•
•Sulit melepas jika takdir mengikat
~Aylen Clemons~
Jam sudah menunjukkan pukul 01:00, namun Galvazka tak kunjung sadarkan diri. Dua jam sejak Galvazka berhasil dibawa ke rumah nya, Aylen masih setia menunggu pemuda yang masih terbaring di sofa ruang tamunya itu hingga saat ini.
Teman-temannya sudah lebih dulu tidur karena tidak kuat menahan kantuk, sedangkan Aylen beralasan ingin menunggu Galvazka agar ketika sadar, dia akan langsung menyuruhnya pulang karena tidak ingin menimbulkan spekulasi buruk dari para tetangga.
Aylen mengamati pemuda itu dari tempatnya duduk. Jarak mereka hanya terhalang meja di tengah-tengah sofa yang ditempati keduanya.
Gadis itu menangkupkan kedua telapak tangan diwajahnya. Aylen pikir perjuangannya untuk melepaskan tidak akan seberat ini. Namun nyatanya, raga dan rasa tidak benar-benar berpisah seutuhnya.
Bagaimana dia bisa menemukan kata bebas, jika semeta sepertinya tidak mengizinkan. Bagaimana dia bisa melangkah menjauh, jika kakinya saja masih terjerat dengan kenyataan yang membuatnya tetap pada posisi yang sama.
Kenapa raga ini kembali bertemu? Takdir sepertinya mulai mengambil alih permainan. Tolong, Aylen sudah sejauh ini berjuang. Lucu sekali jika usahanya selama ini berakhir sia-sia.
Kebencian Galvazka terhadap dirinya adalah tujuan utama. Dia harus bisa menempatkan kata itu dalam diri Galvazka. Meski nyatanya pilihan ini berujung pada pengorbanan dirinya sendiri.
Aylen membuka telapak tangannya kembali menatap sosok Galvazka yang ternyata sudah menatapnya.
Dengan ekpresi datarnya, Aylen bangkit mengambil segelas air di atas meja lalu menyodorkannya pada Galvazka.
Galvazka menerimanya dengan pandangan yang masih tertuju pada sosok Aylen. Pemuda itu meneguk segelas air hingga tidak tersisa lalu beralih mengedarkan pandangan ke sekelilingnya.
Galvazka tersenyum miring. "Kita emang ga di takdirkan buat berpisah," Ucapnya yang masih menatap seluruh penjuru ruang tamu dimana mereka berada.
Aylen mengambil gelas dari tangan Galvazka. "Kalo udah mendingan, langsung pulang. Gue ga mau digibahin tetangga," Ucapnya lalu pergi menuju dapur.
Galvazka terkekeh memandang kepergian Aylen. Tidak menghiraukan perkataan Aylen, pemuda itu malah kembali membaringkan tubuhnya dengan kedua lengan sebagai bantalan.
Aylen yang baru saja kembali dari dapur dibuat heran melihat Galvazka yang sudah kembali berbaring. Apakah pemuda itu tidak peka jika dirinya diusir? Ataukah cara Aylen yang kurang jelas?
"Gue bil-"
Kalimat Aylen terhenti saat Galvazka membuka suara. "Lo ga mungkin mau bunuh seseorang dengan nyuruh dia bawa mobil dalam keadaan sakit"
"Gue ga liat seseorang itu sakit, tapi mabok," Sindir Aylen.
Ya, dia tahu jika Galvazka sebenarnya tidak sadarkan diri karena pengaruh minuman beralkohol, bukan akibat dari kecelakaan tadi. Aylen baru menyadari jika dirinya mencium bau alkohol dari tubuh Galvazka saat pemuda itu dibaringkan di atas sofa.
KAMU SEDANG MEMBACA
SCELTA (Belum Revisi)
Подростковая литератураSCELTA PUBLISH ULANG BUKAN REVISI *** Scelta (Italia) = Pilihan Dia Galvazka. Sosok pemuda angkuh dan arogan yang benci aturan, tidak pernah mendapatkan teguran. Sebuah keselarasan tercipta ketika dipadukan dengan gadis semacamnya. Tak ada aturan a...