Hey hey hey
Spam komen dong!~HAPPY READING~
•••
Kerumunan orang berkumpul di pinggir lapangan menyaksikan empat siswa yang sedang berkelahi ditengah lapangan. Lebih tepatnya dua, karena dua siswa lainnya terlihat sedang melerai.
Zevanda, Ira, Hera, dan Aylen membelah kerumunan untuk bisa menyaksikan apa yang menjadi tontonan saat ini. Mereka terkejut melihat Jeevan dan Galvazka saling menyerang. Juan yang juga terlihat babak belur, berusaha memisahkan keduanya dibantu oleh Dean.
Semua tentu bertanya-tanya, kenapa mereka bisa berkelahi seperti itu? Padahal semua orang tahu jika mereka bersahabat.
Tidak ada yang berani ikut memisahkan. Semuanya hanya bisa menonton dari kejauhan. Aylen segera berlari mendekat ketika melihat Galvazka sudah tidak terkendali. Teman-temannya ikut berlari membuntuti Aylen.
"VAZKA!"
Hanya dengan menyebutkan namanya, Aylen mampu membuat perkelahian itu berhenti. Galvazka yang sedang menarik kerah seragam Jeevan langsung mendorongnya kasar.
Mata Jeevan yang masih menyiratkan amarah, menyorot mata Galvazka yang tidak kalah nyalang menatapnya.
"Lo sama aja anjing! Muka dua." Desis Galvazka.
Aylen segera menyeret Galvazka pergi meninggalkan lapangan. Pemuda itu hanya pasrah mengikuti langkah Aylen tanpa perlawanan.
Setelah kepergian Galvazka, Jeevan menatap Juan yang juga sedang menatapnya dengan ekspresi yang sulit diartikan.
"Gue obatin ya?"
Jeevan menoleh pada Zevanda yang baru saja menawarkan bantuan. Pemuda itu mengangguk seraya mengusap darah pada sudut bibirnya.
Zevanda tersenyum dan segera menggandeng tangan Jeevan. "Gue bawa obat merah sama plaster di tas."
Melihat kepergian Jeevan dan Zevanda, kini Ira menatap canggung Dean.
Dean menghampiri Ira. "Kok disini?"
Bukannya menjawab, Ira malah kembali melemparkan pertanyaan. "Kamu ikutan berantem?"
Dean tersenyum lalu menggeleng. "Ga kok. Kamu udah makan?"
"Udah"
"Tapi aku belum, temenin ke kantin yuk."
Ira tersenyum antusias lalu mengangguk. "Yaudah aku temenin."
Dean tersenyum dan menepuk bahu Juan yang sejak tadi masih terdiam ditempat. "Gue duluan."
Juan mengangguk pelan. Kini hanya tersisa Hera bersama Juan di tengah lapangan. Hera merutuki dirinya yang malah diam saja tidak pergi sejak tadi. Dirinya bingung dengan situasi ini dan hanya bisa memperhatikan mereka dalam diam hingga tidak terasa semua orang pergi, hanya dirinya dan Juan yang tersisa.
"Bego banget sih. Ngapain gue disini coba?" Batin Hera menggerutu.
Juan melirik Hera dan seketika gadis itu menjadi gelagapan. "Em-gue duluan ya." Ucap Hera sedikit gugup lalu melangkah pergi.
Tanpa disangka Juan ikut menyamai langkahnya hingga mereka berjalan berdampingan. "Mau kemana?" Tanya Juan.
Hera melirik singkat. "Ga tau"
Hera kembali merutuki dirinya dalam hati. Kenapa dia menjawab tidak tahu? Jadi terlihat sekali jika dia salah tingkah.
KAMU SEDANG MEMBACA
SCELTA (Belum Revisi)
Novela JuvenilSCELTA PUBLISH ULANG BUKAN REVISI *** Scelta (Italia) = Pilihan Dia Galvazka. Sosok pemuda angkuh dan arogan yang benci aturan, tidak pernah mendapatkan teguran. Sebuah keselarasan tercipta ketika dipadukan dengan gadis semacamnya. Tak ada aturan a...