Part 63. Apartement Bed

7.6K 345 24
                                    

~HAPPY READING~

***

~Gagal memegang kendali hati dan diri~

Pintu terbuka. Aylen melihat sekelilingnya. Ruang tamu nampak rapih. Aylen menghembuskan napas lega. Ia sempat khawatir Galvazka membuat kekacauan seperti sebelumnya. Tapi ternyata apartemennya terlihat masih rapih jauh dari kata kacau.

Aylen melangkah memasuki apartemen itu. Matanya bergerak mencari keberadaan Galvazka. Suasana terasa hening. Seperti tidak berpenghuni. Apakah Galvazka tidak ada di sini?  Batin Aylen terus bertanya-tanya.

Aylen membuka kamar Galvazka.

Kretttt...

"Vaz?"

Hening.

Tidak ada jawaban. Kamar ini benar-benar gelap tanpa penerangan sedikitpun. Aylen langsung memencet saklar hingga lampu menyala.

Aylen langsung memusatkan pandangannya pada kasur king size milik Galvazka. Terlihat gundukan di bawah selimut tebal. Pasti itu Galvazka.

Aylen berjalan mendekat. Dengan hati-hati, tangannya bergerak menyibakan selimut. Benar saja, itu Galvazka.

Dalam keadaan shirtless, tidur telungkup. Wajahnya terbenam pada bantal. Tangan Aylen menyentuh bahu Galvazka yang tidak berbungkus sehelai benang pun.

"Vaz?"

Tidak ada jawaban. Aylen menghela napas pelan. Dia tidak tahu apakah Galvazka benar-benar tertidur atau hanya menulikan pendengarannya.

"Sayang?"

Tidak ada gerakan dari Galvazka. Aylen akhirnya membalikan wajah Galvazka kesamping kiri hingga menghadapnya. Mata pemuda itu tertutup namun Aylen tahu jika dia tidak benar-benar tertidur.

Aylen mengusap rambut Galvazka penuh kelembutan. "Gue tahu lo nggak tidur."

Sebenarnya Aylen bersyukur Galvazka dalam keadaan baik-baik saja. Mungkin dia sudah mulai bisa mengendalikan emosi, seperti yang dia katakan sebelumnya pada Aylen.

Aylen mendekatkan wajahnya pada Galvazka. Dia bisa mencium aroma alkohol  dari deru napas pemuda itu.

"Bangun Vaz. Lo tahu, gue kabur dari sana pake mobil Hera buat nyusul lo. Masa sampe sini lo mau cuekin gue sih."

Galvazka akhirnya membuka matanya. Mata itu menatap Aylen sayu. Juga terlihat memerah khas orang mabuk.

"Gue makin benci sama Fernandez." Ucapnya deep voice.

"Gue nggak nyangka mereka lakuin ini. Gue kira alasan mereka diem selama ini karena setuju sama hubungan kita. Tapi ternyata mereka rencanain hal konyol kayak gini." Ucap Aylen dengan mata menatap Galvazka intens.

"Lo nggak mungkin terima kan Ay?"

Aylen menggeleng cepat. "Nggak lah."

"Gue bunuh mereka kalo sampe mereka paksa lo."

"Lo pikir gue mau dipaksa,hm?"

Galvazka terkekeh kecil. "Lo cewek gue."

Aylen menangguk seraya tersenyum simpul. Gadis itu menelisik wajah Galvazka. "Lo minum berapa botol?"

"Setengah."

Aylen memicingkan matanya. "Jangan bohong. Lo kayak mabuk berat. Masih sadar kan?"

Galvazka berdecak kesal lalu bangkit menjadi duduk. "Gue sadar Ay. Habis lima botol aja masih sadar gue mah."

SCELTA (Belum Revisi) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang